Masjidnya Satu, Berkahnya Rame-rame



Berkah Mengaji

Nur Bintang Ismail (4 tahun) tampak paling lincah sore itu diantara teman-teman sebayanya. Baru saja kelar belajar mengaji bersama ustadzah pembimbingnya, Muthi’ah (20), ia langsung bermain bersama teman-teman sepengajiannya. Sementara, murid-murid lainnya menunggu giliran antrian mengaji.  



Ismail (belakang) bermain di sela sela belajar mengaji

Tak lama, Ismail--panggilan akrabnya--dipanggil ibunya. Ia disuruh mewarnai huruf-huruf Al Quran di buku gambar dengan pensil pewarna yang sudah disiapkan. Ismail kecil mulai mewarnai sambil tengkurap di lantai. Sang ibu yang sedari tadi menemaninya, ikut mengarahkan agar gambarnya bagus. Riuh rendah sore itu karena suara-suara bocah kecil yang belajar mengaji, tak membuat Ismail terganggu.

Nicole, Gadis Australia yang 'Takjub' dengan Ojek Online, Selfie dan Bahasa Gaul

Nicole Curby, gadis asal Australia yang saat ini satu kantor sama saya, salut sekali dengan ojek online. Dengan adanya transportasi berbasis aplikasi ini ia merasa terbantu. Jumlah drivernya banyak, ongkosnya murah meriah asik, dijemput persis di depan kamar, eh di depan rumah atau kantor, berseliweran di mana mana, khususnya di kota-kota besar macam Jakarta, Surabaya dan Medan.

Hampir 2 tahun ini Nicole menetap di Jakarta, bekerja di sini. Ojek online-lah yang mengantarnya saat pergi ke kantor begitu juga saat pulang.

Kalau tak ada ojek online, Jakarta yang macet tentu akan menyusahkan Nicole. Kebiasaan ini tentu berbeda jauh saat dia berada di kampungnya, Sydney, yang kemana-mana biasanya menggunakan sepeda.

Di sini (Indonesia) ada gojek yang luar biasa, on aplication. Gak ada di Australia, aku senang sekali pakai (ojek online) setiap hari, kemanapun” kata Nicole.

Nicole Curby

Nicole mengaku tak ada kendala, soal bahasa misalnya, dengan driver ojol saat menikmati transportasi daring itu. “Paling ojeknya gak tahu jalan, jadi saya arahkan," katanya.

Ia bercerita, saat sedang dalam perjalanan, driver ojek sering mengajak ngobrol, kadang Nicole tak mendengar pertanyaannya karena suasana lalu lintas yang berisik, sehingga pertanyaan jadi tidak jelas. Tapi, Nicole mengerti dan tahu pertanyaan apa biasanya yang diajukan para driver. Kalau sudah begitu maka Nicole akan menjelaskan seperti ini:

 “Saya Nicole dari Australia, saya dua tahun di Jakarta untuk kerja, kantor saya di Menteng. Iya, ada kangguru di Australia dan saya belum menikah, hahaha"

Kami yang mendengar cerita Nicole tertawa. Jadi apapun pertanyaannya, jika suasana sedang brisik, maka Nicole akan menjawabnya seperti itu.

Nah, ngomongin soal tertawa, Nicole kaget melihat suasana kantor kami, mungkin juga kantor Anda, yang karyawannya boleh tertawa, bercanda, bernyanyi atau tidur-tiduran di meja saat jam kerja. Karena, kata dia, kalau di Australia budaya kantornya selalu hening karena semua orang fokus pada pekerjaannya. Tak boleh tertawa, bernyanyi apalagi tidur-tiduran di meja. Kalaupun bicara, ya seperlunya, dan tidak dengan suara yang keras. So, Jika ada karyawan yang melakukan hal-hal seperti tadi, akan ditegur (semacam etika) jadi para karyawan tak berani melakukannya.

Pada awalnya, dia kaget melihat budaya kantor kami, tapi lama-lama dia menikmatinya, karena kantor jadi terkesan santai. Tapi, soal gosip, sama saja, di Australia juga gosip selalu ada. Biasanya, kata Nicole, para karyawan bergosip saat makan siang, hmmmm..


