Sarongge dan Saung Sarongge yang Ngangenin



Datang lagi ke Sarongge, Sabtu tadi. Cuaca alamnya masih sama seperti dua tahun lalu. Dingiiiin. Kalau gak pakai jaket bisa menggigil syantik. Kebun-kebun beraneka sayur masih memanjakan mata, menyambut setiap tamu yang datang ke sini. Kebun tehnya juga masih terhampar menggemaskan. Jalan yang menanjak lalu menukik tajam menjadi ciri khasnya. Maklumlah ini daerah pegunungan jadi kontur jalanannya ya memang begitu.

Pertama kali singgah di kawasan yang ada di Cianjur ini sekitar 8 tahun lalu  dengan teman-teman kantor, ya acara kantor, holiday gitu ceritanya, sekalian mengakrabkan diri satu sama lain. Siapa tahu di kantor jarang bersua bareng, sibuk ngopi sendiri, eaaaa....

Kedua kali ke sini, masih dengan teman kantor, dibiayai kantor, sekitar dua tahun lalu. Kali ketiga pun, tetap dengan teman-teman kantor di kantor yang sama.  

Nah, kali ini kami holiday mandiri, jadi pakai dana pribadi dan personilnya banyak yang baru. Kami sengaja meluangkan waktu untuk menikmati alam indah nan sejuk, karena bertahun-tahun ‘terkungkung’ di hutan beton Jakarta dan menghisap debu-debu jahat yang ngaruh banget buat kesehatan.  


Kolam depan saung
Ada Saung Sarongge, yang menjadi tempat persinggahan kami. Besar lho saungnya dan posisinya persis berhadapan dengan lekukan Gunung Geulis, hamparan kebun dan suasana perkampungan. Jadi asupan gizi indah bagi mata ini. Melihat anak-anak bermain di kolam kecil yang ada di depan saung pun, jadi pemandangan langka. Maka itu mas bro, duduk di teras saung sambil menyeruput kopi atau teh panas, wajib dilakukan sebelum berleha-leha masuk saung. 


Nyantai dulu bro :)))
Mau merenung juga boleh :D
Andai tak ada saung ini, gak tahu tuh ya kita bakal nginep di mana. Ada sih beberapa homestay dan tempat penginapan yang bagus, dari beton pula. Area camping ground juga ada, tapi rasanya gak seenak dan senyaman kalau berada di saung, hehehhe. Kamar mandinya juga bagus dan luas, lega deh. Gak sempit kayak di hotel bintang-bintang manja. 

Suasana Saung Sarongge


Kamarnya banyak, ada sekitar 10 kamar kali ya dengan beraneka ukuran dipan/ tempat tidur. Satu kamar ada yang berisi 3 dipan ukuran satu orang. Kamar lain, ada yang ukuran dipan untuk dua orang dan satu orang, macam-macam deh, tergantung selera dan kebutuhan. Kamarnya juga sudah dilengkapi dengan selimut dan bantal. Bersih lho kamarnya, seprei dan selimut pun wangi, karena diurus.

Ibu-ibu setempat yang mengurus dan mengelola saung ini, termasuk mengurus setiap tamu yang berwisata di tempat ini. Mereka memasakkan kami makanan, minuman, dan mengurus ini dan itu jika kami ada keperluan. Saat kami baru tiba saja, mereka sudah menyediakan teh hangat dan makanan beserta lauk pauknya. Sambalnya yang maknyus dan hidangan lalapan, selalu ada di sini. 


Nah, ini trio ibu yang mengurusi kami, Ibu Wiwik, dkk.
Sekitar 3 jam berada di saung, kami jalan-jalan menuju pabrik kopi “Negri Kopi”, milik Pak Santoso, teman kantor kami. Kopi yang dihasilkan tentu saja ya kopi Sarongge yang kebunnya diolah oleh warga setempat, diproduksi juga di sana. 

Ngobrol dulu dikit sebelum jalan-jalan
Nah, saat menuju ke tempat ini, jalannya menukik, jadi gak ngebebanin badan saya yang bongsor dan seksi ini. Makanya rada sombong pas jalan nurun. Lah, pas pulang, ealalalah, ya kudu nanjak. Eikeh ngos ngosan, capek bingit. Keringat mengucur deras. Biar kata bisa dibilang olahraga, kok daku gak menikmati ya, saking tajamnya tanjakan, hohoho. Tapi ya sudahlah, kapan lagi biasa jalan-jalan kayak gini kalau bukan lagi di daerah Sarongge. Bisa menikmati kebun teh, foto-foto di kebun teh, melihat kebun kol dan daun bawang dari jarak dekat, dll.  

