Cokelat Nukachoco Rasa Keju, Bikin Nagih !


Cokelat Nukachoco


Suka cokelat gak? Saya sih suka pake banget. Manis, enak, nikmat,  dan... bikin nagih dah pokoknya. Nah, baru-baru ini saya berkenalan dengan cokelat baru nih. Iya, baru setahun ini ia menjelajah lidah konsumennya ke beberapa wilayah di Indonesia. Nukachoco, namanya. 

Kereennya lagi, ini cokelat bukan buatan pabrik layaknya cemilan cokelat yang beredar di supermarket/ swalayan.  Tapi, cokelat ini dibikin dan dicetak sendiri di rumah alias hand made gitu, loh.. Yang mengolahnya cowok. Namanya Rizki Agung. Deuh, telaten banget ya.

Naaaa, dua hari yang lalu, cokelat lezat ini sudah tiba ke kantor saya. Ehm, waktu tau cemilan ini sampai, aih, gak sabar deh ingin menyantapnya. Apalagi yang rasa keju... deuh,  itu nikmat bingit. Bikin nagih..!

Tesktur cokelatnya lentur, kejunya juga lembut. Manisnya pas dilidah saya, gak terlalu nyelekit.  Oh ya, rasa keju disini, maksudnya, cokelatnya diisi dengan irisan keju, bukan bahan cokelat yang dicampur keju. Pokoknya varian rasa yang satu ini favorit saya banget, bikin susah nahan nafsu untuk membiarkannya begitu saja di dalam kotak, hihihi.

Begini teksturnya ..

Selain rasa  cream cheese atau keju, saya juga membeli Nukachoco rasa ovomaltine. Nah, kalau yang ini cokelat diisi dengan crispi. Jadi, ketika menggigitnya, renyah-renyah gimana gitu, hehe.  

Satu kotak berisi 6 buah cokelat berbentuk  bulat, yang ditaruh dalam kertas plastik. Trus diatasnya dikasih sentuhan bubuk coklat. Saya harus merogoh kocek Rp.50 ribu untuk dua kotak.  ( 1 kotak Rp. 25 ribu). Dengan ukuran cokelat yang menurut saya kecil, harga segini cukup bikin saya ngos-ngosan. Tapiiiiii, rasanya itu lho jeng, uenak banget di lidah saya. Jadi, saya harus ikhlaskan nilai rupiah segitu  untuk menebusnya.

Eh, sebenarnya, ada satu varian rasa lagi, peanut butter alias selai kacang.  Trus, kenapa saya gak pesan rasa yang ini..? Karena saya sudah pernah mencicipinya, sedangkan yang ovomaltine  saya belum pernah, jadi penasaran. Nah, kalau rasa keju, sudah pernah saya nikmati juga sebelumnya, karena enak bingit,  makanya saya pesan lagi, hehehe..

Pertama kenal dengan cokelat ini, waktu sang owner, Rizki berkunjung ke kantor saya, seminggu yang lalu. Jadi, dia bawa deh tuh dua kotak cokelatnya, buat kite kite. Maksudnya, biar kita tau, ini lho  samplenya. 

Yang ia bawa ke kantor saya waktu itu rasa keju dan kacang. Pertama nyicipnya, wow banget deh. Tak cuma saya yang suka, anak-anak kantor lainpun ternyata doyan, hihihi.

Begitu Nukachoco sudah nyantol di lidah mereka, langsung teman-teman kantor pada pesan semua, termasuklah saya. Nah, karena waktu itu doi gak bawa rasa ovomaltine, jadi saya penasaran, makanya rasa ini yang saya pesan. Setelah mencicipinya, bagi saya, tiga varian rasa yang diolah industri rumahan yang berada di Lebak Bulus, Jakarta Selatan ini, tak mengecewakan. 

Eh, gak sampai 1  jam, udah segini isinya...

Ehm, Anda ingin merasakan sensasi cokelat hand made ini juga?  Silahkan dipesan melalui akun instagram @nukachoco. Sayang, mereka gak aktif di twitter (bahkan gak pernah dikunjungi lagi tuh akunnya) dan belum punya web. Jadi memesannya, ya cuma dari instagram. 

