Cerita Di Haluan Kapal

Duduk di haluan kapal kerapu, itu sesuatu banget ya. Gak pernah dibayangkan kalau bakalan pulang liburan dari Pulau Harapan, di Minggu 25 Mei'14, selama 3 jam saya akan bertengger meringkuk di bagian ”moncong” kapal.

Ya, ini masih melanjutkan soal cerita perjalanan saya selama 2 hari satu malam di Pulau Harapan, dalam rangka liburan sekaligus kerja. 

Ehm...
Pagi beranjak siang kala itu, usai merampungkan segala gawean, sekitar jam 11 siang, saya, dan rombongan baru saja turun dari kapal nelayan, dari tengah laut, karena ada kegiatan. Saat kapal kecil kami hendak berlabuh di dermaga, sudah terlihat banyak orang yang menaiki kapal kerapu/kapal penumpang yang akan membawa penumpangnya (dan juga akan membawa kami pastinya) tuk kembali ke Jakarta.

Seingat saya, panitia kegiatan yang saya ikuti mengatakan dari awal, kalau  kapal akan berangkat jam 1 siang. Sementara, saat itu baru jam 11 siang.

Kok mereka sudah pada naik kapal sih,.? Padahal baru jam 11, lo? Lumayankan mereka bakal lama nunggu dikapal 2 jam“, begitu celetuk salah satu teman jurnalis saat kami hendak turun dari perahu/kapal nelayan.

“Iya juga, ya? Ngapain sih mesti cepat-cepat,..?”, celetuk yang lain

Oh, mungkin mereka pengen cepat mendapatkan tempat duduk kali. Karena, siapa yang cepat, ya dia akan kebagian tempat duduk di posisi yang diinginkan.” Begitu dugaan saya.

Karena masih mengganggap punya waktu 2 jam lagi, kamipun santai saja turun dari perahu lantas melenggang menuju penginapan tuk mandi, makan siang, serta berberes. Mandipun harus antri, karena kamar mandinya cuma satu, semetara ada 9 kepala yang menempati home stay itu. Sembari menunggu yang lain mandi, saya isi waktu dengan makan siang, biar cepat dan waktu gak mubazir.

Saat itu, jam dinding masih menunjukkan pukul 12 siang. Ah, masih satu jam lagi tersisa. Tak ada rasa was-was atau terburu-buru, walau saya sudah selesai mandi dan makan, hanya tinggal berkemas saja. Tak lama, saya merasa sudah beres dan okeh, jadi, pengen aja pamit duluan, soalnya ya mau nunggu apa lagi..? Begitu kata hati saya.

Kata pamitpun, saya lontarkan pada teman-teman yang masih belum siap. Ada yang masih mandi, ada yang sedang berdandan, ada pula yang beres-beresin baju. Sebelum kepergian saya dari tempat kami menginap sehari semalam itu, sudah ada 4 orang yang duluan cabut menuju dermaga. 

Ya, hari itu, siapa yang duluan mandi dan selesai berbenah, langsung menuju ke kapal. Jadi, masing-masing kami tak berbarengan menuju dermaga. 

Dan kepergian saya, hanya terpaut sekitar 3 menit dari Mbak Weni, teman satu kamar saya yang paling buncit berangkat, sebelum saya. Sementara dua teman lain lagi, Sulis, Bu Puspo dan Dindi, sudah sekitar 10 menit yang lalu meninggalkan kami.

Dari jauh, saya melihat Mbak Weni bergegas menuju kapal. Saya ingin memangilnyal, tapi ..ah sudahlah.. toh bakal ketemu juga disana, begitu pikiran saya. Namun, semakin mendekati dermaga, saya semakin mempercepat langkah, entah kenapa. Padahal, kapalnyakan belum jalan, belum pula nyampe jam 1, yang katanya jadwal keberangkatan kapal jam segitu.

