Pedagang Sandal Yang Memelas



Kemarin, saya melihat ada seorang laki-laki pedagang sandal berlutut dihadapan seorang wanita muda, dipinggir jalan. 

Saya melihat dari jauh. 

“Kenapa, ya..? Kok begitu..?”, hati saya bertanya....

Apa tukang jual sandal itu ada berbuat kesalahan sama si wanita yang sedang ada dihadapannya, sehingga harus bergaya layaknya orang yang sedang memohon dengan posisi telapak tangan dirapatkan dan ditaruh di atas kepalanya..? 




Si wanita yang berusia sekitar 30 tahunan itu hanya berdiri terpaku dan memandang heran plus penuh tanda tanya pada si pedagang yang sedari tadi duduk jongkok dihadapannya. Saya berjalan mendekati mereka, sambil berpura-pura menunggu angkot di pinggir jalan. 

Setelah jarak saya dan keduanya hanya terpaut 5 meter, terdengarlah dialog antara si wanita yang sepertinya sedang menunggu angkutan umum, dan si pedagang yang duduk dengan wajah memelas, layaknya anak kecil yang sedang merengek pada orang tuanya.

Oh, rupanya pedagang itu sedang menjajakan sandal dagangannya pada si wanita yang (sepertinya) hendak pergi ke kantor itu. Ia membawa barang jualannya yang ditaruh pada tas besar yang ia bopong.

“Tolong, Teh, barang dagangan saya belum laku dari tadi. Saya gak punya uang sama sekali. Sementara saya harus pulang ke Sukabumi. Kalau Teteh mau membelinya, saya janji akan doakan Teteh semoga sukses dan saya gak akan lupa sama kebaikan Teteh”

Begitulah permohonan Tukang sandal yang berusia sekitar 30 tahun itu, agar wanita yang ada dihadapannya, bersedia membeli daganganya. Sepasang sandal berwarna hitam,  telah ia keluarkan dari dalam tas birunya dan ditunjukkan kepada wanita yang ia panggil “Teteh”. Permohonannya, masih ia ucapkan berkali-kali. 

Awalnya, si wanita yang dipanggil Teteh, menolak, dan terlihat sekali kalau ia tak tertarik dengan model sandal-sandal pria dan wanita yang sudah ia pandangi sedari tadi itu. Mungkin, ia juga merasa belum butuh. Namun, si Teteh masih berdiri di trotoar jalan.  Ia tak berusaha menghindari atau berlari dari si pedagang yang kerah bajunya rombeng itu. Atau mungkin juga, karena mobil angkutan umum yang ia tunggu belum juga muncul, jadi wanita berambut panjang itu tak punya alasan untuk menghindari  pedagang sandal yang masih merengek memohon kepadanya. Sang pedagangpun tak mau ambil pusing pada orang-orang yang melintas dan melihatnya heran. Tak peduli kalau ia dibilang tak tahu malu atau tak sopan.

Melihat pemandangan itu, hati saya berkata: “Bisa saja si pedagang ini memang kepepet kali ya, jadi ia sampe memohon seperti itu."

Emang tadi jualan kemana saja mas..?” Wanita berkulit sawo matang itu bertanya.

Saya sudah jualan dari pasar genjing, udah jalan dari sana ke sini dan mampir ke beberapa tempat, tapi belum ada satupun yang laku. Saya minta tolooong bener sama Teteh, supaya mau beli sandal saya. Coba lihat, Teh, ini dompet saya, kosong gak ada duitnya. Ini KTP saya, nih beneran saya dari Sukabumi kalau Teteh gak percaya. Kalau saya gak bawa duit, saya gak bisa pulang ke Sukabumi hari ini, Teh", ujarnya dengan logat sunda sambil sambil menyodorkan dompetnya yang kosong, berusaha meyakinkan si teteh bahwa ia benar-benar butuh pertolongan.

Ehm, sepertinya si teteh sudah mulai melunak. Sambil membungkukkan badan, ia mulai memilih-milah sandal bawaan si pedagang.

Kalau ini berapa?,' si Teteh menunjuk salah satu sandal hitam yang diletakkan diatas trotoar jalan itu.

“Ini 65 ribu, kalau yang ini 75 ribu, Teh”.

Wah mahal amat..! Gak 50 ribu saja, ya?" Si teteh menawar

Waduh jangan Teh, saya nombok nanti, kalau yang hitam ini modalnya saja,  75 ribu. Kalau Teteh mau, ya ambil saja dengan harga segitu, tapi saya berharap sih dilebihin gitu, biar dapat untung dikit,” si pedagang mulai tampak kegirangan karena “rayuannya” tampaknya mujarab.

Setelah mencoba beberapa nomor sandal yang dirasa pas ditelapak kaki jenjangnya, si teteh mengeluarkan uang seratus ribu.

