Nicole Curby, gadis asal Australia yang saat ini satu kantor sama saya, salut sekali dengan ojek online. Dengan adanya transportasi berbasis aplikasi ini ia merasa terbantu. Jumlah drivernya banyak, ongkosnya murah meriah asik, dijemput persis di depan kamar, eh di depan rumah atau kantor, berseliweran di mana mana, khususnya di kota-kota besar macam Jakarta, Surabaya dan Medan.
Hampir 2 tahun ini Nicole menetap di Jakarta, bekerja di sini. Ojek online-lah yang mengantarnya saat pergi ke kantor begitu juga saat pulang.
Kalau tak ada ojek online, Jakarta yang macet tentu akan menyusahkan Nicole. Kebiasaan ini tentu berbeda jauh saat dia berada di kampungnya, Sydney, yang kemana-mana biasanya menggunakan sepeda.
Di sini (Indonesia) ada gojek yang luar biasa, on aplication. Gak ada di Australia, aku senang sekali pakai (ojek online) setiap hari, kemanapun” kata Nicole.
|
Nicole Curby |
Nicole mengaku tak ada kendala, soal bahasa misalnya, dengan driver ojol saat menikmati transportasi daring itu. “Paling ojeknya gak tahu jalan, jadi saya arahkan," katanya.
Ia bercerita, saat sedang dalam perjalanan, driver ojek sering mengajak ngobrol, kadang Nicole tak mendengar pertanyaannya karena suasana lalu lintas yang berisik, sehingga pertanyaan jadi tidak jelas. Tapi, Nicole mengerti dan tahu pertanyaan apa biasanya yang diajukan para driver. Kalau sudah begitu maka Nicole akan menjelaskan seperti ini
:
“Saya Nicole dari Australia, saya dua tahun di Jakarta untuk kerja, kantor saya di Menteng. Iya, ada kangguru di Australia dan saya belum menikah, hahaha"
Kami yang mendengar cerita Nicole tertawa. Jadi apapun pertanyaannya, jika suasana sedang brisik, maka Nicole akan menjawabnya seperti itu.
Nah, ngomongin soal tertawa, Nicole kaget melihat suasana kantor kami, mungkin juga kantor Anda, yang karyawannya boleh tertawa, bercanda, bernyanyi atau tidur-tiduran di meja saat jam kerja. Karena, kata dia, kalau di Australia budaya kantornya selalu hening karena semua orang fokus pada pekerjaannya. Tak boleh tertawa, bernyanyi apalagi tidur-tiduran di meja. Kalaupun bicara, ya seperlunya, dan tidak dengan suara yang keras. So, Jika ada karyawan yang melakukan hal-hal seperti tadi, akan ditegur (semacam etika) jadi para karyawan tak berani melakukannya.
Pada awalnya, dia kaget melihat budaya kantor kami, tapi lama-lama dia menikmatinya, karena kantor jadi terkesan santai. Tapi, soal gosip, sama saja, di Australia juga gosip selalu ada. Biasanya, kata Nicole, para karyawan bergosip saat makan siang, hmmmm..
|
Nicole lagi serius |
Mengamati orang Indonesia, Nicole mengatakan kalau bangsa kita ramah. Yuhu! Selain ramah, ia juga melihat orang Indonesia santai, seperti tidak dikejar waktu. "Saya lihat orang Indonesia kalau berjalan sangat santai (pelan), tidak terburu buru. Padahal Jakarta kota besar kan. Kalau di Australia, kebiasaan di sana, orang berjalan selalu terburu-buru atau cepat,’ ujarnya.
Selain itu, saat berada di jalan atau trotoar, ia juga suka melihat orang, gak tua gak muda, pede sekali berselfi ria. Kata Nicole, di negaranya, kalau sering selfie pasti malu. "Kalau anak-anak, di Australia, gak apa-apa selfie, kalau dewasa, malu, apalagi kalau diupload di media sosial, apalagi kalau berdiri di luar (di jalan) sambil selfie dilihat orang, malu. Kalau di Indonesia tidak, tapi karena itu, aku juga ikut mencoba selfie’ kata Nicole tertawa.
Selain soal selfie, Nicole juga salut dengan kreatifitas masyarakat kita yang relatif sangat cepat mempolulerkan kata-kata gaul dan mempersingkat kata-kata. Misal: Nasi Goreng jadi NASGOR, dll. Karena di kantor kami para karyawan sering memakainya, maka, kata-kata singkatan, seperti: mager, gaptek, jadul, curhat, PW, CLBK, Jojoba, juga sudah dimengerti Nicole. Pun, kata-kata gaul seperti Kepo, ia juga tahu. Di Australia, kata Nicole juga ada bahasa slank-nya (bahasa gaul), tapi, perubahannya (kepopulerannya) tak secepat seperti di Indonesia.