Ketika sampai di dermaga, saya buru-buru mengejar Mbak Weni, yang sudah menaiki kapal. Alhamdullilah sayapun berhasil menaiki kapal pertama berbarengan dengannya. Sementara kapal yang bakal saya tumpangi sampai ke Jakarta adalah kapal kedua, kapal MILES namanya. Itu adalah kapal yang juga membawa kami dari Jakarta di hari sebelumnya. Kenapa mesti kapal itu lagi? Ya, karena tiketnya sudah dibeli oleh panitia dengan nama kapal itu.

Oke.. Sipp..

Nah, posisi kapal MILES ini ada di urutan kedua. Jadi saya sebut kapal kedua saja ya. 
 
Ada dua kapal di dermaga saat itu. Posisinya berdempetan. Kapal yang akan saya naiki berada persis di sebeahl kapal pertama. Artinya, kalau mau mencapai kedua, mesti melalui kapal sebelumnya atau kapal pertama, yang juga sama -sama akan menuju pelabuhan Muara Angke. Teman-teman rombongan lain, sudah berada di kapal kedua. Saya bisa melihat mereka dari kapal pertama, karena posisi saya sudah berada diatas kapal pertama bersama dengan Mbak Weni.

So, tinggal meloncat sebentar, berpindahlah saya ke kapal kedua. Namun sayang, ketika saya dan Mbak Weni hendak melompat, ulalala.... dalam hitungan detik, ABK kapal kedua sudah melepaskan tali pengait kapal. Jadi, kapal itu langsung bergerak menjauh. Ups...saya sempat tertahan di bibir halaun kapal pertama.  Bingung, karena terpisah dari rombongan yang sebagian besar naik di kapal yang sudah siap berlayar itu. Saya hanya melongo ketika melihat dua kapal ini terpisah.

Karena bingung, akhirnya, saya dan mbak Weni,  berencana kembali ke dermaga, turun kapal maksudnya, biar bisa berbarengan dengan teman yang lain, yang masih ada di penginapan.

Eh, pas kami mau turun, kapal tempat kami berdiri dengan kebingungan itupun sudah melepaskan tali, perlahan menjauh dari dermaga. So, kami sudah tak bisa loncat atau turun lagi ke dermaga. Ullalala, benar-benar terpisah satu sama lain. Saya sempat panik dan cemas. Mbak Weni, sibuk menghubungi panitia, sayapun begitu. Karena, kami kepikiran teman-teman yang masih ada di pulau.

Saya pikir, cuma ada dua kapal, gimana nasibnya mereka yang masih ada di penginapan..? Bakalan gak bisa pulang dong hari itu...? Ah, ternyata untunglah masih ada satu lagi kapal yang belum berangkat..Dan itulah kapal terakhir atau kapal ke 3, yang posisinya berada agak kedalam dermaga. Jadwal keberangkatannya jam 1 siang. Dan itu adalah jadwal kapal terakhir setiap harinya.

Ups...saking paniknya diatas haluan kapal, kami masih dengan posisi berdiri, sementara penumpang lainnya sudah duduk manis. Karena melihat kepanikan dan keriuwehan kami, mbak yang duduk dibelakang saya nyeletuk “Ya sudahlah gak pa-pa kepisah kapal, wong tujuan kapalnya sama-sama ke Muara Angke juga, kok,” begitulah seloroh mbak-mbak yang gak jelas dan sok tau. 

Rasanya, saya ingin bilang dengan gregetannya sama dia: "Hei, ini bukan masalah sama-sama tujuan ke Muara angke-nya, tapi kami berpisah dengan rombongan gitu, lo. Itu yang bikin gak enak. Kalau berangkatnya barengan dengan satu kapal yang sama, ya harusnya pulangnya juga begitu.=1" 

Selain itu, tiket kapal juga ternyata dipegang oleh salah satu panitianya, yang saya tak temukan dia di sekitar dermaga. Menurut teman-teman yang lain, panitia memberikan tiket satu persatu kepada rombongan yang hendak pulang, saat mereka berada disekitar dermaga. Sementara, sang panitia, baru besok pulangnya. Damn!

