Excellent Service Garuda Indonesia, Memuluskan Pekerjaanku.

Moment pertama kalinya terbang bersama burung besi bernama Garuda Indonesia, sekitar 10 tahun lalu,  terus saya ingat. Bagaimana ketika laju pesawat begitu kencangnya saat hendak lepas landas meninggalkan daratan, bagaimana rasanya melihat pemandangan darat dari atas langit, begitu asyiknya duduk di kursi empuk dengan safety bell yang melingkar di pinggang, sembari di nahkodai oleh seorang pilot berpengalaman dan handal,  hingga akhirnya pesawat menghentakkan rodanya ke landasan dengan mantap,  penanda bahwa kami telah sampai ke kota tujuan, termasuk kisah konyol “jus alpukat”. Ya, saat pramugari menawarkan minuman, dengan pede, saya minta jus alpukat! Padahal, mana ada di pesawat jus alpukat, apa pramugarinya kudu ngeblender dulu? Hahhah...

(Gbr:Garuda-Indonesia.com)



Mencicipi Garuda Indonesia   

Kala itu, bisa mencicipi pesawat nomor satu di Indonesia, merupakan kebanggaan tersendiri, Bagaimana tidak, Garuda Indonesia adalah Maskapai Terbaik Indonesia, dan terkenal dengan pelayanannya yang baik, ramah dan lengkap. Saat check in, misalnya, koper yang saya bawa tuk dimasukkan di bagasi, dilakukan pengikatan dengan tali kuning, sebagai pengaman. Jadi, kita gak perlu takut kalau tas koper kita bakal dibongkar oleh oknum-oknum yang tak bertanggung jawab. Dan gratis! Duduk di ruang tunggunyapun luas, adem, dan tidak padat. 

Saat memasuki pintu pesawat, petugas maskapai ini tak sungkan memberikan senyuman dan sapa. “Selamat pagi, selamat datang di Garuda Indonesia” begitu sapaan paramugari dan pramugaranya di pintu masuk, menyapa semua penumpang yang hendak memasuki kabin pesawat. “Silahkan diambil korannya mbak’, sapa salahsatu pramugari pada saya. Ouw, saya ambil dunk, lumayan buat menambah wawasan, biar selalu update, hehehe. Seingat saya ada beberapa koran nasional besar dan ternama yang disajikan di samping pintu masuk. 

Begitu masuk kedalam kabin, eh, sudah standby beberapa pramugari cantik lain dengan seragam biru dan senyum mengembang, siap membantu penumpang tuk mengarahkan petunjuk nomor tempat duduk dan membantu menyusun barang-barang bawaan dengan cekatan dan apik. Berhubung saya baru pertama kali naik pesawat, saya minta diarahkan oleh mbak Pramugarinya, kira-kira nomor kursi saya ada dimana, ya? Kalau gak salah, waktu itu, saya bersama kakak mendapat jejeran kursi nomor 12-an deh. Dengan senang hati, pramugarinya menunjukkan dimana letak kursi saya. Makasih ya mbak..

Pramugari sedang membantu penumpang (Gbr:Garuda-Indonesia.com)

Begitu tau posisi saya persis di samping jendela, ah, rasanya seneng bingittss. Yes! Saya bisa leluasa melihat pemandangan alam dari samping jendela.. Kata orang, kalau melihat mobil di jalanan dari atas pesawat, kayak melihat semut, lo. Eh, bener saja. itu mobil kayak semut yang lagi lari-lari berebut mangsa. Rumah-rumah kayak kotak-kotak, dan jalanan atau sungai, kayak uler.. Duh senangnya. Maklum, baru pertama kali naik pesawat, masih  norakss, hahahaha..

Sebelum berangkat ke bandara, teman saya komentar  “Gila, enak banget lu,  selama ini belum pernah naik pesawat, eh, sekali naik, langsung terbang bersama Garuda“. *Maaf ya dilarang syirik, hehehe*

Ya, gak heran sih temen saya bilang begitu, karena maskapai ini sangat terkenal dengan pelayanannya yang excelent dan prestise. Nomor satu gitu lho di Indonesia, gimana gak syumringah rasanya. Dan, benar saja, ketika duduk di kursinya, aih empuk.. puk..puk.. ruang area kakinya besar, maksudnya jarak antara kursi depan dan belakang, rada jauh, jadi gak sempit. Apalagi kaki saya termasuk ukuran panjang, bisa nyantuk tuh dengkul kalau ruang kakinya kecil. *maklum, kaki mantan peragawati* #eh..
Kabinnya juga besar dan bersih. Sirkulasi udara dan pendingin udaranya bagus, gak terlalu dingin, sedang-sedang saja, pas untuk suhu tubuh orang Indonesia. 

Begini Kabin garuda Indonesia. (sbr: indoflyer.net)

Terbang bersama maskapai ini, kita gak perlu takut bakalan bosen atau jenuh, apalagi jika melakukan perjalanan yang panjang. Karena, ada  layar LCD monitor yang akan menemani kita selama dalam perjalanan.  Jadi, kalau mau membunuh bosan, ya bisa dialihkan dengan menonton melalui layar tadi., letaknya persis di depan kursi saya. Ya, layar LCD  berukuran sekitar 30 cm, siap memberikan tayangan kesukaan kita. Bebas aja mau pilih tontonan film atau video apa gitu. Tapi, saya pernah juga naik Garuda Indonesia yang layar TV-nya diletakkan di atas plafon. Posisinya di depan, tengah dan belakang kabin. Saya suka tuh nonton di layar yang berukuran sekitar 21 inch itu, besar, soalnya nontonnya barengan dengan penumpang lain dari kursi masing-masing, jadi ada rasa kebersamaan hehehe.. Pas ada adegan lucu saat drama komedi diputar, misalnya, kita ketawa barengan, serasa dirumah, hehehhe.. 