Masih soal kebiasaan kita. Kata Nicole, kalau di Australia, jika ada teman yang berulang tahun, maka orang lainlah yang akan mentraktir orang yang sedang berulang tahun itu. Lah, kalau di sini, yang ulang tahun yang traktir, hihihi.
Nah, kalau soal makanan, rupanya gadis yang berulang tahun 21 Desember ini, banyak menyukai makanan khas Indonesia. Ia suka tempe, gado-gado, ketoprak, nasi goreng, lontong sayur, mie ayam, makanan Manado, dan lain-lain.
Sebelum ke Indonesia, aku 12 tahun vegetarian. Makin lama di Indonesia, aku pengen makan daging, jadi sekarang aku gak vegetarian lagi, karena aku makan bubur ayam, sate, ikan, rendang“ ujarnya.
Meski begitu, Nicole belum pernah mencoba somay, bakso dan pempek, karena makanan tersebut baginya terlihat tidak enak dan mempunyai rasa ikan/daging yang sangat kuat. Itu yang membuatnya tak suka. Bukan bearti Nicole tak suka ikan, tapi ia gak mau kalau ikan tadi diolah jadi penganan atau makanan. Ia mau menyantap, kalau ikannya berbentuk utuh.
Sementara, kalau buah-buahan, ia tak menyukai durian. Tapi buah lain, seperti mangga dan belimbing, ia suka. Menurutnya, mangga di sini rasanya lebih enak di sini daripada di negara asalnya.
Oh ya, Nicole pernah mengajarkan kami bahasa Inggris lho. Ada hari khusus yang kami jadwalkan untuk belajar bersamanya. Karena baru pertama kali mengajar Bahasa Inggris, Nicole mengaku sempat menelpon ibunya, curhat, menceritakan kegugupannya, hihihihi.
|
Saat belajar Bahasa Inggris sama Nicole |
Selama bekerja dan bergaul dengan kami, Nicole gadis yang ramah. Ia membaur dan tak pernah jaim. Banyak yang menyayanginya. Misalnya, jika ada anak kantor yang bawa makanan dari mana gitu, mereka ada yang khusus memberikannya untuk Nicole. Banyak cerita-cerita seru yang kami dapatkan dari Nicole soal Australia, salah satunya, yang saya tuliskan di blog ini.
Namun, cerita seru itu, sepertinya akan jarang kami dapatkan lagi. Karena, Jumat (15/12/2107) adalah hari terakhirnya bekerja di kantor kami. Hikssss..... sedih, ah. Sebagai farewell, ia mentraktir kami makan siang sekantor. Ada nasi kemangi beserta lauk-pauknya, ia sajikan di hari itu. Sebagai kenang-kenangan, kami juga memberinya baju batik. Semoga kamu suka ya, Nic.
|
Saat farewell, Nicole dapat kenang-kenangan baju batik |
|
Bersama sohib kental di kantor |
Saat pulang kampung pada 22 Des 2017 nanti, Nicole mengaku belum ada rencana ia akan bekerja di mana. Ia akan menikmati Natal dulu bersama keluarga. Meski begitu, Ia berharap, bisa bekerja di radio yang ada di negara kangguru itu. Pengalamannya sebagai reporter radio sekaligus editor program di Indonesia, masih memikat hatinya untuk melanjutkannya di sana.
Waktu ngobrol bersamanya di hari-hari terakhirnya, saya baru tahu kalau ia ternyata seorang Sejarawan. Ia pernah kerja di Melbourne sebagai sejarawan. Rupanya, ia memang kuliah di jurusan sejarah, di University of Sydney, lulusan 2009. Nah, kalau saya gak ngobrol, gak bakal tahu! Pantesan, dulu waktu ngobrol di pantry, Nicole sempat menjelaskan soal Suku Aborigin yang ada di Australia, lengkap dengan petanya. Rupanya itu memang bidangnya dia. Keren, Nic!
Semoga saya kembali ke sini tahun depan. Kangen sama makanan Indonesia. Tapi, Saya gak mau kangen sama macetnya, untunglah ada ojek online, jadi semua lancar,’ kata Nicole senang.
Sampai jumpa lagi, Nic! We love You!
|
Foto bareng di farewell Nicole |
Kalau tadi kisah teman dari Australia, bagaimana cerita teman kantor saya yang berasal dari Jerman? Apa katanya tentang Iwan Fals dan Raisa? Dan apa saja hal menarik di Jerman? Sila baca kisahnya di
Tobi dan Jerman.