Kalau aku kasih seratus ribu, ada kembaliannya gak..? ujar si teteh sambil menyodorkan dua lembar uang 50 ribuan. (Mungkin ia gak punya uang pas)

Kan sudah saya bilang tadi, saya seribu saja gak punya, Teh.”

Ya, udah deh..ambil aja kalau gitu sisanya,” si teteh tersenyum.

Bukan main girangnya laki-laki itu mengambil dua lembar uang berwana biru dari tangan wanita yang berhasil 'dirayunya” , sambil bersalaman sebagai ucapan terima kasih, diselingi ucapan beribu doa buat si teteh.

Semoga sukses, Teh, banyak rezeki dan bla bla.bla...,” ujar si pedagang sambil membenahi barang dagangannya dan bersiap pergi menginggalkan si teteh, untuk melanjutkan lagi pencarian rezeki selanjutnya.

Si teteh hanya bilang “Amin”..., sembari memandangi si pedagang yang beranjak meninggalkannya dari tepi trotoar jalan.

Ya, semoga doa si penjual sandal yang katanya tak laku itu, bisa dijabah oleh Tuhan .

Itulah pemandangan yang saya lihat kemarin pagi, di trotoar depan kantor, yang kebetulan saya juga melintas disana.
 
Ilustrasi

Perjuangan Pedagang sandal

Terlepas dari bohong atau tidak ucapan si penjual sandal yang mengaku kalau dagangannya gak laku, gak punya uang tuk pulang ke Sukabumi, gak bisa makan, dsb....tapi saya tahu... tak mudah memang untuk menjajakan dagangan yang door to door atau dari rumah ke rumah. Apalagi yang ditawarkan adalah barang dagangan yang harganya di atas 50 ribuan. Orang kadang malas, gak tertarik atau mungkin emoh untuk membeli, karena pilihan yang dihadirkanpun tak begitu banyak.

Saya sering melihat beberapa tukang jual sandal yang melintas di depan rumah.  Bahu kanannya sampai miring sebelah karena keberatan membawa barang dagangan yang banyak. Menapaki lorong demi lorong, pindah dari satu tempat ke tempat lain. Tak sedikit penolakan  dari  orang yang mereka tawarkan. yang harus mereka terima setiap harinya. Meski, saya tahu, mereka sudah berupaya menarik perhatian pembeli dengan mengatakan “Dilihat dulu, mbak, ini model baru lho, bahannya bagus, dsb... Ya, kalau dibuat perbandingan ala saya, mungkin 10 berbanding 1 (10:1), antara orang yang tidak membeli dengan yang membeli.

Sungguh bukan hal yang ringan yang harus dilalui oleh para pedagang itu. Berjalan berkilo-kilo meter setiap hari. Menghadang hujan, melawan panas, berpura-pura lupa kalau lapar dan haus.  Capek, pastinya. Namun, si penjualpun tak punya pilihan. Jauuuuh mereka membawa barang dagangannya dari daerah asal, lantas menjualnya ke Jakarta, berharap orang-orang yang tinggal di kota metropolitan ini, yang mereka pikir banyak duit dan royal itu bakal mudah membeli dagangan mereka.

Namun, kadang hidup tak seperti yang dipikirkan. Orang-orang Jakarta, menurut pengamatan saya, ya gak juga selalu tertarik dengan dagangan sandal yang biasanya dijajakan dari rumah ke rumah dengan berjalan kaki itu, termasuk saya. 

Karena, secara logika, kalau orang memang butuh sandal atau sepatu, ya pasti mereka akan pergi ke pasar, ke mall atau ke supermarket. Selain banyak pilihan, kualitasnyapun biasanya lebih terjamin. Dan alasan yang lebih sederhana lagi adalah, ya, sekalian cuci mata, hehehe..

Tapi, coba deh...kalau kita lagi santai-santai di teras rumah, eh, tetiba datang pedagang sandal atau pedagang yang menawarkan barang lain, biasanya kita langsung malas dan gak mood. Karena pada saat itu kita sedang tidak ada niat tuk belanja. Pikiran pun sedang tak tertuju pada barang yang dimaksud. Apalagi, ya tahu sendirikan sandal yang dijajakan dari penjual door to door itu, biasanya tak terlalu bagus model-modelnya, alias standar. Karena tak mungkin juga mereka menjajakan barang mewah yang modelnya trendy dengan harga selangit seperti sandal bermerk. Kalau gak laku, gimana..? Bisa bangkrut berlipat-lipat mereka. Makanya, para pedagang kebanyakan membawa model sandal yang standar, dengan harga yang juga standar. Yang akhirnya, kalaupun itu gak laku, paling ruginya ya rugi standar juga. Itu sih pemikiran saya, hehehe.

