Menikmati Garden Party dan Kota Solo Di Penghujung 2015


Saya baru tiba di Jakarta dari Solo, Senin (28/12/2015). Cuma 4 hari 3 malam sih main ke sana. Ada temen kantor saya yang nikahan, jadi sekalian jalan-jalanlah ke Solo. Teman saya yang menikah dengan konsep garden party ini, beberapa kali sering saya tulis kisahnya di blog ini. Nama lengkapnya Wydia Angga, panggilannya Angga. Tapi, dalam blog ini saya sering menulis namanya dengan: Wiwid atau Angga, atau suka-suka saya deh nyebutnya, wkwkwkw. Salah satu artikel yang saya tulis tentang Wiwid dan keluarganya ada di http://ekafikry.blogspot.co.id/2015/05/three-in-one.html

Happy Wedding  Wiwid & Tius.

Wiwid, menikah Minggu, 27 Des 2015, di Graha Setyowati, Sukoharjo, Solo, setelah paginya dilakukan pemberkatan di Gereja. Dia memang wong Solo, tinggal di Solo, keluarganya juga masih menetap di Solo. Cuma doi merantau dan kerja di Jakarta, maka ketemulah dengan saya karena satu kantor, hehehhe. Saya dan Wiwid, satu angkatan ketika masuk ke perusahaan tempat kami mengais rezeki ini.  Hampir 6 tahun kami berteman dan merasakan asam, manis, pahit kehidupan. Baik kehidupan pribadi maupun kehidupan kantor, hihihi... Makanya, kalau saya gak hadir ke pesta pernikahannya, ntar dibilang pengkhianat, durhaka, atau temen macam apa akoohh ..?



Nah, laki-laki yang berhasil menarik hatinya adalah Tius. Kenalnya sih, karena sekantor juga. Kang Mas Tius bekerja di bagian HRD, MbakYu Wiwid di bagian redaksi, sama kayak saya. Nah, karena Wiwid sering main ke HRD, suka nanya-nanyain soal slip gaji, nanyain jatah duit kesehatan, dsb, jadi akrab deh sama mas Tius. Trus, karena mata mereka sering beradu pandang, jadi  saling jatuh cinta gitu deh, hehehe...

Tapi sekarang, Tius sudah  resign dari kantor kami, dan bekerja menjadi guru di salah satu  SMU terkenal dan elit di Jakarta. Tapi, meski kantornya sekarang sudah rada jauh,  tapi kang Tius,  tetap memilih  ngekost di dekat area kantor kami juga, karena dia gak mau jauh-jauh dari Wiwid kali ye. Biar hemat ongkos kalau mau ngapel atau kencan. Biasa, ini mah emang modus cowok banget...hahhaha

Nah, karena pernikahannya garden party dan malam hari, jadi beberapa objek cantik di Graha Setyowati ini, tak nampak jelas di kamera handphone saya (tapi gak tau kalau di kamera mahal ya, heheh), karena suasananya remang-remang syahdu gitu. Rencananya sih, mau datang lebih awal, di bawah jam 6 sore gitu, supaya bisa foto-foto cantik di beberapa spot, di pinggir kolam salah satunya. Cuma apalah daya, karena kelamaan di salon buat make up, jadi molor deh nyampe di TKP. Untunglah, ada Neng Dyta, yang datangnya lebih duluan dan berhasil mengabadikan pelaminan saat masih sore. Jadi suasana backgroundnya yang cantiknya masih terlihat jelas.

Suasana party saat sore, hasil jepretan Dyta.
Dyta ini, dulunya teman sekantor saya dan Wiwid. Waktu kita masih sekantor, sering banget menghabiskan waktu atau kumpul bareng. Temen satu geng gitu ceritanya, hahahaha....

Selain Dyta, ada juga Franto, Oci, dan Don, mantan teman sekantor yang juga datang. Don, kebetulan  didapuk jadi MC di malam itu. Ada pula Sherly, temen Wiwid masa kuliah, yang satu hotel sama saya dan Oci, jadi kita barengan menuju ke tempat pernikahan Wiwid.


Saat tiba di lokasi pesta, terlihat beberapa meja makan yang dihiasi dengan pernak-perniknya. Ada patung wayang misalnya, berdiri di tengah hidangan meja. Area untuk tamu yang ingin foto booth pun disediakan. Pada dinding booth, ada foto pre wedding sang pengantin. Ada pula miniatur sepeda dan sangkar burung putih. Sayangnya, karena malam, pencahayaan di area foto booth jadi tidak maksimal. Berkali-kali saya berfoto, hasilnya gelap atau temaram :(( Di bawah ini gambar foto boothnya..