Asiknya terbang ditemani TV (sbr: portalbalikpapan.com)
Kurang lebih 25 menit perjalanan, ada ada pramugari yang menghampiri kursi masing-masing penumpang sambil membawa meja dorong, Ouw, rupanya isi meja itu adalah makanan/snack dan minuman yang bisa dipilih sesuai selera. Ya, sesuai selera, karena banyak pilihannya. Ada teh, kopi, susu, jus kotak rasa buah dan sebagainya. Kita tinggal bilang aja mau minum apa, dan pramugarinya akan memenuhi permintaan anda. Asalkan, minuman tadi tersedia di pesawat ya. Jangan kayak cerita saya diatas tadi, yang ujuk-ujuk minta jus alpukat, bikin pramugarinya senyum simpul, hehehehe…

Makanannya juga bervariasi, lo. Kita juga boleh memilih mau nasi atau pasta? Atau, nasi dengan lauk apa..? Mau ayam atau daging…?  

Salahsatu sajian  hot meal Garuda Indonesia (traveloka.com)

Jangan takut bakal sering pipis karean merasa minumnya kebanyakan, sob. Yaelah, pipis aja dipikirin… Tinggal buang aja tuh hajat di toilet Garuda Indonesia. Bersih dan wangi. Maskapai ini gak mengenal jorok, wanginya toilet  maskapai ini, lebih harum dari toilet rumah saya :)
 
Satu jam perjalanan dari kampung menuju Jakarta, eh, tiba-tiba roda pesawat menghentakkan cakarnya dengan lembut ke landasan pacu, pertanda pesawat telah landing dengan sempurna. Ouw, akhirnya, tiba juga di Ibu kota tercinta, yang selama ini penampakannya cuma bisa saya lihat  di layar TV doang, tapi, kini saya berada di dalamnya. Menuju pintu keluar kabin, Pramugari dan Pak pilot, kembali menebarkan senyuman dan sapaan ramah kepada penumpang yang hendak keluar pesawat. “Terimakasih sudah terbang bersama Garuda  Indonesia”, sapa mereka di samping pintu. Saya tersenyum dan menjawab “terimakasih kembali”.  

Keluar dari pintu pesawat, tak perlu lama merasakan bahu miring sebelah karena menenteng/memanggul tas ransel berat, karena sudah ada eskalator yang menunggu, yang  disediakan  di area penurunan penumpang, membawa saya dan kakak menuju ke tempat pengambilan bagasi. Jadi, jalannya gak terasa jauh. Karena barang bawaan, bisa ditaruh juga di tangga berjalan itu, supaya gak  berat  nentengnya. Coba deh, kalau gak  ada eskalator, waduh,  kerasa capeknya, bro !

Ah, perjalanan yang menyenangkan dengan pelayanan yang excellent. Padahal penerbangan yang saya ikuti, hanya kelas ekonomi, lo. Apa kabarnya kalau saya duduk di kelas eksekutif ? Wew, jadi mupeng deh.

Semakin Mengenal Garuda Indonesia.

Hmmmm, kedatangan saya di Jakarta, dan bekerja di salah satu perusahaan media ternama, membuat saya lebih mengenal Garuda Indonesia. Sebagai reporter, saya sering ditugaskan tuk meliput kejadian ke suatu daerah dengan moda transportasi udara, tentu. Itulah yang membuat saya semakin mengenal maskapai ini. Ya, setiap bertugas keluar Jakarta,  karyawan bagian HRD, yang bertugas memesan tiket keberangkatan dan kepulangan, selalu menyodorkan tiket maskapai Garuda Indonesia kepada semua reporter yang akan berangkat ke daerah. Ia tak pernah memesan tiket maskapai lain. 

Kemanapun saya dan reporter lain bertugas meliput, selalu dan selalu Garuda Indonesia yang kami tumpangi. Kalaupun ia memesan tiket maskapai lain, itu mungkin disebabkan karena hal yang urgent. Misalnya, saat si reporter akan berangkat dadakan saat itu juga karena liputan yang mendesak,  ternyata tiket Garuda Indonesia  ke kota yang dituju, sudah full booking. Jadi, ya mau gak mau, mesti beli tiket maskapai lain. Tapi, kalau saya memesannya 3 atau 2 hari sebelum keberangkatan, biasanya, tiket Garuda Indonesia  selalu berhasil digenggam.

 Garuda Indonesia Air Lines. Sbr gbr disini

Kata orang, maskapai apa yang ditumpangi oleh seorang reporter/karyawan pada saat bertugas, menunjukkan brand atau identitas perusahaan dimana tempat ia bekerja. Lagi pula, management perusahaan merasa lebih nyaman jika memberangkatkan karyawannya dengan Garuda Indonesia, dibandingkan  dengan maskapai lain.

Tak berlebihan memang, jika karyawan tempat perusahaan saya bekerja dulu, diberi tiket Maskapai Terbaik Indonesia. Bukan sekedar untuk memanjakan karyawan, tapi lebih kepada kepercayaan kepada maskapai itu sendiri. Kepercayaan kepada keselamatan penumpang, sistem oprasional, management pelayanan penumpang, kenyamanan area tunggu pesawat, makanan dan minuman yang disajikan, serta  kenyamanan  kabin yang dimiliki oleh maskapai ini.