Btw, balik lagi ke cerita di awal tadi.

Ya, memang gak ada salahnya kalau kita sedang punya duit lebih, lantas melihat wajah memelas sang pedagang sandal, bahkan sampe memohon-mohon seperti pemandangan yang saya lihat kemarin, ya sudahlah, dibeli sajalah barangnya. Kasihan. Perjuangan mereka berat, bro.

Lagian, hitung-hitung buat amal juga. Paling tidak, kita sudah membuat satu hati tersenyum, dan satu jiwa bisa makan di hari itu, dari kerelaan kita membeli sandal yang mungkin tak kita butuhkan saat itu, seperti yang dilakukan oleh si Teteh, yang saya juga gak tau siapa dia dan siapa namanya...:)

Santai sejenak bersama sandal..:)

Kesal Gak Menang Kuis? Ah, Jangan Marah Dulu


Pernah marah dan kesal sama hasil pengumuman kuis yang diselenggarakan oleh jejaring sosial sebuah brand?

Kenapa kesal.?
  • Karena jawaban peserta kuis yang berhasil beruntung,  menurut anda tak terlalu bagus, tapi kok bisa menang, sich..?
  • Trus, kalau kuis atau lombanya berbentuk foto, peserta lain yang gak menang sering juga heran kenapa kok foto begitu bisa dimenangin? Padahal biasa saja... “Bagusan juga foto gue”!, biasanya kita suka nyolot gitu, ya? hehehe...
Banyak alasan lain lagi yang sering bikin kita kesal.
  • Merasa paling pertama atau cepat ngirim jawaban dibanding peserta lain, dengan hashtag yang ditentukan di akun twitter, jadi mudah terlacak siapa yang duluan ngirim jawaban.
  • Merasa paling banyak kirim jawaban lewat tweet yang dimention ke akun penyelenggara kuis.
  • Merasa sudah kreatif bikin foto secantik dan sekeratif mungkin, banyak pula.. Eh, tapi tetep aja gak menang, hahaha....
  • Atau, yang lucu lagi, sering melimpahkan kekesalan sama panitianya, karena sudah berkali-kali ikut kuis atau lomba tertentu, pada brand yang sama, tapi gak pernah dimenangin juga, hahaha...
Emang sih, hal hal itu bikin si ratu dan raja kuis dongkol.
Tapi, kita juga gak boleh egois....percayalah, bro, ada banyak alasan kenapa seseorang itu dipilih layak menjadi pemenang atau tidak oleh tim penilai atau panitia dalam suatu ajang perlombaan atau dunia perkuisan.
Mungkin mereka melihat dari jawaban yang dianggap paling menarik dan menyentuh, sehingga menguras emosi tuk dibaca #lebay, wkkwkw......
Bisa juga kerena pesertanya dinilai aktif meretweet info lomba tersebut tanpa disuruh . Atau karena banyak memention temen-temannya, dan sebagainya.

Ya...kita gak tau pasti apa pertimbangan si empunya hajat tuk menentukan seorang pemenang. Begitu juga dengan urutan sang juara satu, dua atau ketiga. Kadang, ada beberapa brand yang cuma memilih satu pemenang doang, setiap kali mengadakan kuis. Itu juga hak dan wewenang si penyelenggara lomba, wong yang punya biaya, waktu dan produk adalah mereka, kok. Jadi, ya suka suka mereka dong tuk bikin peraturannya, kan..? Hehehe....

Terkait hal ini, saya pun pernah berada diposisi si penyelenggara lomba/kuis. Beberapa waktu lalu, perusahaan tempat saya berkarir *uhuuuk* mengadakan kuis dalam bentuk pertanyaan melalui akun twitter kantor. Karena pada jam kuis tersebut saya yang memegang programnya, otomatis, saya juga yang berhak menentukan siapa pemenangnya. 
Dari jawaban yang beragam dan oke-oke, menurut saya, tentu bukanlah hal mudah untuk menentukan siapa pemenangnya. Namun, saya punya pertimbangan dan penilaian sendiri tuk menentukan kriteria pemenang.

Bukan yang menjawab tercepat, atau yang rajin meretweet info kuis, atau juga yang paling banyak mengirim jawaban. Bukan itu! Lantas, faktor apakah yang saya terapkan tuk memilih sang juara yang berhak atas hadiah menarik dari perusahaan kami?