Karena sistem penjualannya melalui jasa pengiriman, jadi ada syarat minimal pembelian. Untuk wilayah Jakarta, minimal pembelian 2 box, sedangkan di luar Jakarta 4 box. Kapan sampainya? Waktu itu, saya pesannya hari Jumat, dan sampai di hari Senin.  Tapi kita kudu transfer dulu uangnya, baru mas Rizkinya mau nganterin. Oh ya, saking banyaknya yang mesen, kadang mereka kudu bikin waiting list dulu, apalagi yang ngerjainnya cuma Rizki sorangan wae. Ada yang mau membantunya ? #eh...

Trus, berhubung sifat cokelat yang  mudah lembek, jadi saat ini barang mendarat di rumah, enaknya langsung dimasukin  ke kulkas dulu, biar agak mengeras dikit.  Kalau gak, wah ntar meler -meler dong, hehehe..

Eh, gara-gara nulis ini, jadi pengen beli si imut Nukachoco lagi nih..... 

Si imut Nukachoco

Kisah Sandal yang Memalukan





Sandal Salah Pasangan

Beberapa kali saya salah memakai atau mengenakan pasangan sandal. Entah karena  gak teliti, teledor atau buru-buru. Alhasil, sandal yang dikenakan kaki kiri, berbeda dengan  kaki kanan. Seringkali, sadarnya itu pas sudah setengah perjalanan menuju ke warung atau saat mau beli nasi ke warteg.  Tapi, ya sudahlah…, mau ke warung juga, dekat rumah pula, malunya masih bisa disembunyiin, hehehe...

Tapi, kalau salah pasang sandal (sedikiti nge high heels) terjadi  saat menuju ke sebuah perusahaan, yang lokasinya jauh dari rumah, ehmmm apa kabarnya ya...? 

Tampilan busana sudah rapi, eh, pas nengok ke bawah... ya amplop, sandalnya ternyata salah pasangan. Gimana, tuh?

sandal salah pasangan

Iya, itulah  yang pernah saya alami sekitar 10 tahun lalu saat menemani teman ke sebuah gedung perusahaan, untuk suatu keperluan. Sadarnya itu, justru  setelah pulang dari gedung tersebut  dan tengah  menuju ke jalan raya,  untuk naik angkutan umum. Jleb! 

Teman saya pun baru mengetahui hal ini, karena saya beritahu. Ngikik manislah dia melihat keteledoran saya.

Ya sudahlah....saya jabanin aja. Mau gimana lagi, daripada nyeker, ya mending tetap dipakai, meski pasangan sandal satu sama lain sedang bercerai sementara waktu.

Nah, ini pasangan sandal yang benar ...;)

Tali sandal lepas 

Sandal murahan yang saya punya, menunjukkan kelemahannya saat saya ingin bertandang ke rumah teman. Yup, sandal yang dipakai, putus,  tepat berada di tengah gang yang ada di perkampungan. Lagi rame orang pula, aeh mak….

Langsung deh ngacir ke warung yang kebetulan jaraknya cuma beberapa langkah dari lokasi kejadian. Sayang, warung itu tak menyediakan sandal, karena memang warung rumahan yang kecil. Yo, wes, tertatih-tatih lah kaki ini melangkah menuju ke rumah teman. Mau nyeker malu, karena banyak orang.

Ketika jarak 20 meter, ada beberapa warga yang berteriak  memanggil saya. "Mbak...Mbak...."  Saya menoleh, ouw, rupanya ada warga yang ingin memberikan sandal, mungkin kasihan kali ye melihat saya, hihihi 

Tapi,  saat itu , sedikiiit lagi saya sampai di rumah yang dituju, jadi ya gak saya hampiri orang-orang yang ingin menolong itu. Maaf ya, bukan sombong, tapi malu, hehehe.

Tali  (Sandal) Wedges  lepas 

Ini cerita jaman kuliah dulu. Setiap weekend, biasanya  ngeceng tuh sama-temen-teman ke mall atau ke tempat perbelanjaan. Yah, cuma ngeceng aja, alias jalan-jalan, uang juga pas –pasan, gak ada yang bisa dibeli, hihihi. …

Nah, di suatu minggu yang cerah,  saat mobil yang dibawa teman sampai di lokasi yang di tuju, eh, pas keluar dari mobil, blash... tali sandalku copot. Lemnya terburai. Putus, deh. Padahal, itu sandal baru, pertama kalinya saya pakai di hari itu. Tapi, sandal murahan , sich, hihihi.

