Beberapa waktu lalu, jalan-jalan ke Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Eh, ada PARARA disana. Itu lho, Panen Raya Nusantara. Ajang ini untuk pertama kalinya digelar. Sesuai namanya, yang dipamerkan pada festival ini adalah produk-produk lokal dari bahan alami dan pewarna alami, karya jemari jemari sodara-sodara kita yang ada di pelosok Indonesia.
Banyak
sekali kerajinan yang selama ini belum pernah saya lihat. Ada anjat atau tas dari rotan yang lurik atau motifnya hanya permainan model anyaman. Ada pula
brangka atau keranjang yang biasanya dipakai saat panen musim buah
di Suku Benuaq, Kalimantan Timur.
Anjat, tas khas Kaltim.. |
Tak hanya menghadirkan kerajinan rotan, kreasi dan pesona kain tenun pun, ikut unjuk diri .
Nah,
yang suka dengan sepatu dan sandal dari kain tenun, ada lho di Festival ini.
Sepatu/sandal ini terbuat dari kain
ikat tenun Nusa Tenggara Timur....wow...
Sepatu/sandal dari kain tenun |
Ngomongin soal tenun-tenunan, gak lengkap dong kalau gak ketemu kain tenun beneran.....
hayo-hayo...dicoba tenunnya.. |
kalungnya cantik.. |
Mari diborong mbak...hehehe |
Ihiiy, tas dan topinya cakep..:) |
bisa untuk wadah bumbu |
Ikat pinggang |
Ada juga topi ala koboy dari bahan kulit kayu..
Jadi, warna bahannya itu
beneran warna asli dari kulit kayu.. Wah, benar-benar memanfaatkan alam,
ya..
Topi ala koboy |
Selain kerajinan atau aksesoris, ada pula makanan dan rempah-rempah, lho....
Pernah dengar garam gunung..?
Ada lho di Festival Panen Raya ini. Garam ini berasal dari dataran tinggi Krayan di
jantung Borneo, Kalimantan Utara. Garam gunung ini berasal dari air
yang meiliki salinitas tinggi yang mengalir dalam tanah. Air tersebut
sudah ada di dalam tanah sejak jutaan tahun lalu, ketika dataran tinggi
di sana masih ditutupi oleh laut.
Garam Gunung |
Nah,
dataran tinggi Borneo ini, memang
banyak mata air garam yang tersebar di lembah-lembah yang datar.
Sebagian besar berada di rawa, yang lain lagi mengalir dari kaki bukit
di hutan
bercampur air sungai. Hingga kini, ada 33 mata air garam yang terdapat
di
dataran tinggi Krayan. Namun, tidak semuanya bisa digunakan untuk
memproduksi garam gunung atau "tucu"
Garam ini dikemas secara
tradisional. Caranya, garam yang sudah dipadatkan ke dalam
bambu dipanaskan di atas tungku api, kemudian dibungkus dengan daun.
Nah, selain garam gunung, ada pula rerempahan , madu, sirup, abon dan lain-lain, yang penampakannya di bawah ini...
Rerempahan |
maduuu..... |
Makanannya banyak bingit |
Mau melukis wajah? Boleh...
Festival Panen Raya Nusantara yang mengangkat tema "Menuju Ekonomi Komunitas Adil Lestari” digagas berdasarkan keprihatinan akan perhatian terhadap produk-produk komunitas yang masih termarjinalkan. Padahal, potensi pasar terhadap produk-produk komunitas sangat besar baik di tingkat daerah, nasional maupun manca negara.
Tujuannya, tentu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur melalui pembangunan berkelanjutan yang adil dan lestari.
Festival
ini tidak hanya bersifat perayaan semata, tetapi mencoba menghadirkan
terobosan mekanisme bisnis produk komunitas dengan penggiat industri
kreatif untuk meningkatkan daya jual dan pemahaman produk
kepada publik.
Festival ini juga sejalan dan diharapkan dapat
mendukung program pemerintah Indonesia baru di bawah Presiden Joko
Widodo untuk lebih memberikan ruang dan fokus terhadap
industri-industri ekonomi komunitas yang kreatif-adil-lestari
Salah satu tarian daerah dihadirkan di #Parara (foto @panen2015) |
Oh iya, Festival ini berlangsung cuma dua hari, 6-7 Juni 2015 lalu.
Ih, kok bentar amat sih.. Tapi biar cuma dua hari, festivalnya sampe malem , lho...
wow, kerajinan dari kayu... |
ketemu gantungan kunci stroberi malam hari |
Oh, ya di malam harinya, pengunjung juga dihibur dengan pertunjukan musik dan fashion show dalam balutan kain tenun ikat Sintang dipadu dengan tas rotan. Etnik banget....
Pertunjukan musik #Parara |