Kebayang dong, kalau dalam perjalanan udara, tiba-tiba kita kelaparan karena gak dikasih makanan (gratis) waduh, bisa berabe tuh. Kalau naik maskapai yang peduli dengan perutnya penumpang, pasti akan memikirkan konsumsi penumpang selama dalam perjalanan. Dan pilihan serta jenis makanan dan minuman yang disajikan maskapai ini bervariasi lo. Saya juga semakin tahu, kalau pemberian variasi makanan, bergantung jarak pendek atau jauhnya penerbangan yang dilakukan. Semakin jauh perjalanan, ya, tentu makanan yang diberikan lebih banyak dan "berat ". Pokoknya, kalau naik maskapai ini, sih, kalau meniru kata Syahrini, kenyang cantik, deh, hehehe  Pramugari yang menawarkanpun penuh dengan senyuman. Tak selalu muda, ada juga pramugari maskapai ini yang saya lihat berusia sekitar 30 tahunan keatas. Namun, tetap ramah.

Garuda Indonesia, Jarang Delay !

Satu hal, yang membuat orang percaya dan suka dengan Garuda Indonesia adalah kedisiplinan sistem oprasionalnya. Maskapai ini, sangat jarang terdengar yang namanya delay atau penundaan waktu penerbangan. Kalaupun pesawat harus delay, pastilah dengan alasan yang kuat. Faktor cuaca,  misalnya.  Pengalaman saya, waktu masih aktif liputan keluar kota dulu, berkali-kali pulang dan pergi dengan Garuda, seingat saya tak pernah merasakan yang namanya delay. Ini bukti, bahwa management yang dikelola maskapai nomor satu ini, baik.

Lima tahun lalu misalnya, saya liputan ke Aceh, dengan Garuda Indonesia penerbangan pertama. Sekitar jam 6 pagi jadwal  keberangkatan pesawat. Kalau jadwal pesawat jam segitu, ya otomatis, saya mesti bangun jam 3 pagi dong, tuk berbenah dan bersiap. Jam 4, sudah kudu pergi dari rumah. Nyampe di bandara sekitar jam 04.50. Pas kan, memang itu waktunya boarding check in pesawat. Bayangkan, kalau pesawatnya delay sodara-sodara?  Sudah bangun tengah malem, tergesa-gesa, eh..delay. Duh rasanya pengen nimba air sedrum, saking kesalnya. Belum lagi, panitia atau acara akan menunggu-nunggu di lokasi yang akan didatangi. Kan repot, gara-gara delay jadi bikin kacau tugas/acara orang. 

Sembari menunggu keberangkatan pesawat, saya dan rombongan istirahat sejenak sambil ngobrol-ngobrol di lounge. Teh manis panas dan kue-kue an, tersaji di meja kami.  Ah, lumayan buat ganjel perut, karena memang belum makan ketika berangkat dari rumah, hehehe.. ruangannya asik dan adem. Sofanyapun empuk. Sayang, kami tak bisa berlama-lama ditempat itu, karena waktu menunjukkan saatnya kami harus naik pesawat, tuk terbang ke Aceh.

Ah, untunglah kami berangkat tepat waktu, dan  semuanya berjalan lancar bersama Garuda Indonesia. Ya, tugas saya sebagai reporter, memang harus berpatokan dengan waktu, karena sudah ada janji dan planning sebelumnya dengan nara sumber yang akan saya datangi. Apa jadinya, jika janji atau liputan bakalan  bubar, gegara pesawat delay…? 

Pose dulu bersama temen-temen reporter ...)


So, dengan harga tiket pesawat murah, saya sudah merasakan excellent service dan ketepatan waktu yang sangat berharga. Ya, dengan waktu keberangkatan dan waktu tiba yang tepat, akan menyenangkan penumpang, karena tidak perlu menunggu lama di bandara/ ruang tunggu penumpang. Jadi, pekerjaan atau janji yang harus ditepati untuk waktu yang sudah di patok, akan berjalan lancar. Banyak toh, kejadian gara-gara pesawat delay, akhirnya urung menghadiri acara/meeting penting. Kan, yang kayak begini bikin orang pengen garuk tembok. 

Sedang wawancara bersama Rafly Kande, penyanyi Aceh.
Habis wawancara, pose dulu ah bareng penyanyi etnik, Rafly Kande.

Tak hanya disiplin dalam hal ketepatan waktu oprasional keberangkatan pesawatan saja, tapi maskapai yang sangat jarang sekali terdengar bermasalah ini, juga disiplin dalam ketepatan waktu transit. Beberapa tahun lalu, saya melakukan perjalanan tuk liputan ke Kupang, NTT. Tuk menuju kesana, saya harus transit dulu di Makasar. Pada saat transit, saya tak perlu melakukan pemindahan barang-barang di bagasi, semua penumpang yang transit  hanya perlu check-in lagi untuk transit menuju bandara berikutnya. Barang-barang bawaan, ya tinggalkan saja di bagasi. Pun, tas ransel yang saya taruh di bagasi dalam kabin , tidak saya  bawa keluar. Ya ngapain? Berat-beratin aja. Aman kok. Tempat duduk sayapun, masih di kursi dengan nomor yang sama.