Loh..kalau tau gitu, kenapa gak dikasih dari hari sebelumnya saja tiketnya..?. Atau ketika pagi harinya, misalnya,? Kalau ketemuan didermaga, itukan padat manusia, takut-takut keselip gak ketemu dan sebagainya. Dan betulkan...kejadian toh, kita emang gak ketemu sama si pemegang tiket....?

Sebelumnya, saya justru sama sekali gak terpikir soal tiket ini, karena saya kira, panitianya akan satu kapal berbarengan jadwal pulangnya dengan kami, sehingga segala akomodasi dan urusan kapal, ya, akan ada yang mengurus.

Ternyata oh ternyata......

So.... Ada dua pesan yang saya dapatkan dengan kejadian ini. 
 

Yang pertama : Mahalnya Sebuah Koordinasi.

Mbok ya dibilangin toh, kalau akan ada pemberian tiket ketika hendak berangkat. Pemberian itu dilakukan disekitar dermaga pada jam sekian, misalnya. Dan diharapkan semua peserta, bisa berkumpul jam 12, meski kapalnya berangkat jam 1-an... katanyaaaaaaa.....

Ya, supaya semua orang bisa mempercepat waktu berberesnya. 

Atau, tau gitu, mungkin ada beberapa teman yang akan minta tiket pulang jauh-jauh sebelum jam keberangkatan kapal, biar tenang, dan panitiapun lega, karena sudah memberikan tiketnya. Tapi sudahlah, cerita soal tiket ini dihanguskan sajahlah, ya. Toh, saya juga pulang bukan dengan kapal yang sudah ada tiketnya itu. Saya pulang dengan kapal lain. Dan harus membayar sendiri tentu. Untunglah cuma 35 ribu rupiah. Saya masih sanggup bayarnya, hihihi. Saya pikir seratus ribuan ongkosnya. Maklum, saya baru pertama kali nyebrang pulau pakai kapal kerapu. Selama ini nyebrang pulau pake jet pribadi.. Loh, emang bisa....? Landasannya dimana..? Hahaha

Yang kedua, Kurangnya Informasi 
 
Kok kapalnya bisa berangkat jam 12 ya..? Bukankah dari awal, panitianya bilang kalau kapal yang akan pulang ke Jakarta dari P.Harapan ini akan berangkat jam 1 siang..?

Faktanya tak seperti itu.

Ternyata, jam 1 siang itu adalah jadwal kapal yang terakhir. Jadi ada 3 kapal kerapu yang tujuannya ke pelabuhan Muara Angke setiap harinya. Nah, dua kapal yang sudah berangkat jam 12 ini, yang salah satunya saya tumpangi, kalau dugaan saya sih (gak tau benar atau salah) bisa saja jadwalnya keberangkatan dua kapal pertama ini, ya memang jam 12..

Atau....., mungkinkah karena penumpangnya sudah penuh dan rame. Jadi, ya buat apa pula menunggu sampai jam 1 kalau sudah padat begitu,..? 

Ah, ini juga informasi dan koordinasi yang perlu didalami lagi oleh panitia. Karena, sepertinya, pihak panitiapun gak ngeh kalau ada jadwal kapal yang jam 12. Mereka pikir semua kapal bakalan berangkat jam 1 semua, makanya kita pada santai-santai saja. Haduh.....


Di Haluan Kapal

So, akhirnya saya dan Mbak Weni, yang terpisah dari rombongan kapal kedua, kebagian duduk di haluan, karena tempat lain sudah penuuuhh. Untunglah ada mbak Weni, teman sekamar saya yang juga berbarengan naik satu kapal dengan saya. Ya, cuma kami berdua dikapal itu dari 33 orang sebelumnya.