Sementara itu, beberapa tamu undangan mencari spot masing-masing yang mereka anggap asik. Paling banyak sih berkumpul di area pinggir kolam sambil menikmati kilau air kolam yang tertimpa sinar lampu.  

Di tengah acara, selain ada keseruan lempar bunga, ada pula pelepasan balon-balon putih ke angkasa oleh sang pengantin. Ealah, pas tali balon dilepaskan, balonnya bukannya terbang  ke udara, malah nyangkut di pohon kelapa, ihihihhi.. Yang melihat pun tertawa. Ya gak papa, mungkin balonnya masih betah berdekatan sama pengantin, hehehe....

Searah jarum jam: Franto, Dyta, Oci, Tius, Wiwid, Saya, Don.

Asik deh datang ke pernikahan dengan suasana garden party gitu. Untunglah gak hujan. Cuaca bagus bingit. Tamu banyak yang datang. Selama pesta berlangsung, sesekali saya melipir ke arah kolam, mencari spot untuk selfie, ternyata hasilnya gelap semuah, hihihi. Tapi gak papa, yang penting bisa melihat Jeng Wiwid bersanding dengan Tius di pelaminan. Selain itu,  saya pun bisa bertemu dengan orang tua Wiwid dan adik-adiknya, Rosita dan Deby.

Semoga Langgeng dan bahagia ya pernikahan kalian, wahai Tius dan Wiwid.

Wiwid, bersama keluarganya.


***********

Untuk kedua kalinya saya ke Solo sejak 9 tahun lalu. Lama ya....hahahha.. Waktu itu,  datang ke Solo dari Jakarta dalam rangka liputan alias kerja. Jadi biaya akomodasi dan transportasi gratis semuaaah, ditanggung kantor. Dan, kali ini kunjungan kedua ke Solo, biaya sendiri, hihihi. Kerasa juga ya, kerasa serunya gitu, wkwkwkw....

Tahun 2006 lalu, Bandara Adi Sumarmo masih satu lantai dan kecil. Sekarang...hmm....sudah dua lantai dan bertaraf internasional pula. Kaget juga euy melihat penampakannya yang bling-bling cetar pas turun dari pesawat di malam hari. Terlihat mewah. 

Ternyata juga, setelah sedikit banyak menelusuri kota Solo, lumayan luas juga ya untuk ukuran kota atau kotamadya, yang masih berada di bawah provinsi Jawa Tengah itu. Dulu, kayaknya kecil. Ternyata baru ngeh,  waktu liputan dulu, saya gak terlalu muter-muterin Solo. Langsung ke TKP, hanya jalan-jalan dikit (ke Pasar Klewer yang belum terbakar, Keraton dan Sungai Bengawan Solo) trus pulang. Soalnya, misinya saat itu adalah kerja, bukan jalan-jalan.


Nah, kali ini kedatangan saya ke Solo, selain untuk ke nikahan Wiwid, ya untuk jalan-jalan. Karena jalan-jalan itulah, makanya, bagi saya kota ini ya termasuk lumayan luas. Tapi, jangan dibandingin dengan Jakarta dong luasnya, ya Solo tentu kalah.. :)

Kota Solo (foto dari sini)


Dua hari di Solo, saya baru merasakan, kalau Kota Solo minim transportasi umum/angkot dan hampir gak ada yang namanya ojek, kecuali di terminal. Kalaupun ada mikrolet, lama nunggunya dan kondisinya sudah aduhai aduh..duh..duh...Begitu juga dengan Solo Batik Trans (seperti Trans Jakarta gitu), lama juga menunggunya, dan tak semua kawasan dilalui bus ini.

Tapi, Solo bertabur taxi dan becak.... uhuy..senangnya ngerasain naik becak lagi, setelah sekian lama tidak.. Dan kalau naik taxi, tarifnya minimal 25 ribu. Jadi, biarpun argonya tertera 12 ribuan, kita kudu tetep bayar 25 rebong Tapi, kalau tujuan ke bandara, taxinya langsung mematok harga 80 ribuan, karena taxinya kena cash juga di bandara, makanya biayanya mahal. Begitu sih kalau dari penjelasan sopir taxinya.