Aha...itu rahasia saya, bro. Saya gak mungkin membeberkannya. Yang pasti, ada penilaian tertentu atau sisi lain yang saya lihat dari si peserta yang menjadi follower akun twitter perusahaan tempat saya bekerja.
  • Bukan karena faktor kedekatan, kenal atau tidak kenal, misalnya. Wong banyak, kok, teman-teman saya yang ikutan kuis tersebut, tapi gak saya pilih untuk dimenangin, tuh. Toh, mereka juga gak tau kan, kalau saya yang saat itu bertugas tuk menentukan pemenang, hihihi. Jadi, gak perlu ada rasa gak enakan, atau apa terhadap mereka.
  • Bukan pula karena sipesertanya cantik atau ganteng. Biasakan foto suka menipu. Lagian kenal juga kagak, hehehe...
  • Bukan karena keaktifan mereka memention atau meretweet. Kalau jawabannya gak benar, gak menarik atau gak nyangkut dihati kita, ya gak akan dimenangin juga., hohoho
  • Bukan juga karena ia sudah lama malang melintang didunia pertwitteran, yang terlihat dari jumlah tweet dan followernya.

Jadi apa dong, kakak.? Ssssttttt...tetap rahasia, ya....hihihihhi... *bikin orang penasaran itu asyik, lo* 
Dan seperti biasa,....
Setiap kali pengumuman pemenang dipublish, maka akan berdatanganlah mention keluhan dan kesedihan dari para peserta yang gak terpilih. Syukurlah cuma mengirim kata-kata kesedihan saja, gak pake nyolot atau ngata-ngatain dengan kata-kata yang gak sopan.

Tapi, eits..bukan bearti saya tak pernah menerima mention dengan kata-kata yang mengganggu, pasca pengumuman pemenang. Ya, saya tahu, mereka protes dan sedikit “stres” gegara nama mereka gak disebut sebagai orang yang beruntung untuk mendapatkan hadiah yang telah kami janjikan. Mungkin saja mereka berharap banyak sama tuh hadiah. Jadi ketika tahu kalah, ya langsung ngedown habesss...dan pelampiasannya, ya, gitu deh, menyerang dengan kata-kata protes, seolah-olah merasa jawaban mereka paling bagus saja.
  • Ada yang nyolot, merasa udah paling duluan atau paling cepat memberikan jawaban dibanding sang pemenang, dengan jawaban yang serupa. Padahal, saya gak ngerasa pernah ngetweet kalau pemenangnya akan diambil dari siapa yang bisa jawab duluan, yak.?
  • Ada juga yang protes, karena merasa jawaban si pemenang gak masuk akal, dan sebagaianya. Loh, yang gak masuk akal itu kan bagi dia, bagi orang lain mungkin jawabannya wajar-wajar saja. Untuk dua hal ini, selagi saya bisa menjawab dan menjelaskan, ya, akan saya berikan pengertian
  • Eh, ada juga yang gak menguasai persoalan atau pertanyaan, sehingga jawabannya ngaco,.. udah gitu protesnya kenceng lagi, ketika tahu gak menang.
  • Bahkan, karena ketidakpuasan itu, ada yang sampai mengunfollow akun twitter kantor saya, dengan bangganya pamer kalimat unfollow sambil memention akun twitter kami, gegara mereka kesal, hahahaha.. Ada-ada saja. Hadiah gak seberapa, tapi ngototnya mereka serasa yang paling benar saja. Du..du...du..
Begitulah.....
So, ketika saya telah merasakan menjadi panitia atau istilah kerennya juri kuis/lomba, saya baru bisa merasakan apa yang dirasakan oleh para admin-admin akun twitter sebuah produk tertentu yang sering mengadakan kuis. Saya yakin, mereka sering diprotes atau diomelin oleh followernya karena gak puas dengan hasil pengumuman pemenang.

Ehem...kebetulan saya juga sering ikut kuis-kuisan atau lomba di banyak brand, melalui twitter, website atau juga Facebook. Pernah saya mengeluh dan kesal dengan cara pihak penyelenggara dalam menentukan sang pemenang. Apalagi kalau orang yang kita jagokan, gak menang pula. Malah, yang menang justru yang gak diprediksi sama sekali.

Tapi, untunglah, rasa kesal itu bisa saya tahan. Saya tak pernah protes ke pihak penyelenggara. Karena, apapun itu saya tetap menghargai keputusan mereka. Karena saya thau, pasti ada alasan-alasan tertentu hingga mereka bisa memilih sebuah nama yang dianggap layak untuk menjadi jawara.

Ya, orang yang berada di belakang layarlah, yang berhak menentukan siapakah yang akan jadi pemenang. Saya yakin, mereka tak akan salah pilih, karena ada pertimbangan atas sesuatu hal yang menjadi visi-misi perusahaan mereka. Dan sialnya, kita tidak tahu..apakah sesuatu hal itu.? Seperti yang saya jelaskan di atas tadi, ada banyak pertimbangan ini-itu akan dilihat panitia/juri, sebelum memutuskan pemenangnya. 

