Rela Mencari Sayur Busuk Demi Hijaukan Kampung Rawasari

Kampung Hijau

Baunya anyir. Penampakkannya.... iihh... jorok, seperti sampah berair di dalam tong plastik. Warnanya coklat, diatas airnya mengapung sayur-mayur busuk. Sungguh tak elok dipandang.

Seorang perempuan berusia 61 tahun yang masih nampak gesit itu, menunjukkan pemandangan ‘jorok’ itu kepada saya. Setelah penutup tong dibukanya, secepat kilat pula ia menutupnya kembali. Mungkin ia juga tak kuat melihatnya.

Tak sampai dua detik menutup tong tadi, dengan pedenya ia membuka semacam keran yang menempel di tong, sehingga keluarlah air berwarna coklat bak air comberan itu.

“Nih, (penampakan) airnya,” ujarnya.

Saya meringis manis melihatnya. Untung sedang tidak ngemil makanan, hahahaha...

Ternyata, yang ditunjukkan perempuan itu kepada saya adalah pupuk kompos cair (pupuk kompos ada juga yang padat). Pupuk ini adalah hasil penguraian secara biologis bahan-bahan organik dari sayur-sayuran atau buah busuk.

Meski sudah sering mendengar istilah pupuk kompos sejak saya masih imut dulu, tapi baru kali ini saya melihatnya langsung. Itu karena saya bertandang ke Kampung Rawasari Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta,  jadi ketemu deh sama si kompos, Sabtu pagi itu. Bagi saya yang jarang bercocok tanam ini, melihat penampakan pupuk kompos, sesuatu sekali. 

Jangan Buang-buang Nasi, Gaes!

Saya paling sebal melihat orang yang sering tidak menghabiskan nasi. Kadang disisain sesendok di pinggir piringnya, malah ada yang cuma menyantap setengah piring saja. Trus, yang setengah itu, ya dibuang. Alasannya: sudah kenyang.

Mbok ya, kalau merasa perut sudah agak penuhan sebelum makan besar, ngambil nasinya sedikit-dikit aja toh, biar gak kebuang.

Ada lagi yang beralasan, lauk dalam piringnya udah habis, jadi gak ada rasa atau gak enak kalau makan nasinya doang. Alhasil, nasinya ditinggalin begitu saja. Kasihan atuh ngelihat nasinya.