Ada 6 perusahaan atau merk taxi di Solo. Satu perusahaan bisa punya 100-400 armada, lho. Gak heran kalau taxi bertaburan di kota Surakarta ini. Oh ya, taxi di kota ini, modelnya Avanza semua alias gede-gede. Walau masih ada juga sih taxi yang berbentuk sedan. Nah, kalau di Jakarta, baru-baru ini saja bermunculan taxi Avanza, tapi kalau di Solo, sudah lama, tepatnya sejak jaman Pak Jokowi menjadi Walikota. 

Trus...selain bertabur taxi, Solo juga bertabur hotel. Jumlahnya ada kali sekitar 80an. Kalau Solo kota kecil, ya gak mungkin punya hotel sebanyak itu.
Dari hotel/penginapan murah, standar, hingga berbintang kejora, bisa ditemui. Ini juga menandakan bahwa pembangunan Solo berkembang pesat. Saat ke sana, saya mendapat informasi semua hotel di Solo, rata-rata penuh. Maklum, lagi musim liburan, untunglah hotel tempat saya menginap sudah di booking duluan. Ini juga menunjukkan bahwa kota ini sudah berhasil menarik perhatian wisatawan asing maupun domestik untuk berkunjung.

Dan di kota ini, tak heran juga ya kalau bertaburan kampung batik, museum batik dan gerai/outlet batik-batik yang asli, murah meriah cantik...:)) Ada  batik SOGA, Krisna dan Omah Laweyan yang terkenal ituh, hehehe.  

Kalau kulinernya, saya baru sempat mampir ke Pasar Gading, makan soto gading  yang terkenal di sana. Sedangkan, mencicipi bakso Alex yang juga terkenal di Solo, belum tercapai. Trus, waktu pulang dari pesta nikahan Wiwid, kita sempat nongkrong ke Cafe Tiga Tjeret yang ada di Jl. Ronggowarsito no. 97, Ngarsopuro. Udah deh, itu doang wisata kulinernya. Selebihnya, cari makan di dekat-dekat area Hotel Grand Orchid dan Hotel Zaen Syariah, tempat saya menginap, hehehe... 





Tapi, kalau ke Keraton Kasunan Surakarta dan Pasar Klewer, ya wajib dikunjungi, meski saya sudah pernah  kesana sebelumnya. Btw, Pasar Klewer yang saya kunjungi dekat keraton, owalah kok sekarang kecil, ya.  Beruntunglah saya sempet mencicipi Pasar Klewer yang belum terbakar, 9 tahun lalu, jadi tahu betapa luasnya pasar ini, dua tingkat ya atau 3 tingkat malah dulunya..:)) 




Ehmmm, masih pengen sih saya ke Solo lagi, trus lanjut ke Jogya dengan kereta Prameks, keinginan yang belum tercapai. Mungkin tahun depan kali ye, semoga kecapaian. Amin....




Sisihkan Sedikit Empati Anda di Bulan Dana PMI 2015/2016

Januari tahun lalu, saat melintas di wilayah terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, saya disuguhi dengan pemandangan yang tak biasa. Ratusan orang berteduh dan  beraktifitas di bawah jembatan fly over. Ada yang tidur, memasak, ngobrol sambil menyusui anak, ada pula yang santai duduk bersandar sambil menjaga barangnya.  Anak-anak pun bermain di dekat jembatan.

Pengungsi di bawah Fly Over , Kampung  Melayu, JakTim

Ya, warga yang berada disekitar Kampung Melayu, atau tepatnya Kampung Pulo, waktu itu rumah mereka dilanda banjir. Maka, mau tak mau harus mengungsi. Ada yang mengungsi di sekolah, gedung, mushola, menumpang ke rumah saudaranya di daerah lain yang tidak kebanjiran, dan ada pula yang merasakan betapa tak nyamannya “ngetem” di bawah jembatan. Tapi, Mereka tak punya pilihan. Hal ini pun bukan pertama kali terjadi. 
 


Untunglah banyak bantuan datang dari segala penjuru. Dari Basarnas, Pemprov DKI Jakarta, LSM, warga, dan PMI (Palang Merah Indonesia). Urusan logistik, seperti makanan, selimut, obat-obatan dan sebagainya akhirnya bisa dinikmati warga. Begitupun bantuan berupa uang dan sumbangan lainnya.