Kebun teh menuju pabrik kopi
Nah, ini gerbangnya pabrik kopi, masuk lagi ke dalam lho..

Oh ya, Pak Santoso inilah yang mengenalkan kami pada Sarongge, sekitar 10 tahun lalu. Beliau ini pegiat lingkungan dan beberapa kali mengajak kami menikmati alam. Pertama kali datang ke sini, kami menginap di area camping ground, di kaki Gunung Gede Pangrango, sekaligus kami adopsi/ tanam pohon di sana. Jangan tanya jalan menanjaknya kayak apa, dobel-dobel capeks. Tapi ya gitulah, ketika sampai di atas, asik. Akrab dengan alam. Kanan kiri hutan/ pepohonan. Tapi, kali ini saya tak ke camping ground, sampai di saungnya saja. Sudah cukup senang kembali bertemu dengan alamnya yang ngangenin. 

Ngobrol di teras pabrik

Pulang dari pabrik, foto-foto manja di tengah kabut
Malam harinya di saung, beberapa teman ada yang ngobrol di teras saung, ditemani angin malam. Kalau daku mah, gak kuat euy, dingin bingit soalnya, jadi ngendon doang dalam kamar/ saung, sambil ngobrol dengan sesama teman yang berada dalam saung juga, hahahha. 

Meski tempat ini begitu dingin, namun udara dan keasrian alamnya menjadi penyeimbang hawa itu. Saat terbangun di pagi hari, misalnya, membuka jendela kamar, mata langsung disuguhkan dengan  hamparan kebun dan lukisan Gunung Gede Pangrango. Kalau di Jakarta, melek mata, udah dijejali dengan asap knalpot dan brisiknya suara kendaraan lalu lalang. 


Nah, ini pemandangan dari jendela kamar

Cuma dua hari satu malam sih kami menginap di sini. Sabtu pagi berangkat, Minggu pagi sudah cabut aja ke Jakarta lagi, karena ada beberapa teman yang masuk kerja jam satu siang. Jadi kudu ngejer pulang pagi. 


Yach, walau jalan-jalannya cuma sebentar, tapi moment menikmati alam dan kebersamaan sama temen-temen kantor, plus “lari” sejenak dari riwehnya ibukota, itu yang paling penting. Menggembirakan jiwa. Yaelah bahasanya. Yang penting happy, gitu deh ya kira-kira, hihihihi.

Nah, sebelum pulang, harus dong ya menikmati sunrise dan foto-foto syantiks. Sampai jumpa lagi Sarongge. 


Foto foto dulu dong ah di saung,  sebelum pulang
Ini fotonya sebelum matahari terbit,
Bye-bye Sarongge

Drama Sendok

Di kantor saya lagi heboh perkara sendok. Iya, sendok! Jumlahnya lusinan, hampir  menyamai jumlah karyawan kantor. Tapi, sudah satu bulan ini, si sendok telihat semakin sedikit. Satu persatu hilang entah ke mana. Hingga tersisa dua atau tiga. 




Hilangnya benda ini bikin karyawan kelimpungan, karena fungsinya yang sangat berguna. Untuk makan, menyeduh kopi, membelah cake, dan lain-lain. Kondisi ini membuat teman-teman kantor terpaksa harus bergantian memakai sendok. Siapa cepat, ia dapat, terutama saat jam makan siang. Karena hal ini, sebagian teman ada yang membawa dari rumah dan menyimpannya sendiri, daripada mesti antri pakai sendok.

Berbulan-bulan, misteri lenyapnya sendok belum terjawab. Ada yang menduga hilang tak sengaja, terbuang saat membuang bekas nasi bungkus, atau terbawa tukang bakso saat ia mengambil mangkuk kosong yang sebelumnya dipesan karyawan. Atau… dicolong jin? Hahahha.