Nicole lagi serius
Mengamati orang Indonesia, Nicole mengatakan kalau bangsa kita ramah. Yuhu! Selain ramah, ia juga melihat orang Indonesia santai, seperti tidak dikejar waktu. "Saya lihat orang Indonesia kalau berjalan sangat santai (pelan), tidak terburu buru. Padahal Jakarta kota besar kan. Kalau di Australia, kebiasaan di sana, orang berjalan selalu terburu-buru atau cepat,’ ujarnya.

Selain itu, saat berada di jalan atau trotoar, ia juga suka melihat orang, gak tua gak muda, pede sekali berselfi ria. Kata Nicole, di negaranya, kalau sering selfie pasti malu. "Kalau anak-anak, di Australia, gak apa-apa selfie, kalau dewasa, malu, apalagi kalau diupload di media sosial, apalagi kalau berdiri di luar (di jalan) sambil selfie dilihat orang, malu. Kalau di Indonesia tidak, tapi karena itu, aku juga ikut mencoba selfie’ kata Nicole tertawa.

Selain soal selfie, Nicole juga salut dengan kreatifitas masyarakat kita yang relatif sangat cepat mempolulerkan kata-kata gaul dan mempersingkat kata-kata. Misal: Nasi Goreng jadi NASGOR, dll. Karena di kantor kami para karyawan sering memakainya, maka, kata-kata singkatan, seperti: mager, gaptek, jadul, curhat, PW, CLBK, Jojoba, juga sudah dimengerti Nicole. Pun, kata-kata gaul seperti Kepo, ia juga tahu. Di Australia, kata Nicole juga ada bahasa slank-nya (bahasa gaul), tapi, perubahannya (kepopulerannya) tak secepat seperti di Indonesia.

Masih soal kebiasaan kita. Kata Nicole, kalau di Australia, jika ada teman yang berulang tahun, maka orang lainlah yang akan mentraktir orang yang sedang berulang tahun itu. Lah, kalau di sini, yang ulang tahun yang traktir, hihihi.
Nah, kalau soal makanan, rupanya gadis yang berulang tahun 21 Desember ini, banyak menyukai makanan khas Indonesia. Ia suka tempe, gado-gado, ketoprak, nasi goreng, lontong sayur, mie ayam, makanan Manado, dan lain-lain.
Sebelum ke Indonesia, aku 12 tahun vegetarian. Makin lama di Indonesia, aku pengen makan daging, jadi sekarang aku gak vegetarian lagi, karena aku makan bubur ayam, sate, ikan, rendang“ ujarnya.

Meski begitu, Nicole belum pernah mencoba somay, bakso dan pempek, karena makanan tersebut baginya terlihat tidak enak dan mempunyai rasa ikan/daging yang sangat kuat. Itu yang membuatnya tak suka. Bukan bearti Nicole tak suka ikan, tapi ia gak mau kalau ikan tadi diolah jadi penganan atau makanan. Ia mau menyantap, kalau ikannya berbentuk utuh.

Sementara, kalau buah-buahan, ia tak menyukai durian. Tapi buah lain, seperti mangga dan belimbing, ia suka. Menurutnya, mangga di sini rasanya lebih enak di sini daripada di negara asalnya.

Oh ya, Nicole pernah mengajarkan kami bahasa Inggris lho. Ada hari khusus yang kami jadwalkan untuk belajar bersamanya. Karena baru pertama kali mengajar Bahasa Inggris, Nicole mengaku sempat menelpon ibunya, curhat, menceritakan kegugupannya, hihihihi.

Saat belajar Bahasa Inggris sama Nicole


Selama bekerja dan bergaul dengan kami, Nicole gadis yang ramah. Ia membaur dan tak pernah jaim. Banyak yang menyayanginya. Misalnya, jika ada anak kantor yang bawa makanan dari mana gitu, mereka ada yang khusus memberikannya untuk Nicole. Banyak cerita-cerita seru yang kami dapatkan dari Nicole soal Australia, salah satunya, yang saya tuliskan di blog ini.

Namun, cerita seru itu, sepertinya akan jarang kami dapatkan lagi. Karena, Jumat (15/12/2107) adalah hari terakhirnya bekerja di kantor kami. Hikssss..... sedih, ah. Sebagai farewell, ia mentraktir kami makan siang sekantor. Ada nasi kemangi beserta lauk-pauknya, ia sajikan di hari itu. Sebagai kenang-kenangan, kami juga memberinya baju batik. Semoga kamu suka ya, Nic.