Duh, saya sebenarnya sudah takut saja cuy berada di bagian kapal paling depan, paling pinggir pula saya duduknya.. Tak ada kayu penghalau/pembatas lagi. Apa kabarnya kalau kapalnya miring..? Bisa langsung melorot nih badan. Itu yang saya bayangkan. Apalagi, ditengah laut dengan ombak yang lumayan keras. Senderanpun tak bisa, karena terhalang dengan kaki orang yang duduk dibelakang saya, dibagian undakan haluan. Untung tas ransel saya besar dan penuh, jadi saya bisa bersandar disana.

15 menit meninggalkan Pulau Harapan, semua penumpang yang duduk di haluan kapal, yang jumlahnya sekitar 25 orang itu, masih segar bugar. Kecerian dari serunya menikmati P.Harapan masih tergambar diwajah mereka. Sebagian masih sibuk bercanda, ngobrol, dan bermain ponsel. Tapi, sekitar menit 25-an, semua pada gelisah dan rada teler. Sudah pada ngantuk. Sibuk mencari posisi tubuh yang enak supaya bisa bersandar. Ada yang saling bersandar di sesama punggung temannya, ada yang sandaran di bahu teman sebelah, pun, ada yang bersandar dengan tas ranselnya, sama seperti saya.

Nih penumpang yang ada didepan saya...

Lama-lama bersandar di tas ransel dengan posisi gak lurus, duh.. capek juga euy, Pegal tepatnya. Karena bentuk tas yang ridak rata, dan lantai kayu haluan kapal juga  rada cekung. Jadi, kalau mau duduk dengan kaki bersila, yang ada sakit dan gak nyaman. So, salah satu jalan, ya kaki mesti di tekuk atau diselonjorkan.

Tapi, saya tak mau menekuk kaki terlalu lalma. Akhirnya, saya cari posisi uenak, dengan melonjorkan kaki, meski bagian mata kaki kebawah, menjuntai, melebih batas lebar haluan. Hemm.. ada enaknya juga duduk di pinggir, bisa selonjoran kaki, hihihi...

Sekitar menit ke 35, cowok ABG didepan saya tiduran dengan merebahkan diri berbantal tasnya. Sayapun mengikuti jejaknya. Ya, saya rebahan di kapal, dengan berbantal tas ransel, berselimut jaket, dan membungkus wajah dengan selendang pashmina, tuk menghindari panas. Meski angin laut cukup kencang, sehingga menimbulkan udara dingin, namun terik matahari yang sedang gagah-gagahnya itu, tak bisa menutupi keadaaan. Terasa menembus kulit. Untunglah jaket dan pashmina menolong saya, sehingga bisa membuat saya lumayan enak tidurnya, meski ya gak mungkin bakalan nyenyak.

Guncangan kapal karena hentakan ombak, terasa sekali. Perut seperti diaduk-aduk lo, sepanjang saya rebahan. Ada rasa ingin mual, karena tubuh bak terombang-ambing. Namun, saya berdoa, semoga hal itu tidak terjadi. Malu, ah!

Belum lagi, sepanjang saya tidur-tiduran, ujung kaki saya terkena percikan air, hingga jeans panjang saya basah hingga selutut. Tapi, tak saya hiraukan, yang penting bisa rebahan dengan kaki selonjoran dan mata terpejam, meski tubuh harus berguncang-guncang. Maklum, saya balas dendam, karena ketika berangkat menuju P.Harapan, saya tak bisa rebahan dan selonjoran, karena duduk dibagian dak kapal yang sempit dan penuh orang. Kaki menekuk nyaris sepanjang perjalanan...hiks....

Sekitar 40 menit rebahan, saya dibangunkan oleh seseorang, dengan menoel kaki saya. “Mbak, mbak, bangun mbak”. Kaget euy. Oh, rupanya salah satu ABK kapal yang menagih/ mengecek karcis/tiket. Kayak di kereta api ya, pake ditagih.  hihihi. Ups, ketika terbangun, saya melihat penumpang di haluan kapal, sudah pada duduk semua. Lah, bearti cuma saya yang masih rebahan sorang diri di atas haluan, hihihihi. Ehm, berhubung saya tak punya karcisnya, jadi saya harus menyodorkan lembaran rupiah 35 ribu kepada sang penagih. 