Raibnya lusinan sendok ini, terdengar hingga ke pihak bagian umum yang mengurusi soal ini. Mereka pun akhirnya memutuskan agar setiap karyawan membawa sendok masing-masing. Pengumuman itu disampaikan melalui email, per hari di mana sendok tinggal 3 tungkai doang.

“Sisa sendok yang ada di kantor saat ini hanya dikhususkan untuk tamu.” begitu penggalan surat elektronik itu. Semua karyawan “gaduh” setelah membacanya. Tak semua sepakat dengan ide ini. Karena, kehadiran sendok sangat penting dalam urusan sehari-hari termasuk di kantor. Sangat merepotkan jika harus membawa sendiri sendok dari rumah. Dan gak jaminan juga kalau tak bakal hilang. Betul gak sodara-sodari?

Tak tahan dengan hal ini, salah satu karyawan bagian keuangan, Novi, akhirnya membeli sendok satu lusin untuk kantor dengan kocek pribadinya. Di wadah sendok, ia tempelkan kertas dan dituliskan “Sendok Karyawan”. Entah ini sebagai bentuk protes atau kekesalan karena disuruh bawa sendiri sendok masing-masing.
 
Hilangnya sendok dan email dari bagian umum terkati hal ini, jadi obrolan satu kantor. Saat jam makan siang di pantry, beberapa karyawan pun ngerumpiin sendok dengan ceritanya masing-masing.

“Kalau di kantor suami saya, sendok memang harus bawa masing-masing, berikut wadah makanannya. Memang gak disediain sendok di kantornya,” cerita mbak Niti, salah satu tim sales.

Sekretaris Direksi, Lili, bercerita saat acara kumpul keluarga, setiap kali mencuci piring, jumlah sendok selalu dihitung oleh ibunya. “Jika ada yang hilang, Ibu saya akan teriak, ini kok jumlah sendoknya kurang. Setelah dicari, eh, gak tahunya sendoknya ada di bawah kursi atau nyelip di bawah tikar,” kata Lili tertawa.

Sementara, karyawan lain, Wydia, nyeletuk “Betul, jangankan di kantor yang ramai orangnya, di rumah tangga saja sendok sering hilang. Jadi maklum saja kalau sendok di kantor lama-kelamaan tinggal sedikit,” ujarnya sambil menyantap makan siang.


Gak ada sendok= repot

Perbincangan sendok, tak terhenti di area kantor saja. Di grup WA yang beranggotakan karyawan kantor pun, masih lanjut ngobrolin sendok saat jam kerja usai. Ada yang dibawa ke humor, ada yang kesal kebijakan bagian umum, ada yang nyinyir dan sebagainya.

Hmmm, soal sendok yang lenyap entah kemana ini, saya pun mengalaminya sendiri. 10 tahun menjadi anak kos, sudah 3 lusin saya membeli sendok, yang tersisa kini hanya 5 saja. Entah kemana lusinan lainnya. Pernah, terlihat salah satu teman kos, Wina, mengambil sendok kotor saya yang ada di wastafel. Ia cuci, lantas digunakan. Ya maklum, mungkin ia juga tak ada sendok. Namun, setelah itu ia tak mengembalikannya lagi kepada saya. Lalu wassalam.

Ada pula teman kos lain yang lain, Susi, saat ia mencuci piring, sendok-sendok anak kos yang kotor ia cuci semua. Lalu, semuanya ia taruh di kamarnya. Jadi anak kos lain pada hilang sendok,  mereka gak tahu, kalau sendok-sendoknya ditaruh di kamar Susi. Walau tak bermaksud mencuri, seharusnya, Susi mengambil sendok yang hanya miliknya saja. Toh, ia bisa menghitung berapa sendok yang ia punya.

Ulah Susi ketahuan saat ada teman kos, Ijah, yang main ke kamarnya dan melihat banyak sendok nangkring. “Pantesan sendok gue selama ini hilang. Rupanya ada di kamar Susi semua. Kan gue tahu kalau itu sendok gue atau bukan” ujar Ijah bercerita kepada saya sambil menggerutu.

Ah, pantesan ada ungkapan guyonan yang sering muncul “Eh, kamu minggat dari rumah, gak bawa sendok, kan? Ntar ibumu repot nyari sendoknya lho,” hehehe. Ternyata, guyonan ini benar adanya, sendok hilang, bikin pusing orang.