Saat farewell, Nicole dapat kenang-kenangan baju batik
Bersama sohib kental di kantor

Saat pulang kampung pada 22 Des 2017 nanti, Nicole mengaku belum ada rencana ia akan bekerja di mana. Ia akan menikmati Natal dulu bersama keluarga. Meski begitu, Ia berharap, bisa bekerja di radio yang ada di negara kangguru itu. Pengalamannya sebagai reporter radio sekaligus editor program di Indonesia, masih memikat hatinya untuk melanjutkannya di sana.

Waktu ngobrol bersamanya di hari-hari terakhirnya, saya baru tahu kalau ia ternyata seorang Sejarawan. Ia pernah kerja di Melbourne sebagai sejarawan. Rupanya, ia memang kuliah di jurusan sejarah, di University of Sydney, lulusan 2009. Nah, kalau saya gak ngobrol, gak bakal tahu! Pantesan, dulu waktu ngobrol di pantry, Nicole sempat menjelaskan soal Suku Aborigin yang ada di Australia, lengkap dengan petanya. Rupanya itu memang bidangnya dia. Keren, Nic!
Semoga saya kembali ke sini tahun depan. Kangen sama makanan Indonesia. Tapi, Saya gak mau kangen sama macetnya, untunglah ada ojek online, jadi semua lancar,’ kata Nicole senang.

Sampai jumpa lagi, Nic! We love You!

Foto bareng di farewell Nicole

Kalau tadi kisah teman dari Australia, bagaimana cerita teman kantor saya yang berasal dari Jerman? Apa katanya tentang Iwan Fals dan Raisa? Dan apa saja hal menarik di Jerman? Sila baca kisahnya di Tobi dan Jerman.

Alergi Minuman Dingin


Kenapa sih, yang enak-enak kok dilarang. Kenapa juga sih yang nikmat-nikmat tapi harus saya tolak. Hiksss. Kalau saya nekad, maka badan saya akan meriang manja. Gejalanya muncul, hanya beberapa jam setelah melanggarnya. Itu karena saya menderita alergi minuman dan makanan dingin. 



Kalau minum es, entah itu es bungkus, es campur atau jenis es-es lainnya, tenggorokan langsung terasa panas dan lecet. Kalau saya masih bandel melanjutkan mengkonsumsinya, maka, gak usah nunggu keesokan harinya, malam itu juga badan saya akan demam, lesu, manja, dan kalau parah, akan sakit kalau menelan. Komplit sekali bukan?

Eh sedihnya, semakin ke sini, efek dari minum es berlebihan, ternyata sudah merambah ke penyakit lain lagi. Batuk! Yup, saya akan teruhuk-uhuk berhari-hari jika minuman tersebut telah bereaksi dalam tubuh saya. Duh, bertambahlah penderitaan. Namun, kalau lagi kepengen, ya saya cicipi juga. Tapi, hanya sedikiiiit saja. Misalnya, ngiler ngeliat teman memesan es kopi, dengan tetesan embun dingin yang meleleh di gelasnya....oh... terpaksa... saya cicipilah seteguk dua teguk pakai sedotan plastik, hehehe. 

Atau, jika saya memesan jus, maka saya akan wanti-wanti kepada si abang pembuat jusnya, agar bongkahan batu es nya, sedikiiittt saja dicemplungin ke dalam adonan jus. Kalau gak…wah…sama aja saya menyedot es secara total. Intinya, asal ada rasa dingin aja, itu sudah cukup. Kalau dingiiiin sekali, bisa kalang kabut, karena sudah paham sekali dengen efek sampingnya.

Namun, semakin usia bertambah, meski hanya seteguk dua teguk saya menikmatinya, maka gejalanya akan kambuh. Dulu tak begitu lho, kalau masih 1-2 teguk minum dingin, tubuh saya masih bisa bertahan. Oh, usia tak bisa boong, ya :D

Saya mengalami hal ini sejak kecil. Kata dokter, saya menderita radang tenggorokan. Dokter yang lain lagi, bilang, saya punya amandel, tapi kecil.  Hampir saja lho saya operasi amandel. Pas diperiksa, kata dokter amandelnya kecil sekali, dan bisa hilang tanpa operasi. Selain ke dokter, pengobatan non medis pun saya lakoni. Ibu saya mengajak ke tabib, namun tak ada hasil. Lalu ke pengobatan tradisional lainnya, dianjurkan, saya harus minum air perasan nanas muda, dan lain lain. Namun, penyakit itu tak kunjung sembuh jua.  