Ah, gara-gara terbangun, akhirnya posisi saya duduk kembali. Untunglah, kali ini, saya bisa bersandar. Penumpang dibelakang saya, menggeser kakinya, yang semula “tergantung” di undakan haluan kapal, hingga saya bisa bersender.

Nah, selama posisi saya duduk manis dipinggir haluan. Percikan ombak bertubi-tubi muncrat mengenai tubuh saya dan penumpang lain. Terjadi berkali-kali. Baju, celana jeans, pashmina, serta jaket yang saya pakai, basah semua. Rambut saya kuncup, seperti habis mandi. Rasa air laut yang asin, terpaksa sedikit banyaknya tercicip/terhisap oleh saya. Sesekali masuk ke mata. Pedih. Tapi untung rasa pedihnya tak lama.

Selama  3 jam perjalanan itu, saya bisa melihat pecahan ombak biru yang lebar, yang membuat hentakan air, hingga muncrat mengenai tubuh kami. Namun, ketika ombaknya tenang, aman deh.

Sayapun bisa melihat jejeran pulau-pulau kecil lainnya yang letaknya di tengah laut. Wah, banyak juga ya ternyata jejeran pulaunya. Saya juga menyaksikan kapal tangker yang sudah karatan, teronggok di tengah laut, tak berfungsi. Aw, pemandangan yang langka, Maklum, saat perjalanan pergi ke P. Harapan, saya kebagian duduk di dak, jadi sama sekali tak melihat pemandangan luar.

Untunglah sepanjang perjalanan, kapalnya berjalan seimbang. Tak terlalu berguncang keras hingga bisa menyebabkan posisinya jadi miring, misalnya. Meski begitu, saya tetap deg-degan. Takut terjadi apa-apa. Saya sempatkan berdoa dan berdoa dalam hati. Sesekali mulut saya komat-kamit membaca Al Fatihah dan Istighfar, mohon perlindungan Tuhan.

Ah, ada hikmahnya juga duduk di haluan. Meski harus desak-desakan, sempit, kena percikan air dan bikin deg-degan.

Sekitar pukul 2 lebih 15 menit siang, dari atas kapal, kami melihat gedung-gedung tinggi telah menampakkan dirinya. Pertanda, Jakarta sudah dekat.

Nah, gedung tingginya sudah terlihat.....

Saya pikir, karena gedung tinggi itu sudah terlihat, bearti tinggal membutuhkan waktu 20 menitan lagi tuk sampai di Pelabuhan Muara Angke. Eh, ternyata, masih lama ya. Dari terlihatnya penampakan gedung-gedung pencakar langit itu, hingga sampai ke dermaga Muara Angke, memakan waktu sekitar 45 menitan lebih. Oh.... luasnya laut...

Semakin mendekat lagi ke dermaga. Ada apartemen 4 tower yang berada disekitar Muara Angke, sedang dalam proses pembangunan menyambut kami. Di sekitarnya, terlihat banyak kapal-kapal nelayan tuk disewa. Tuk, memberangkatkan orang-orang pergi berlayar ke pulau yang tak terlalu jauh dari pelabuhan Muara Angke.

Kapal-kapal nelayan berteret di dermaga...

ABK kapal, sudah siap sedia standby di haluan kapal, bergabung bersama kami, tuk bersigap jika kapal sudah merapat ke dermaga.

ABK kapal, berbaju biru merah...

Ehm... ternyata, mau parkir kapal itu seperti parkir mobil ya. Mesti nyari space yang tepat. Sang kapten kapal, berkali-kali berteriak, saat mengarahkan anak buahnya tuk menyuruh kapal yang didepan tuk minggir, atau mundur, agar kapal kami bisa melintas. Ya, layaknya suara brisik tukang parkirlah , hihihi...