Proses transit berjalan normal dan lancar. Bahkan, sangat cepat. Setelah check in transit, saya langsung duduk di ruang tunggu. Eh, gak sampe 30 menit, terdengar suara “Pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan sekian, tujuan Kupang, akan segera berangkat”. Loh, sudah mau terbang lagi, toh? Padahal, niat saya sih mau leha-leha dulu di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin  Makassar. Eh, gak taunya tepat waktu sekali. Beli oleh-oleh khas Makassar disekitar area bandarapun, mana sempat. Hussh, iya lah, sayakan kesana niatnya mau kerja, kerja dan kerja  bukan mau shopping, hehehe.      

Saat On Camera di pantai yang ada di  Kupang

Tak Temukan Excellent Service di Maskapai Lain

Saya pernah liputan keluar kota memakai maikapai lain, itu karena  kami kehabisan tiket pesawat Garuda Indonesia, pada hari dan jam yang kami inginkan. Padahal,  janji dengan nara sumber dan kontributor yang ada di Samarinda,  untuk meliput suatu peristiwa yang akan dijadikan cerita panjang berdurasi sekitar 15 menit, sudah di planning. Karyawan HRD yang bertugas memesan tiket, tak berhasil mendapatkannya. Padahal, nara sumbernya, menurut keterangan sang kontributor, akan pergi keluar dari Samarinda, karena suatu alasan. Mau gak mau, ya hari itu kami mesti ke Samarinda, untuk menahan dan bertemu nara sumbernya. So, daripada “kehilangan”  nara sumber, mau tak mau, dengan nekad, akhirnya saya dan kameramen yang bertugas, melakukan go show sekitar 2-3 jam sebelum jadwal keberangkatan pesawat Garuda Indonesia jurusan Jakarta-Samarinda . 

Go show, adalah istilah bagi calon penumpang yang langsung nyamperin bandara, tanpa memesan tiket sebelumnya atau tanpa tiket keberangkatan, berharap akan ada penumpang yang batal atau tidak datang sehingga kami bisa menggantikan posisi kursi penumpang tadi. Sama halnya, seperti melakukan reservasi seat pada umumnya, namun reservasi go show dilakukan oleh petugas air lines yang bersangkutan, yang bertugas di bandara. Dan istilah ini, familiar di dunia penerbangan.

Setiba di bandara, ow, rupanya bukan hanya kami saja yang melakukan go show, ternyata ada sekitar 5 orang lainnya yang mempunyai tujuan sama dengan kami. Dan tentulah, kelimanya berharap, merekalah yang dipilih petugas untuk naik pesawat, jika ada penumpang yang berhalangan datang. Lama kami menunggu di bandara, berharap mendapat kesempatan reservasi seat. Namun, ah, kami gagal, tak ada satupun penumpang yang membatalkan perjalanannya di jam keberangkatan yang kami tunggu. Saya dan Mas Agus, kameramen yang menemani saya, akhirnya harus balik lagi  ke kantor. Urung dah berangkat ke Samarinda. “Belum rezeki kalian”, begitu komentar produser saya, begitu kami ceritakan kronologisnya saat tiba di kantor,  hihihi…. 

Sayapun langsung mengabarkan kontributor Samarinda, kalau saya gagal berangkat hari itu. Namun, ia berjanji, akan mengusahakan atau menahan nara sumber, supaya jangan pergi dulu dari Samarinda, sebelum tim dari Jakarta datang. Untunglah, nara sumbernya bisa ditahan, meski kami harus tiba di Samarinda, esok harinya. Namun, sayangnya, Mas Wisnu tak bisa mendapatkan tiket pesawat Garuda Indonesia, mau gak mau kami naik maskapai lain., karena tugas  liputan harus tetap berjalan.  

Samarinda, dari atas bukit...:)

Nah, disinilah saya melihat perbedaan antara maskapai lain dengan Garuda Indonesia.

Saat di counter check-in, barang yang akan dimasukkan di bagasi, kok tidak di ikat sih..? Dibiarin begitu saja. Alamat dibongkar oleh orang iseng deh, Hadeh,..

Ketika sedang dalam perjalanan udara, saya kaget ketika tak menemukan pilihan makanan di maskapai itu. Hanya roti plus snack ringan. Bahkan, jika  perjalanannya cuma satu jam saja, tidak diberi makanan sama sekali.

Minuman.? 

Kok saya gak menemukan orange juice, blueberry juice, kopi, teh dan susu apalagi ? Cuma dikasih air meneral kemasan ukuran gelas doang. 

Kemana TV /layar monitor LCD  tuk nonton filmnya, diletakin dimana..?

Trus, kok gak ada yang menawarkan koran? 

Ups, ruang kakinya sempit!  Gak leluasa!

Dan, ketika tiba kembali ke bandara Soetta, Jakarta, keluar dari kabin  tak ada eskalator yang menyambut saya.  Dicari-cari,  gak nemu, hingga saya harus berjalan kaki menuju tempat bagasi dengan membawa tas ransel  yang berat. Ups, capeknya…

Bahkan pernah, ketika mencicipi maskapai lainnya lagi, saya mengalami delay hingga 3 jam. Masya Alloh! Padahal, saat itu kondisi cuaca baik-baik saja. Alasan yang saya terima sih, katanya pesawat  sedang dalam pembenahan masalah tehnis. Memang sih, kami diberi nasi kotak, sebagai kompensasi delay. Namun, semua itu tak akan mengobati rasa kesal dan jenuh karena harus menunggu lama di bandara. Sementara keluarga yang ada di kota yang akan saya sambangi sudah menunggu-nunggu.

Ouw, saya baru sadar, fasilitas dan pelayanan excellent  yang saya nikmati di Garuda Indonesia, ternyata tak saya temukan di maskapai lain. 