PMI misalnya, mendistribusikan ribuan porsi sarapan pagi berupa roti manis dan bubur kacang hijau, di beberapa wilayah Jakarta yang tengah mengalami banjir. Tak hanya di Kampung Pulo, tapi juga di Kelurahan Kebon Manggis, Kampung Melayu, Bidara Cina, Cawang, Cililitan dan lain-lain. 

PMI, tak hanya membantu saat terjadi banjir saja, tapi saat kebakaran menghanguskan  beberapa wilayah Jakarta, PMI pun ikut menyumbang selimut, tikar, baju, makanan dan lain lain. Tau sendiri kan, hampir tiap hari, biasanya di daerah Jakarta yang padat, ada saja terjadi kebakaran. Entah itu disebabkan karena kelalaian warga, atau  konsleting listrik.

Baru-baru ini, misalnya, kebakaran hebat melanda kawasan padat penduduk di Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan.  71 rumah yang dihuni 400 jiwa pun hangus terbakar. PMI pun bersigap memberikan bantuan berupa tenda dan makanan. 

Ilustrasi kebakaran
Untuk warga atau anak kecil yang trauma akibat kebakaran atau banjir,  PMI juga memberikan pelayanan dukungan psikososial, untuk memulihkan keceriaan sang buah hati. Selain itu, PMI pun ikut bergerak membantu warga dengan pelayanan kesehatan, ambulans dan juga bantuan dapur umum di lapangan saat bencana.  

Nah, jika selama ini Anda hanya tau bahwa PMI cuma berhubungan dengan urusan donor darah semata, ternyata lebih dari itu. PMI, tak sekedar DONOR DARAH, tapi juga mencari DONOR DANA. Mencari Anda yang ingin berbagi empati.



So, kalau dengan mendonasikan darah satu kantung saja per orang, dikalikan dengan berapa banyak orang yang berdonor darah, maka itu sudah bisa membantu penyembuhan banyak orang. Begitupun dengan donor dana yang Anda salurkan, bisa membuat saudara kita yang tengah nelangsa akibat musibah yang mereka alami, tersenyum.



Musibah, tentu tak hanya terjadi di Jakarta saja. Saat ini misalnya, tiga kecamatan di Kabupaten Aceh Barat terisolir akibat banjir, bahkan ada warga yang meninggal karena hal ini. Begitu pun di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, puluhan rumah terendam air akibat jebolnya tanggul Sungai Reja di dua lokasi, awal Desember ini. Ada pula musibah tanah longsor di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat dan di Cilacap, Jawa Tengah. Mereka semua membutuhkan bantuan. 


Ilustrasi longsor

Untuk itu, saatnya kita sisihkan sedikit empati pada mereka. 
Ayo peduli bantu sesama.

Begitu banyak arah donor dana yang bisa Anda tunjukkan untuk warga yang terkena musibah melalui PMI di Bulan Dana PMI 2015/2016.

   
       

 Yuk, sisihkan sedikit rezeki Anda, dengan mengirimkan donasi ke : 

-Bank BCA Kantor Cabang Utama Thamrin, 
Nomor Rekening: 206-38-1794-5
 atas nama PMI DKI JAKARTA Panitia Bulan Dana PMI Provinsi DKI Jakarta. 

-Bank MANDIRI Kantor Cabang Kramat Raya, 

Nomor Rekening: 123-00-17091945
 atas nama PMI DKI JAKARTA Panitia Bulan Dana PMI Provinsi DKI Jakarta.

-Bank DKI Kantor Cabang Utama Juanda

 Nomor Rekening: 101-03-17094-7 
atas nama PMI DKI JAKARTA Panitia Bulan Dana PMI Provinsi DKI Jakarta. 


Yang namanya bencana....., memang tak bisa diprediksi. Kapan dan di mana akan terjadi?  Namun, itu tak berarti menyurutkan langkah untuk menebar empati dan bantuan kepada warga yang terkena musibah.

Lima Ribu Rupiah Bantuan Anda,
Sejuta Rasa Bagi yang Membutuhkan. 


http://citizen6.liputan6.com/read/2356908/yuk-ikut-lomba-blog-bulan-dana-pmi-berhadiah-total-rp-15-juta



Sumber  tulisan dan foto:
-news.liputan6 (dot)com
-tribun(dot)com
-beritasatu(dot)com
-jaringnews(dot)com
-kbr(dot)id
-news.okezone(dot)com
-tempo(dot)co
-lensaindonesia(dot)com 

"Selfie Stories" Hikmah Sebuah Perjuangan



"Selfie Stories" mejeng di Gramedia Plaza Semanggi, Jakarta.