Jadi, kalau sering gak menang, mungkin kita bisa belajar dari cara jawaban-jawaban pemenang atau peserta yang sering menang. Supaya sedikit banyaknya kita tahu selera jurinya seperti apa. Itu pun, belum jaminan juga kalau bakal menang. Karena, tak menutup kemungkinan akan ada orang yang berbeda lagi yang akan menjadi jurinya, meski dalam satu akun twitter/ FB sebuah produk yang sama. Kalau udah begitu, maka, ketentuan pilihan pun akan berbeda pula.

Sudahlah, gak usah terlalu dipusingin, namanya juga untung-untungan. Gak menang kuis, gak rugi, kan..? Emang pake bayar untuk ikutan kuisnya? Nggak, kan? Yo, wes... Lagian, rezeki gak bakal ketuker, kok. Kalau merasa ketuker, bearti itu bukan karena kesalahan Tuhan, tapi mungkin ada kecurangan manusia.

So, kesal gak menang kuis..? Ah, jangan marah dulu....

Tweet-tweetan itu....


Sudah beberapa bulan ini, saya sering "mengintip" akun twitter perusahaan tempat saya bekerja. 
Buat apa..? 

Ya, buat ngetweet pastinya, bukan buat ngekepoin apa-apa, hehehe....

Mari ngetweet, yuk.. 
Ehm, rupanya meski cuma ngetweet, tapi itu memakan waktu yang lumayan lama juga lho, untuk ukuran saya yang sebenarnya bukan termasuk ratu tweet, meski hobi ngetweet (loh, gimana, sih?) hehehe. Apalagi kalau jumlah tweet yang akan dipublish itu banyak...beuh bikin keliyengan juga. Beda dengan orang yang memang hobynya ngetweet, pastilah mereka sudah terbiasa dan bisa cepat publish kicauannya.

Kenapa saya katakan cukup menguras waktu lama tuk sekali publish tweet..? Kebetulan, konten yang akan saya tweet sudah ada bahannya. Jadi saya harus mengcopy dan memotong satu persatu kalimat tuk ditweet dengan karakter yang hanya dibatasi 140 itu. So, supaya kalimatnya nyambung, kena, enak dibaca, gak loncat-loncat dan menghindari terlalu banyak kata yang disingkat, dibutuhkan kesabaran tuk mengedit dan menyelaraskannya sebelum itu tweet di publish.

Nah...itu dia saudara-saudara....

Tuk mengedit kalimat yang bertumpuk hingga pas dengan jumlah karakter/huruf yang dibatasi itulah membutuhkan waktu paling tidak 2 menitan tuk satu tweet. Gak apa-apa sih pelan-pelan, supaya oke dan yang penting enak dibaca gak ngebingungin dan saru, Eh saru itu apa sih..?... *kibasponi*

Ya, kebetulan saya ditugaskan oleh kantor tempat saya mengais berlian, tuk update “sesuatu" mengenai informasi sebuah proyek besar yang sedang dilakukan di Jakarta saat ini. Perusahaan kami, menjadi salah satu media partner dalam pembangunan proyek "sesuatu” itu. Jadi, setiap hari, ada sejumlah tweet yang harus saya publish mengenai informasi apapun, terkait pelaksanaan proyek itu. Entah itu tentang perkembangan pembangunan, manfaat dari proyek itu sendiri, atau apalah ya, yang penting update cerita intinya. Itulah tweet atau info yang harus saya bagikan kepada ribuan follower akun twitter kantor. Dengan hashtag yang ditentukan pastinya, agar memudahkan rangkuman atau pencarian berita.
Begitulah...
Nah, karena eh karena saya sudah terjebak di dunia tweet-tweetan #eh, meski sebenarnya hanya melakukan tugas tertentu saja didalam ranah tweeter kantor, tapi mau gak mau saya juga terlibat komunikasi dengan para follower didalamnya. 


Ya, otomatis, setiap kali saya membuka akun twitter tersebut, tak jarang saya menemukan mention berbentuk pertanyaan, komplain atau pernyataan yang gak ngenakin dari para follower. So, bagi yang mentionnya berkaitan dengan misi dan visi dari perusahaan, ya, akan saya retweet atau dibalas. Jika pertanyaannya baik dan penting, saya usahakan memberikan kalimat yang menyenangkan. Pun, untuk urusan komplain atau nyinyiran yang gak jelas, saya akan jawab sebijak mungkin. Tapi, ada juga, sih, yang saya abaikan.

Ya, karena gak mungkin jika ada tweet masuk yang nyolot, akan saya balas nyolot juga. Karena saya bermain diranah akun twitter milik perusahaan, bukan milik pribadi. Jadi, kalau jawaban yang saya ketik gak baik atau memberikan kalimat ketus bin tak pantas, maka nama baik perusahaan saya juga akan kena imbasnya. Jadi, emang perlu berlatih kesabaran. Uhuuy...