Bersama bocah-bocah Samarinda yang lagi mandi di Sungai, hehehe

Garuda Balikpapan

Eh, melihat foto-foto diatas, jadi saya pengen deh balik lagi ke Samarinda dan ke Balikpapan. Karena, waktu ke Samarinda kemarin, cuma sebentar doang nyamperin Balikpapan, ya, cuma sekedar transit doang, habis itu lanjut naik mobil ke Samarinda dengan menempuh 2 jam perjalanan, karena maskapai lain yang saya tumpangi waktu itu, ini belum melayani  jurusan Jakarta-Samarinda. Jadi kalau mau ke ke ibu kota Kalimantan Timur ini, ya, kudu lewat bandara Balikpapan, sebagai gerbangnya Kaltim. Dan, saat itu, mana sempetlah mau jalan-jalan dulu ke Balikpapan, karena kondisinya saya sedang bertugas, bukan sedang liburan, hehehe

Ya, kerja sambil menikmati suasana daerah  lain yang belum pernah dikunjungi, mungkin itulah asiknya jadi reporter ya. Dan Garuda Indonesia, tak hanya membawa saya terbang ke Jakarta, Aceh dan  Kupang saja, tapi juga sudah menghantar saya ke Gorontalo, Solo, Surabaya, Semarang dan kota-kota lainnya. Bersama maskapai ini, pekerjaan saya berjalan mulus, karena tak terkendala masalah waktu gara-gara delay misalnya. Memuaskan. 


Di pantai yang ada di Banyuwangi
 
Kini, di perusahaan media tempat saya bekerja saat ini, saya lebih banyak berada di kantor, sudah jarang liputan. Pengen rasanya jalan-jalan lagi ke luar kota bersama Garuda Indonesia. 

Ah, semoga saja saya bisa balik lagi ke Balikpapan, menikmati panorama alam kota minyak itu, trus main-main deh ke Manado dengan naik Garuda Balikpapan.  Cihuy….Saya juga belum pernah tuh ke Manado, gak sabar, pengen  main ke Bunaken dan melihat Danau Tondano  serta nyicip Bubur Manado, buatan orang Manado asli, hehehe.. 

Ya, jadi sekarang, buat yang tinggal di Balikpapan, kalau mau ke Manado, Tarakan atau ke Banjarmasin, gak perlu muter dulu ke Jakarta, trus baru ke Manado, misalnya. Karena sekarang sudah ada rute Balikpapan-Manado, Balikpapan-Tarakan, Balikpapan_Banjarmasin, dan sebagainya. Langsung lo.

Dibukanya penerbangan Garuda Balikpapan dengan beberata rute pilihan ini, adalah sebagai bentuk perluasan  kepak sayap Garuda Indonesia di Kawasan Timur Indonesia, yang berpusat di  bandara Sepingggan, Balikpapan.  

Perluasan rute ini, juga sebagai bagian dari upaya memperkuat konektivitas dan jaringan penerbangannya di wilayah Indonesia Timur. Tujuan dari semua ini, apalagi kalau bukan untuk mendukung peningkatan ekonomi, bisnis dan pariwisata di kota-kota yang dihubungkan. Jadi, tuk anda yang tinggal di kawasan ini, tentu lebih praktis.

Eh, garuda Balikpapan ini, tak hanya melayani rute Balikpapan -Manado saja, tapi juga beberapa rute kota lainnya. Nah, pengen tau Garuda Balikpapan ini melayani rute apa saja plus jadwal keberangkatannya? 

Rute dan jadwal keberangkatan Garuda Balikpapan. Sbr : @Garuda_BPN









Ehm..., jadi  pengen naik Garuda Balikpapan.

Kali ini, kalau keinginan saya tercapai, pengennya sih, saya beneran menikmati me time, alias beneran liburan, tanpa harus dibebani dengan urusan pekerjaan. Supaya saya bisa lebih bebas mengeksplore keindahan alam dan lokasi tujuan saya. Amin.

Tengkyu Garuda Indonesia, gaga-gara mangajak para blogger memberikan pengalaman tentang  excellent service mu, akhirnya saya bisa menuliskan cerita panjang ini, sambil ngacak-ngacak album-album lama demi mencari foto-foto liputan, termasuk juga membongkar kenorakan saya waktu pertama kali naik pesawat, yang sekalinya naik pesawat, langsung bersama Garuda Indonesia. Bikin nagih ! Ya, gimana gak nagih, kalau dengan Excellent Servicenya Garuda Indonesia, membuat pekerjaanku jadi mulus.. 

Sbr : @Garuda_BPN

Pulpen Bisa Sebabkan Kematian..?



Sering lupa gak bawa pulpen? Atau memang gak pernah bawa. ..? Trus, kalau lagi perlu pinjem  sama temen. Habis  dipinjem, lupa balikin, trus hilang, dan akhirnya..gak punya pulpen lagi deh…

Padahal, pulpen itu penting lo. Apalagi tuk anda yang sering beraktivitas di luar kantor. Atau sering mengikuti  acara semacam seminar, diskusi dsb. Buat yang berprofesi  sebagai wartawan atau blogger, kan sering  tuh diundang tuk acara-acara tertentu, pasti kita butuh data/catatan, atau sekedar nulis orek-orek di kertas, agar bisa punya bahan sebagai  reportase di blog atau media tempat kita bekerja. .

Nah, kalau gak ada pulpen,  Apa kabar..? Gimana mau nyatet, misalnya. 