Banyak kisah dibalik foto selfie atau wefie. Jika kita melihat foto wefie sekumpulan anak muda yang memakai toga saat hari wisudanya, itu bukan sekedar foto kemenangan dan kegembiraan semata. Tapi ada perjuangan dibaliknya yang membuat ia bisa meraih gelar sarjana.

Ada pula yang saat kecil bercita cita ingin menjelajah dunia, kini hal itu tercapai karena sesuatu hal. Dan hasil pencapaian itu diabadikan melalui selfie berlatar belakang land mark kota-kota keren yang ada di dunia.

Masih banyak lagi kisah-kisah di balik selfie. Tak sekedar hanya berjuang untuk mencapai  keinginan melalui foto selfie, tapi juga banyak cerita yang menginspirasi.

So, selfi tak hanya sekedar ajang narsis dan gaya-gayaan saja. Tapi tersirat kenangan di dalamnya. Misalnya, jika kita sedang berada di New York atau di Mesir, apakah rela tak mengabadikan kenangan saat berada di sana..? Hanya karena takut dinilai orang pamer dan narsis? 

Atau, saat melihat foto seseorang berada di depan Menara  Eiffel Paris, kita mungkin menduga, orang tersebut berhasil ke Paris karena ia banyak duit, lantas bisa liburan ke sana. Atau karena tugas kantor, makanya, bisa pasang gaya di Paris. Padahal, belum tentu karena faktor tadi.

Bisa saja,  berkat beasiswa yang dipegangnya maka ia bisa ke Paris. Dan mungkin saja ia mengalami peristiwa yang berdarah-darah dan nangis bombay untuk bisa meraih beasiswa idamannya itu. 

Atau, teman kerja saya, Findri, misalnya, yang gegara menikah dengan pria bule asal  Prancis, kini ia menetap disana dan berkali-kali berfoto di depan  menara itu. Padahal, kisah cintanya sebelum menikah dengan si bule, bisa dibilang penuh liku, hehehe.. Kini, ia sudah mendapatkan cintanya yang menghantarnya hingga ke Prancis.

Findri (kanan), wefie bersama saudaranya di depan Menara Eiffel, Paris.

Nah, karena begitu banyak kisah tersembunyi dibalik selfi atau wefie, 
maka si empunya blog emakgaoel.com, Winda Krisnadefa, 
membukukan kisah-kisah dibalik selfie tadi, dalam sebuah buku : 

 “Selfie  Stories_ Lukisan Diri Dalam Sekejab”

Buku Selfie Stories diantara jejeran buku lainnya di Gramedia.

Buku ini berisi kisah-kisah dibalik selfienya bloger-bloger kece di Indonesia. Salah satunya adalah Tanti Amelia, Dewi Rieka, Jihan Davincka, Fardelyn Hacky, Indah Nuria Savitri, Fita Chakra dan masih banyak lagi. 

Ceritanya nih, beberapa bulan lalu, blog emakgaoel.com mengadakan lomba “Selfie Stories”. Nah, puluhan cerita dari blogger-blogger yang mengikuti kompetisi ini, 22 diantaranya terpilih untuk dimuat dalam buku antologi terbitan Mizan. 

Kisah didalamnya penuh rupa dan warna. Dari soal pendidikan, cita-cita, perjuangan mendapatkan sesuatu yang diinginkan, tentang kehidupan orang lain atau orang yang dekat dengan si penulis, hingga cerita soal ketakutan akan ISIS.
  
Secara garis besar, cerita yang ada dalam buku "Selfie Stories" ini mengajarkan arti sebuah perjuangan dan tantangan. Jika bersabar, berdoa dan diiringi usaha, Insya Alloh akan tercapai, meski perlahan.

Nah, kemarin, saat main-main ke Gramedia Plaza Semanggi, Jakarta, eh, nemu deh buku bersampul biru ini, di bagian etalase buku kategori ”Pengembangan Diri”. Jikalau Anda lagi ke Gramedia mana pun, jika  kamu tertarik dengan buku ini, ada penampakannya kok.

Keren ya, dari selfie stories,  eh malah jadi buku. Nah, Anda  mungkin punya kisah selfie stories juga ?

Yuk, beli "Selfie Stories".