Trus..karena udah nyemplung masuk ke interaksi follower twitter kantor, maka saya pun menyapa follower (d iluar dari tugas utama saya) dengan memberi kicauan lain atau memberikan pertanyaan tentang hal yang sedang ngehitss dan jadi buah bibir. Ya, biar seru dan hidup. Senang rasanya ketika mendapat respon baik dari para tweeps.. Asyik lho, bisa berinteraksi dengan banyak orang yang belum pernah kita kenal sama sekali. 

Nah, gegara sering balas-ngebalas mentionan di jejaring sosial ini, maka saya ngerasain juga deh dipanggil mimin (sebutan tuk orang yang bertugas sebagai adminnya tweeter suatu perusahaan) sama follower yang berinteraksi diakun twitter kami, hehehe. Hmmmm, gak tau ya mereka, kalo yang membalas mention mereka adalah seorang cewek sexy, aduhai, bahenol bin narsis. Wkwkwwk.... 

Ups...Saya jadi membayangkan, apa kabarnya para pekerja yang memang ditugaskan tuk menjaga dan mengelola akun twitter tempat perusahaan mereka bekerja, yang setiap saat gadgetnya akan berbunyi *ting..ting...ting*..sebagai bentuk notifikasi dari akun kantor twitter kantor mereka yang harus setiap waktu dan situasi diupdate melulu. Baik untuk menjawab pertanyaan, sapaan atau komplain dari para followernya. 

Ya, tak sedikit beberapa akun twitter majalah, produk elektronik dan rumah tangga, kosmetik, dan sebagainya, yang adminnya aktiiiiif banget ngetweet. Saya tau, itu adalah bentuk job desk mereka. Akan ada teguran dari kantor pastinya jika akun twitternya “hidup-mati”. Makanya mereka selalu aktif. So, karena setiap saat, setiap menit selalu berkecamuk dan bergerilya didunia tweet-tweetan, saya yakin, pasti lebih banyak lagi hal yang “aneh-aneh” dari follower yang mereka temui. Bisa bikin pusing dan capek, pastinya. Tapi, semua itu mereka lakukan (biasanya) demi mendongkrak penjualan produk dan menaikkan pamor brand product mereka sendiri. Gak salah memang. Karena memang seperti itulah salah satu cara berpromosi di era digital ini.

Untuglah saya hanya kebagian tugas untuk ngetweet beberapa hal saja, gak dituntut harus aktif setiap saat, karena bagian tim promosi juga memegang password akun jejaring sosial milik perusahaan kami. Jadi, mereka juga ikut memberikan sumbangan kicauan. Saya juga tak dituntut untuk menaikkan jumlah follower misalnya, atau gimana caranya supaya dengan aktifnya saya ngetweet, perusahaan saya jadi terkenal, penjualan meningkat atau bisa menarik banyak jumlah klien yang datang, seperti keinginan banyak bos perusahaan. Untunglah, tuntutan itu tak menghampiri saya, karena ada tim lain yang memang bertugas tuk "menjajakan jualan", dengan cara mereka masing-masing, hehehe....

Selain itu, dalam melakukan aktifitas ngetweet, hanya pada saat ketika saya berada di kantor dan memakai komputer perusahaan. Jadi, ketika jam kerja saja saya berjibaku dengan dunia pertweeteran ituuuhh....Kalau saya mesti update setiap saat setiap waktu, haduuhh, bisa pengsan kali ya, walau saya menyukai interaksi tweet-tweetan itu.....hihihi... #bersyukur.

Ada positifnya juga sih yang saya dapatkan dari hal ini. Paling tidak, karena saya doyan ngeblog, saya jadi terbiasa melatih diri tuk memenggal kalimat yang tak penting dan bertele-tele, supaya lebih singkat dan kena. Karena, dengan  bermain dalam kalimat yang karakternya dibatasi itu, akan membiasakan diri saya tuk lebih simple lagi dalam bermain kata-kata, hehehe...

Tapi, eh..tulisan ini masih tetap panjang juga kok ya.., hahaha

Walah, bearti saya memang harus rajin ngetweet lagi, nih.... Baiklah, mari mulai membuka akun twitter kantor.. 

Saya ngetweet dulu, ya....

Hujan-hujanan Bersama Pak Gubernur

Hujan-hujanan bersama pak gubernur itu....sesuatu banget ya..... 
Biar hujan, tak halangi beliau tuk jalankan tugasnya sebagai orang yang patut dicontoh. Apalagi, hujan-hujanannya didaerah puncak. Tau kan, kalau kawasan ini emang sangat terkenal dengan cuaca dinginnya. Ditambah dengan rintik-rintik air dari langit alias  hujan, duh..duh... jadilah dingiiiiinnn pake banget. Pagi-pagi lagi, dan berada di luar pula. Beuh, jaket tebalpun ditembus oleh udaranya.