Memang sih, kita bisa langsung mengetik hal-hal penting, data-data atau statement narasumber langsung melalui handphone. Banyak yang melakukan itu.  Tapi, bagi saya pribadi, kok lebih leluasa kalau menulis segala sesuatu,  apalagi yang bersifat  informasi  panjang,  ya enakan nulis di kertas pake pulpen.  Kalau ngetik  di Hp, sering salah ketik, akhirnya  jadi gak ngerti sendiri  apa yang kita tulis, hihihi…



Trus,  seandainya nih,  lagi jalan di mall, mendadak ketemu sama temen lama. Ketika mau ngesave  nmr teleponnya, eh handphone kita lagi ngedrop batrenya, jadi gak bisa nyimpen nomernya deh. Eh, kebetulan pula, temen kita tadi  lupa bawa hp,  jadi dia juga gak bisa nyimpen nomer kontak kita. Gimana coba..? Tapi, kalau ada pulpen  plus kertas, semuanya  beres, hehehe..  Cerita ini,  hanya misal saja sih…hehehe

Nah, ngomongin soal pulpen ini alias pena, ternyata punya dampak yang beruntun lo kalau kita menyepelekannya alias sering gak punya si barang kecil ramping itu.

Pagi ini , saya dapet kiriman capture tulisan dari temen kantor, di whats app grup. Ia menyindir salahsatu temen kantor yang sering gak tersedia pulpen di meja kerjanya, dan akhirnya sering  meminjam  pulpen orang lain. 

WA grup..

Pas tulisan itu dibaca, ealah, kok panjang  ya  dampak karena  gak punya  benda yang harganya sekitar 3 ribu rupiah itu. Ya, gara-gara gak punya pulpen, ujung-ujungnya  bisa sebabkan kematian…??  Maksudnya...?

Nah,  dibawah ini  capture tulisan yang memuat pesan  "Don't lose your pen, you will die !!"  (kayak judul film :D)

Saya sih, menyebut tulisan yang dikirim teman tadi, sebagai  Filosofi Pulpen. 

Ini dia filososofi itu

Boleh ya, saya artikan ala saya, hehehe...

Kalau kamu kehilangan pulpen, sekarang kamu tak punya pulpen dunk jadinya, hahahaha…Lah iya, lah ya. Tapi, karena hal ini,  kamu gak bisa mencatat atau gak punya catatan. So, jika tak ada cacatan, gak bisa belajar dan sekolah dong..

Nah, kalau sering gak belajar, ya bisa gagal dan gak lulus sekolah nanti, itu artinya, kamu gak bisa meraih gelar atau ijazah. Tanpa ijazah, ya mana mungkin bisa dapet kerja,.. iya, kan..?

Hmmmm….kalau sudah gak kerja, gak akan megang duit (banyak) dunk. Gak bisa beli ini dan itu, gak bisa makan! Emang mau makan darimana coba kalau gak punya uang..? Mau ngemis atau minta dikasihani sama saudara dan temen? Gak malu…?  

Iya, kalau dikasihani, kalau nggak? Wah, bisa kurus badan lho, gegara kurang makan. Terlalu kurus itu gak enak ngelihatnya, terlihat jelek dan kayak orang susah. Kalau penampakan body kita aja sudah kayak gitu, ntar gak ada yang mau sama lu, bisa-bisa gak ada orang yang mencintai lu alias gak dapet pacar .Kalo gitu, alamat bakalan susah deh tuk nikah, apalagi mau punya anak. Hidup  tanpa anak sepanjangan, wah, bisa sendirian dan merana dunk..

Dan hidup sendiri…bisa memicu depresi atau mengalami kesedihan mendalam, karena gak ada tempat curhat dan  tempat bergantung, dsb. Kebanyakan, kalau sudah begitu akan jatuh sakit. Trus,  siapa yang merawat. Gak ada, kan? Ujung-ujungnya kamu akan meninggal. Meninggal dalam kesendirian.

Itu dia sedikit versi cerita yang diurai dari filosofi Pulpen.. Panjang ya rentetannya, cuma gara-gara gak ada pulpen. hehehe...

Tapi, ya ini hanya intermezo aja, gak usah diambil hati ya, ambil amplanya aja, apalagi pake ngotot dan beda pendapat dengan capture filsosofi diatas, waduh gak perlu..hehehe.. 

Yang bikin filosofi ini, menurut saya, sebenernya hanya ingin menegur  atau menyentil orang-orang yang sering gak bawa pulpen, padahal orang itu tau, kalau benda itu sangat dibutuhkan. Ada banyak sebab sih, yang bikin orang  tak punya pulpen. Mulai dari lupa, sampe hilang.

Saya pun demikian, meski beli pulpen  sudah selusin, tetep saja ujung-ujungnya jumlahnya jadi tinggal sedikit, trus habis deh… Entah itu karena terjatuh, kelupaaan naruh, dipinjem temen trus gak balikin, atau pulpen itu jadi rusak gegara gak pernah dipake dan dibiarkan begitu saja di wadahnya. Makanya, saya gak pernah beli pulpen yang harganya mahal, karena takut kejadian yang begini nih…hehehe… Yang penting, jangan sampai, gaga-gara kehilangan pulpen, menyebabkan kematian ya, seperti filosofi pulpen tadi, hehehe.... Itu hanya sebagai alarm untuk diri kita sendiri, kok..