3 jam perjalanan, ah, akhirnya... sampai juga di dermaga, melewati puluhan kapal-kapal lain yang bertengger di pelabuhan. Dan itu artinya, saya dan penumpang kapal, harus menikmati lagi kekumalan dan kesemrawutan pelabuhan Muara Angke.

Kedatangan wisatawan dari P.harapan...

Ketika sudah di sisi dermaga, kami tak langsung pulang, karena menunggu rombongan dari kapal kedua yang masih dibelakang kami. Jadi, meski kapal kedua tadi berangkatnya lebih dulu dari kami, namun kapal kamilah yang duluan sampai, hehehe. Tapi, cuma sebentar kok jeda jaraknya. Sekitar 20 menit kami menunggu, mereka sampai. Sementara, rombongan satu lagi dikapal ke tiga atau terakhir, yang berangkatnya jam 1 siang, terpaksa harus kami tinggalkan, karena pasti akan kelamaan kalau ditunggu.

Puluhan kendaraan sejenis odong-odongpun sudah siap menyambut dan menampung para pendatang tuk mengantarkan penumpangnya keluar dari pelabuhan, menuju halte busway atau tempat mangkalnya taxi. Bagi yang tidak ada jemputan, gak mungkin bisa melalui pasar ikan yang becek, kotor dan kumuh itu dengan berjalan kaki, karena genangan airnya lumayan tinggi. 

Ini yang saya maksud jenis odong-odong. Lebih tepatnya apa ya sebutannya..?

Kamipun keluar dari pelabuhan dengan memakai odong-odong, tuk janjian dengan mobil penjemput yang ternyata, eh, sopirnya salah tempat menunggu. Mereka parkirnya ternyata di Kali adem, halah... Jadi mesti janjian dulu tuk ketemu di satu titik. Untunglah, akhirnya kami bisa ketemu dengan sang penjemput. Kami berlimapun, diantarkan ketempat tujuan masing -masing.

Ah, andai pengen mengulangi lagi ke Pulau Harapan, pengennya sih gak berangkat melalui Pelabuhan Muara Angke yang semrawut dan kumal itu. Pengennya juga, cepat cepat sampai di dermaga, agar cepat naik ke kapal, supaya bisa nyari atau menemukan spot tempat duduk dengan posisi yang enak. Agar perjalanan lebih berwarna...tsaaah....

Dan, yang lebih penting lagi, adalah koordinasi dengan banyak orang tak tersumbat dan berjalan lancar, supaya dalam satu rombongan, bisa berangkat bersama-sama, dengan kapal yang sama, pulangnyapun kudu bersama-sama lagi. Okeh..?

Pengen selfie yg lebih oke lagi dari ini, Ketika suatu saat nanti sampai di P.Harapan lagi..

4 comments

  1. Baru pertama mampir kesini kayanya :D
    udah disuguhin cerita yang bikin saya berpikir buat nyoba naik kapal ituu, saya belum pernah soalnya menyebrangi lautan hihi

    tapi dari baca ceritanya udah bisa bayangin gimana seru dan deg2nnya duduk di haluan kapal itu.. Btw, salam kenal yah ka

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama Rani.....Duduk di haluan Kapal,ada serunya, ada deg-deg sernya juga...hehehe.. Salam kenal juga Rani...Makasih sdh mampir..

      Delete
  2. Setuju...bertengger di haluan kapal beraneka rasa : deg-degan dapet, senengnya juga dapet, pemandangan pun lebih jelas terlihat :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Sie-thi ....kalau perjalalannya gak terlalu jauh, asyik2 aja duduk di haluan, tapi kalau jauh, waduh, selain takut, kepanasan juga euy...hehehe

      Delete

Hai,

Silahkan tinggalkan komentar yang baik dan membangun ya....Karena yang baik itu, enak dibaca dan meresap di hati. Okeh..