Untung putusnya pas baru turun dari mobil, bayangkan kalau putusnya sudah setengah jalan, aih,  malunya doble deh.  Untung pula, teman saya  bawa sandal di dalam mobilnya, meski sandal jepit, sih, tak apalah, daripada apalah-apalah (niru komentarnya Iis Dahlia di Dangdut Akademi 2, Indosiar)

"Itu dia kenapa aku gak mau beli sandal yang murahan, ya begini dia nih akibatnya" begitu komentar Selly, teman yang menemani saat itu  :)



Tali  (Sandal) Wedges lepas lagiiii…

Nah, dua cerita diatas adalah kisah sandal/wedges  putus yang harganya murahan. Trus, apakah kalau kita beli sandal yang mahal, ada jaminan gitu akan baik-baik saja. Oh, tidak sodara-sodara..
Wedges mahal dengan model kece badai yang dibeli secara on line, telah menunjukkan sakratul mautnya, hanya dalam beberapa jam setelah kaki indah saya menapakinya. Deuh!

Yup, baru diajak jalan beberapa meter dengan langkah kaki yang cepat, bahannya mengkerut, jahitan dan talinya kropos, lemnya megap-megap. Padahal, ini wedges belinya mahal, lho. Ya, setidaknya mahal versi saya lah ya, hihihi....

Apa karena sandal ini hand made ya, bukan  buatan pabrik, (begitu keterangan di websitenya) makanya jadi mudah  ngelendot ? Ya, bisa jadi sih, karena menurut saya, bagaimanapun buatan pabrik  lebih oke dan kuat,  dibanding hand made. Atau.... emang kaki saya yang ngragas..? hahaha..

Itu terjadi 3 tahun yang lalu. Walhasil, setelah turun dari angkutan umum dan menyebrang, langkah kaki kudu hati-hatiiii bingits, karena tali wedges sudah diujung tanduk.  Alhamdullilah, sampai juga di mall, demi menghadiri sebuah acara, dengan mengandalkan tali wedges yang masih nyantol dikit. Ulalala….

Setelah acara berakhir, saya langsung borong wedges di mall yang sama. Langsung beli 3 pasang. Ya, ampun, jadi kalap dan dendam deh, gara-gara alas kaki mahal yang reyot.  Yang saya pilih, pun harganya tidaklah murah, meski ada diskonnya juga, sih, hahahha....

Ehm... usai wedges-wedges  kece yang diborong tadi dibayar di kasir, saya langsung pake itu barang, supaya gak malu-maluin. Hadeh... Ternyata,  meski mahal bukan jaminan sandal wedges akan awet ya. Tergantung kuatnya bahan dan keganasan kaki kali ye, hohoho..

Kaki ini pede banget ya :)

Gara-gara sering mengalami sandal putus, saya sampai trauma, lho. Jadi, kalau mau menghadiri acara yang mengharuskan pakai high heels atau wedges  dengan tali temali, meski talinya kuat, saya bawa persediaan sandal lain. Ya, buat jaga-jaga sih. Siapa tau kaki jenjang ini mengeluarkan keganasannya, jadi putus lagi deh sandalnya. Tapi, sandal cadangan yang saya bawa, bentuknya ceper dan ringan, supaya gak berat-beratin tas.

Trus, kalau sudah terlihat tali wedges yang lemnya megap megap, saya sempatkan jahit di tukang soll, supaya jangan terjadi insiden yang bikin saya jalan ngesot lagi.

Ehmmmm, meski telah mengalami beberapa kali kejadian memalukan gegara sandal, wedges atau sejenisnya, tapi, saya tetap mau berterima kasih  pada sandal.

Gara-gara sandal, kaki kita jadi aman dan dari tanah, kotoran atau benda - benda tajam yang bisa menusuk telapak kaki.

Gara-gara sandal, wedges , atau high heels penampilan kita jadi terlihat cantik dan menarik.  
 
Gara -gara sandal juga, saya bisa menuliskan kisah ini :) Dan itu artinya, blog saya nambah lagi isinya, hihihi

Apa kisahmu dengan sandal..?

 

Meski hujan deras, tepat waktu tiba di kantor.