Untunglah, saya termasuk orang yang rajin membawa benda ini kemana-mana. Walaupun sedang tidak menuju ke acara seminar misalnya. Ya, sekedar jalan di mall aja, kadang saya bawa pulpen lho, saking rajinnya, hihihi.. Tapi, pernah juga sih, pas acara penting, eh, saya malah gak bawa. Waktu ujian saat kuliah dulu, pulpen saya ketinggalan di rumah. Gimana coba..? Mau pulang dulu ke rumah? Ya, gak mungkin. Bisa jeblok nilai kalau gak bisa ngisi jawaban hanya karena gak ada pulpen. Tapi, untunglah, ada teman yang membawa pulpen dua biji, jadi saya bisa meminjamnya satu. Duh… lagi-lagi ya, benda kecil sering diremehkan, tapi kalau gak ada dia, bisa kelimpungan.

Anda sendiri, punya  kisah dengan pulpen..?

Ada Kata Bijak di Resto


Bertandang ke resto, biasanya dihadirkan pemandangan aquarium besar, dengan ikan-ikan hias cantik berwarna-warni menawan yang berenang indah di dalamnya.

Atau, si empunya tempat meletakkan  televisi tuk menghibur pengunjung yang sedang menunggu menu pesanannya mendarat di meja makan.

Tapi, di  resto yang berada di kawasan Utan kayu raya, yang juga berdekatan dengan kantor saya, ada resto yang menghadirkan penampakan lain.

Ya, begitu masuk kedalamnya, kanvas putih raksasa, hampir seukuran tinggi dinding, dengan lebar sekitar 1, 5 meter itu, terpampang menyita perhatian.

Begitu duduk di sudut manapun, pastilah pengunjung akan berpaling ke arah kanvas putih yang dihiasi dengan kata-kata bijak itu.

Ini dia, sampe ukuran segede bagong saya pampang kata-kata bijak itu, hihihi

Menurut saya, tulisan di atas saling berkaitan dan runut, bak sebuah cerita, tapi dirangkai menjadi bentuk lain.  Kisah yang bisa membuat siapapun yang membacanya tergerak tuk intropeski diri. Ini juga salah satu cara tuk menghilangkan rasa bosan saat menunggu menu pesanan tiba. Ya, kalau kita terkesan dengan tulisan itu, tentu bisa jadi bahan "perenungan", daripada gelisah karena si mbak restonya belum muncul-muncul tuk nganterin makanan favorit yang sudah kita pesan, padahal perut sudah teriak-teriak..  :)


Berulang kali saya bertandang ke resto ini, tak pernah bosan membaca kata-kata bijak yang terukir di makam seorang Inggris, sekitar 1100 M lalu. (seperti yang yang tertera di bawah tulisan). Wow...sudah lama sekali kata-kata keren itu tercipta.

Ehm, selain bisa menemukan kata-kata bijak, yang saya suka di tempat makan ini, mereka menyediakan menu ikan bakar. Paling bikin saya demen lagi, mereka juga menyediakan ikan patin, favorit saya. Sayur asam dan sambalnyapun sedap, lo. Harganya juga sesuai dengan sajian makanannya, tidak terlalu mahal, tapi juga tidak murah(an).  Resto itu  "MBAK EGA" namanya. 

Sajian makanan ala "MBAK EGA"

Dan  kemarin, saat saya makan malam di tempat ini, saya abadikan kata-kata bijak itu, kebetulan pengunjung sedang sepi, jadi saya rada leluasa mengambil gambarnya, hingga saya publish di blog ini.. 

Lumayan, bisa memperkaya khasana bahasa dan ungkapan. Tsaaah…

Ehm, di resto mana lagi kira-kira ya bisa menemukan untaian kata-kata bijak..?

Keriting, Smoothing, Pangling!


Keriting
Smoothing
  
 


Pangling..???



“Linda...!! Apa kabar? Dari mana, nih?” Sumringah saya menyapa teman lama yang sudah setahun kenal,  ketika pernah  sama-sama bekerja di sebuah Production House. Namun, yang disapa hanya diam dan bengong melihat saya ketika berjumpa di halte busway.  

“Siapa, ya?” Ia membalas sapaan sambil memandang dalam wajah saya sembari berusaha mengingat siapa orang yang ada dihadapannya.


“Loh, udah gak inget lagi ya?”

“Aduh, aku lupa, beneran, deh.”

Glek..!!
            
Itu adalah ucapan kesekian kalinya yang saya terima dari beberapa teman lama ketika tak sengaja berjumpa. Sering saya bertanya pada diri sendiri. Apa yang berubah dari diri saya? Apa saya gemukan? Atau justru kurusan dimata mereka? Atau... apa yang berubah dari penampakan tubuh saya, hingga banyak yang  tak mengenali lagi. 

Nah, baru-baru ini, saya diajak teman kantor bertemu dengan kliennya untuk urusan bisnis. Ternyata eh ternyata, kliennya teman saya ini, adalah seorang wanita cantik, yang sangat saya kenal wajahnya. Namanya Dira. Saya mengenalnya, ketika kami sama-sama bekerja sebagai reporter, yang sering bertemu dilapangan ketika meliput suatu peristiwa, meski kantor tempat kami bekerja berbeda. 

Dalam masa itu, saya dan  Diran sering telpon-telponan atau sms-an tuk saling memberi kabar jika  ada berita menarik yang perlu kami liput. Atau, sekedar janjian tuk ketemuan ketika usai liputan untuk sekedar ngobrol atau makan bareng. Bahkan, meski sudah lama tak pernah bertemu, kami tetap menjalin pertemanan di facebook. Pernah  chatingan, saling  komen-komenan foto,  malah ia  pernah ngajak reunian. 