Ketika saya sudah dewasa, dan mempelajari kondisi plus gejolak tubuh saat minum dingin, barulah saya sadar, kalau saya menderita alergi minuman dingin, BUKAN radang tenggorokan ataupun amandel. Yang namanya alergi, tentulah tak ada kata sembuh, karena ini sudah bawaan tubuh. Yang harus dilakukan adalah menghindari faktor pencetus si alergi tadi. Ya, si minuman dingin itu. 

Di IG, cuma bisa foto es-nya orang, tapi gak bisa ngonyelnya :((

Meski sudah menghindari, ada kalanya saya tergoda juga melihat yang dingin-dingin. Dan selanjutnya, bisa diduga. Awalnya demam, flu, batuk ringan, lama-kelamaan jadi batuk berdahak berminggu-minggu. Sudah berobat ke beberapa dokter, eh tak kunjung sembuh. Padahal, resep obat yang diberi bukanlah obat generik, tapi obat yang mahal.

Setelah berobat ke dokter specialis paru di rumah sakit yang ada di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, dan diberi obat paten, barulah sembuh. Sampai sekarang, kalau batuk kambuh sampai berminggu minggu, saya gak bisa sembuh kalau tak mengkonsumsi obat dari dokter specialis paru tadi. Dan saya harus perginya ya ke rumah sakit yang sama. Karena, kalau beda RS dengan dokter yang beda pula, takutnya resep yang diberikan belum tentu semujur dokter di RS tadi. Repot sekali ya.

Nah, ada kalanya juga nih, saat kambuh dan berobat ke RS tersebut, dokter yang saya cari sedang tidak praktek. Walhasil, ya ketemu sama dokter umum atau dokter yang sedang bertugas. Saya pun mengakalinya. “Dok, saya hanya bisa sembuh jika mengkonsumsi obat paten dari Dokter Paru yang ada di RS ini juga,” itu yang saya ucapkan saat bertemu dokter umum. Untunglah data saya terarsip di sana. Jadi, dokternya tinggal membuka file saya, dan tertera obat apa saja yang diresepkan oleh dokter paru. Untungnya, dokter umum tersebut mau memberikannya. Meski begitu, uang yang dikeluarkan tentulah tak sedikit.

Nah, sekarang, karena rajin browsing syantik sambil tiduran manja, dan baca-baca artikel tentang alergi, saya menemukan obat anti alergi yang mengandung antihistamin. Murah meriah cucok. CITIRIZINE namanya. Yang punya alergi, mungkin sudah mengenal obat ini. Tapi, saya baru tahuuuuuuuuu!!!


CITIRIZINE

Meski murah (karena obat generik), rupanya obat ini cukup mempan di tubuh saya. Ketika gejala batuk dan demam tiba karena mengkonsumsi sedikit minuman dingin, sedikiiiitttt lho ya, saya langsung terjang dengan obat ini plus obat batuk cair yang khusus untuk alergi. Tapi, kata apotekernya, minumnya harus dikasih jeda, karena dua obat ini sama-sama mengandung antihistamin.

Alhamdullilah, kali ini yang kedua kalinya saya mengalami gejala batuk dan demam karena minum minuman dingin, dengan obat ini saya bisa pulih, tak perlu ke dokter spesial paru lagi dan ATM saya aman. Terima kasih Tuhan, sudah mengenalkan saya dengan Citirizine. 


Si Obat manja

Btw, selain Citirizine, adapula obat yang paten, namanya Incidal. Harganya sekitar 30 ribuan satu keping. Obat batuk lainnya untuk alergi ada pula Paratusin. Terserah pilihan Anda, mana yang cocok. Kalau saya sih cocok dengan Paratusin ini, harganya kurang lebih sama dengan Incidal.
 
Incidal dan Paratusin

Tapi, ada hikmahnya dengan alergi yang saya alami. Karena, tahu dong ya dengan efek negatif es, terutama sama bongkahan batu es. Apalagi  kalau kita belinya di luaran yang belum terjamin kebersihannya. Mana ngerti kita proses pembuatannya menggunakan pakai air masak atau tidak. Trus pake air sungai atau sumur, atau air....??? iih... Belum lagi, kalau airnya diberi kaporit (pemutih) misalnya, kalau terminum, tentu itu akan berpengaruh terhadap kesehatan.

Nah, kalau Anda, punya alergi apa?