Ilustrasi (reuters)


Hujan mengguyur Jakarta sejak pukul 22.00 WIB tadi malam (8 Feb). Derasnya air dari langit itu, membuat saya tertidur. Nyenyak !

(ajib...ajib ...ajib...ajib....begitu musik yang tiba-tiba terdengar.. Eh, itu alarm toh ?! )

Saat mendengar bunyi alarm yang saya setting di handphone  jadul, mata saya terbuka.  Jam 05.45 WIB pagi.  Ah,  8 jam diri ini tertidur, durasi yang pas dan sehat untuk orang  dewasa :)

Ouw, hujan masih deras. Apakah ini masih kelanjutan hujan tadi malam..? Sepertinya iya.
Alamak...dingin... Hujan dipagi buta begini, paling enak memang melanjutkan tidur dan bersembunyi di balik bed cover saya yang masih baru.  

Namun, itu tak boleh dilakukan.. Saya harus bangun dan mandi, karena jam 6.30 teng harus kudu berada di kantor. Sudah dua bulan ini, jadwal saya masuk jam segitu, tapi pulangnya jam 3 sore, artinya masih banyak waktu untuk ngelayap sore..#eh

Beerrrr...tubuh sexy saya  menggigil cantik, ketika air dingin itu mengguyur dari kepala hingga ke kaki. Saya harus melawannya, kalau gak gitu, saya gak mandi dong. Eh, kenapa tak memakai air hangat? Aih, jauhlah ya kebiasaan itu dari anak kos, hehehe...

Usai touch up wajah ala kadarnya, saya meninggalkan kosan yang sebagian penghuninya masih terlelap. Rok jeans pendek, tapi tak mini-mini bingit, menjadi pilihan saya hari ini. Kalau pake celana panjang, bisa  rugi bandar, karena pasti akan kotor terkena percikan air.. :)

Payung pink, sudah standby dari tadi, siap menemani saya. Jempol kaki yang sedang terluka ringan pun, harus rela menerabas hujan yang deras itu. Dingin! Basah! Meski dilindungi payung, percikan air tetap membasahi punggung dan betis saya yang jenjang. Sungai coklat yang saya lewatipun, hampir membuncah ke jalanan.

Lalu lalang kendaraan ikut sepi, biasanya jam segitu, pertigaan jalan yang sering saya lalui, macetnya ampun-ampunan. Yang jalan dengan menggunakan kaki saja susah lewatnya, apalagi mobil.

Ah, untunglah jarak kosan dan kantor dekat, tak sampai sepuluh menit, sudah sampai di gerbang kantor. 

Jejeran baju hujan dan payung tampak berjejer di tangga gedung, menyambut saya. Itu pertanda, sudah ada beberapa karyawan yang lebih dulu datang. Keren! Meski hujan deras, pagi buta pula, tapi temen-temen yang masuk shift itu, tetap datang tepat waktu. Ada yang menggunakan motor, angkutan umum, maupun jalan kaki, sebagai alat untuk tiba di lokasi.

Jejeran payung di kantor

Tak ada alasan bagi kami,  karena hujan jadi datangnya terlambat. Apalagi sekedar alasan malas bangun dari tempat tidur. Saya dan teman-teman tetap berangkat ke kantor,  tiba pun tepat waktu ! Tak ada tugas yang terlewat gegara hujan! Malu dong sama kucing, hahahha... *gak ada hubungannya*

Sekitar pukul sepuluh pagi, godaan mi instan rasa kuah sotopun, tak sanggup saya hindari. Rehat sejenak dari depan komputer. Menikmati mi instan di teras kantor sambil menyaksikan guyuran hujan, ah.. semakin nikmat. 
 
Hingga pukul 13.00 WIB siang, saat saya menuliskan postingan ini, hujan belum juga reda. Deras, gerimis, deras, gerimis, begitu polanya. Tapi nonstop! 

Untuk musim penghujan tahun ini, baru kali ini hujan di Jakarta nonstop dari semalam sampai sesiang ini, dengan ritme deras. 

Tapi, hujan adalah anugrah, dan aktifitas kantor kami tetap berjalan seperti biasa. Justru lebih fokus dan hikmat saat bekerja diiringi hujan. Dingin-dingin sedap.. Yuhuu... 

Bagaimana situasi di tempat Anda saat hujan..?