Duh, serasa kayak lagi diluar negeri, cin. Mulut keluar asap, saking dingin yang begitu menohok. Selama ini, saya hanya melihat adegan di film-film, yang kalau aktor/aktrisnya lagi ngomong, keluar deh tuh asap putih dari mulut mereka. Nah, sekarang, tepatnya selasa lalu (4 Feb'14) saya mengalaminya. Maklum, saya baru kali ini main-main kedaerah puncak (selama ini cuma lewat doang, hehehe ) jadi agak-agak lebay bin norak kalau ngomongin dinginnya kawasan yang sering disambangi oleh warga Jakarta kala musim liburan tiba itu.

Gaya dulu sebelum kerja..uhuy...

Tuk menuju kesana, ups....jam 6 pagi saya dan rombongan rekan kantor sudah meluncur dari Jakarta. Disambut hujan deras ketika keluar rumah tuk menuju kantor. Tak bisa ditunda, bro, karena bis sewaan yang kelak akan membawa kami ke kawasan yang dingiiin itu, sudah standby menunggu. Dua jam perjalanan dalam bus yang AC-nya minta ampun dinginnya itu, sampailah kami di lokasi yang dituju, tepat jam 8 pagi. Sementara acara yang akan dilakukan, menurut jadwal sih jam 9 pagi, gitu. Tapi, seperti biasalah, yang namanya molor itu tradisi, hehehe..

Ya, saya bertandang ke kawasan itu, karena ada acara/kegiatan kantor didaerah Telaga Saat, Puncak, Cisarua, Bogor yang harus saya hadiri. Kebetulan, saya ditunjuk jadi MC/ pembawa acara diacara seremoni penanaman pohon, yang dihadiri oleh Bupati Bogor, Rachmat Yasin dan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi, sang news maker.

Pose berlatar tenda yang masih kosong

Ngeksis, mumpung acara belum dimulai
 
Sembari menunggu Pak Gubenur Jakarta dan Pak Bupati Bogor datang, saya dan temen-temen wartawan merangkap temen kantor, foto-foto dulu di lokasi, berlatar belakang Telaga Saat, 100 meter dari kawasan Telaga Warna, seperti pose yang bisa dilihat diatas, hehe. Cuma, sayang, kabut begitu tebal dipagi itu, karena hujan yang mengguyur. Jadinya, Telaga Saat-nya gak kelihatan, tertutup kabut. Tapi, lumayanlah, daripada lumanyun, hehehe...

Cieh..ngepose berlatar Telaga Saat.
Yeachh...sambil memegang kertas, bekal bahan ngemci merangkap run-down acara, jadilah foto dirintik-rintik hujan itu, berlatar kabut yang menutupi lokasi utama, si telaga yang harusnya bisa saya nikmati keindahannya dari jarak jauh itu.

Tapi, gak papa juga sih sebenernya, justru dengan adanya kabut di pagi buta itu, menambah dramatisasi cerita gambar, hihihihi...ya, saya serasa di Melbourne, tanah kelahiran saya..#eh...

Ah, untunglah ada rebusan panas di pagi yang dingin ditemani rintik hujan itu. Rebusan penggoda iman itu, sudah disiapkan oleh warga/panitia yang menyewa villa yang ada di seputaran Telaga Saat. Lumayan pengganjal perut. 

Yuk, ngemil rebusan dulu...
Tamu undangan, klien, jajaran Pemprov, Perhutani Jabar, teman-teman LSM, dan warga sekitar yang sudah hadir di lokasipun, mencicipi cemilan rebus itu. Ada pisang, kacang, dan ubi rebus. 

Minumnya..? 

Aih, ada teh sereh, bandrek dan teh manis tentunya. Benar-benar menikmati suasana dan makanan khas pedesaan yang ngangenin.. ah...

Tak hanya mencicipi cemilan rebusan di pagi hari itu, para tamu yang  menanti pak gubernur dan pak bupati sekitar lebih dari satu jam itupun, sibuk bercengkrama, santai dan bahkan dari pihak Perhutani Jabar menjelaskan tentang Peta Perhutani pada pengunjung. Biar wawasan cinta lingkungan bertambah luas, ya, hehehe...

Santai, sebelum Pak Jokowi datang

Perhutani Jabar,  sedang jelaskan petanya

Nah, ngeksis lagi...hihihh

Tak lama.....Pak Bupatipun datang....