Dengan jalinan pertemanan yang harmonis itu, tak heran, ketika bertemu dengannya setelah 6 tahun tak bersua, saya langsung histeris melihatnya sambil menepuk akrab bahunya ketika saya diperkenalkan.

 “Hei, kau rupanya Dira, apa kabar..? Kerja disini toh sekarang?” Saya berapi-api menyapanya dan ingin langsung memeluknya. Tapi, apa responnya? Wanita tinggi semampai itu, menyikapi dingin ucapan saya sambil heran melihat aksi sok akrab saya terhadap dia. Ia hanya menimpali ucapan saya dengan memanggil saya “mbak”. Ekpresinya hormat, layaknya baru pertama kali kenal. Saya bengong melihat reaksinya. Oh, rupanya, ia  tak mengenali saya lagi. Padahal, saya sudah sok akrab dan  hati saya bukan main riangnya, karena bisa bertemu lagi dengannya setelah bertahun-tahun tak ada kontak fisik.

Karena pertemuan antara teman saya dan Dira saat itu berlangsung serius, maka saya tak enak kalau terus jor-joran mengingatkan Dira tentang kebersamaan kami dulu. Malah, terlihat sekali kalau ia berpura-pura menggingat saya, dengan bertanya, “Eh, kamu berapa lama sih kerja di *******, kamu gak betah ya kerja disana?”, ia malah menyebutkan media lain yang bukan tempat saya bekerja.  

Duh, karena ini adalah kejadian tuk kesekian kalinya saya tak dikenali oleh teman lama, jadi saya tak begitu terkejut. Cuma, jujur saya malu dan sedih. Saya tak dikenal.  

Ehm, setelah berkali-kali mengalami hal ini, baru saya sadar, sepertinya karena bentuk rambut saya yang berubahlah, akhirnya membuat tampang saya juga ikut berubah total.

“Loh, dulu rambut kamu lurus, kan? Sekarang kok keriting. Aku beneran pangling, lo. Untung aku masih ingat sama tahi lalat dihidung kamu.” Begitulah pengakuan seorang teman, ketika bertemu di suatu acara. Ini masih mending, setidaknya dia masih mengenal wajah saya.

Apakah ketiga foto dibawah ini, wajah saya memang terlihat berbeda-beda..?


Oh la..la..la, sepertinya begitu rajiin ya saya berganti model rambut. Awalnya keriting, lalu berubah jadi lurus berkat smoothing, lalu kembali ke keriting lagi, ternyata membuat orang jadi sulit mengenali jati diri saya. Terutama bagi yang mengenal saya hanya sekali waktu saja. Mungkin wajah saya seperti bunglon ya, hahahha...
 
Ada yang melototin wajah saya dengan serius selama beberapa menit, baru deh mereka ngeh kalau itu adalah saya. Malah, ada juga yang sama sekali tetap tak mengenali saya. Dan ini terjadi berulang-ulang. Ah, mereka tak ingat lagi diri ini. Mereka lupa dengan kebersamaan yang pernah tercipta, pangling dengan wajah saya, hanya gegara model rambut yang "berubah haluan".

Padahal, setiap kali bertemu teman lama, pengen langsung cipika-cipiki rasanya. Tapi, sebelum saya melancarkan aksi itu, semuanya tertahan, ketika menangkap wajah aneh mereka saat memandangi saya, karena tak ingat siapa saya. Sedangkan, saya masih jelas menghafal wajah rupawan mereka.

Keriting dgn make up tipis


Make up total, dgn bulu mata anti debu :)


Baru-baru ini, saat sedang asyik-asyiknya baca novel, tiba-tiba bel dirumah saya berbunyi. 

“Ting tong” ! Saya membuka pintu, ada sosok wanita berjilbab dengan kacamata besar berdiri dihadapannya saya. Dia tersenyum melihat saya, seolah mengenal saya. Tapi, saya tak tau dia siapa? 

 “Cari siapa, mbak..?” saya menyapa ramah. 

Yang ditanya tak menjawab. Ia lantas, mengulurkan tangannya dan menyebut nama saya. Kamu Eka, kan.. Apa kabar, masih ingat saya..?  Hmmm... ini aneh nih. Biasanya orang yang tak mengenal saya. Sekarang saya betul-betul tak tau siapa orang yang sok akrab ini. Saya tatap wajahnya dalam-dalam, sembari menyambut uluran tangannya. Hmm, siapa ya..? Saya mengingat-ngingat. 

Oh, my God, rupanya dia adalah Nunung, teman SMP saya, wajahnya benar-benar berubah sekarang dengan jilbabnya itu. Untunglah, saya cepat mengingatnya, sehingga cairlah suasana pertemuan kami hari itu. 

Ah, sekarang saya baru mengerti, kenapa banyak teman lama yang tak mengenali saya lagi. Rupanya, begitu banyak penampilan kita yang  berganti dari tahun ketahun. Entah itu
gaya busana, bentuk tubuh ataupun rambut, yang mempengaruhi karakter wajah sesorang, yang ujung-ujungnya bikin pangling!
 
ini smoothing yang sdh megar, diatasnya  sdh mulai mengikal :)

Note :
Tulian ini kombinasi antara tulisan pribadi dan beberapa kalimat yang yang sudah di edit oleh redaksi Femina, pada rubrik "gado-gado" femina No. 28, edisi Juli 2014.

Penampakan  tulisan di "gado-gado" femina
Dapet bonus mini book gado-gado

Sbr gambar kartun :
 http://letsread123.blogspot.com/2012_11_01_archive.html