20 menit kemudian...., disusul Pak Jokowi hadir bersama rombongan, termasuk para wartawan yang berangkat langsung dari Jakarta. Kehadiran dua orang penting ini di lokasi, disambut dengan hujan yang cukup deras. Saking derasnya, acara outdoor itupun tertunda. Ketika sudah agak mereda, meski tetap hujan, barulah acara hijau itu bisa dimulai. Itupun saya harus terburu-buru membuka acara, mengingat kode ini dan itu dari banyak pihak mengarah ke saya, yang harus menyegerakan acara dibuka, karena waktu yang sudah molor. Maklum, yang hadirkan beberapa pejabat daerah, yang pastinya mereka punya agenda lain setelah pulang dari acara kami. Jadi, emang acaranya harus dipadatkan, tanpa banyak berbasa-basi, daripada ntar jadi basi beneran, hehehe... *kok kayak nasi, sih, basi..*

Acara sedang berlangsung

 Setelah sambutan dari tuan rumah, Perhutani, juga Pak Bupati dan Pak Gubernur, akhirnya acara utamapun dimulai. Yup, Menanam Pohon! Semuanya bergerak menuju lokasi penanaman pohon yang ada disamping/ seputaran Telaga Saat, sekitar 50 meter dari tenda mini, tempat acara pembukaan/ penyambutan berlangsung.

Menuju lokasi penanaman pohon

 Pak Jokowi ikut juga lo tentunya menanam pohon bersama dengan Pak Bupati Bogor, Rahmat Yasin. Ya, ini menunjukkan bukti keseriusan Pemprov DKI yang ingin menghijaukan dan bergotong royong menanam pohon di kawasan Telaga Saat, Desa Tugu Utara, Cisarua, Bogor. Meski hujan tetap turun, namun tak menghalangi niat para pejabat itu tuk menanam bibit pohon yang telah disediakan. Bibit pohon yang ditanam orang nomor satu di Jakarta ini adalah Pohon kayu Putih. Kebetulan, beliau memang suka dengan pohon kayu putih.


Yayy..sudah berhasil ditanam, ya, pak.??.Horeeh..

 Selain Pak Jokowi, ada juga Teten Masduki dan artis Olga Lidya yang turut menabung investasinya untuk alam. Diharapkan 3-5 tahun lagi, batang kecil yang mereka tanam itu, akan tinggi subur dan bisa melindungi tanah dari kerusakan dan bisa menyerap air yang lebih banyak. Oh, ya, Olga Lidya adalah salah satu artis yang peduli pada lingkungan. Aksi tanam pohon yang dilakukannya kemarin, bukan tuk pertama kalinya. Ia sudah sering berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan lingkungan yang diprakarsai oleh Green Radio maupun pihak lain.

Olga ikut tanam pohon
Foto dulu sama Olga sebelum tanam pohon


Ehm, kenapa harus menanam pohon di kawasan ini..? 
Karena Telaga Saat ini merupakan hulunya sungai ciliwung yang mengalir sampai ke Jakarta. Nah, untuk mencegah banjir di Jakarta, bukan hanya dilakukan penanganan di ibukota saja, tapi harus dimulai dari hulunya lebih dulu. Supaya daya serap aliran sungai Ciliwung dan Cisadane meningkat. Itulah yang kami lakukan hari itu.

Rencananya akan ada ratusan pohon yang akan ditanami di lokasi tersebut. Seperti pohon Rasamala, puspa, dan kayu putih. Didataran yang lebih rendah akan dikombinasi dengan tanaman buah-buahan seperti durian, petai dan rambutan.

Ouw.....begitulah....kerjasama dan kebersamaan yang ditunjukkan oleh pemimpin kedua wilayah itu. Mudah-mudahan kedepannya berjalan dengan baik dan menghasikan sesuatu yang diinginkan.

Ehm, asal tau aja, kemanapun Pak Jokowi berada, selalu dikerubuti oleh wartawan, warga dan tamu undangan lainnya. Beliau benar-benar punya fans yang banyak. Susah tuk berfoto bersamanya, kalaupun bisa, ya, paling ramai-ramai fotonya. Jarang yang bisa dapat foto eksklusif (hanya berdua doang) bersama sang gubernur terpilih ini. Saya saja tak punya kesempatan tuk mepet-mepet dengannya, supaya bisa berfoto bareng, misalnya... hahahhaa..

Pak Jokowi sibuk melayani "fans", hehehe

Ah, sudahlah, bisa melihat langsung dan bergabung diacara yang menghadirkan beliau ini saja, saya sudah senaaaang banget..

Ehm...ketika waktu menunjukkan jam 12.30 siang, acara tlah usai, makan siang dah beres, hihihi, saatnya saya harus pulang kembali ke Jakarta. Dan membawa cerita, kalau dihari itu saya menikmati hujan-hujanan bersama pak gubernur, demi tanam pohon, tuk hijaukan Puncak.