Belajar Memaklumi “Tulisan” Orang


Ketika membuka jejaring sosial, kita sering menemukan status atau tweet yang dianggap sebagai tulisan keluhan, marah, kesal, sedih bin curcol, atau narsis hingga ke rasis. Bahkan ada juga yang gak sungkan-sungkan menjurus ke SARA (Suku, agama dan ras) yang merupakan hal sensitif untuk dibicarakan.

Namun, karena si penulis atau si pemilik status/tweet merasa itu adalah hak dia untuk mengungkapkan apapun, wong dia menulis dikandang sendiri, jadi, bagi yang gak suka apa yang dia tulis, mungkin ia akan berkata....“Masalah buat, loh?”

Ya, dari teman-teman atau list friend di FB sayapun, banyak yang saya temui menulis status yang menurut saya, gak penting untuk saya atau orang lain ketahui.

Misalnya :

“Saya kesal hari ini!”

(Loh, trus, kenapa? Kalau lo kesal, sedunia mesti tau gitu? Hihiihi...)


“BB gue error hari ini...

( So, what? Gue mesti guling-guling, gitu? )


“Aduh, hujan, jemuran belum diangkat lagi?”

(Trus, butuh bantuin kita buat ngangkatnya?)


“Menunggu telepon dia”

(Oh, mau pamer kalau lagi nunggu telpon pacar, eh..apa nunggu telpon tukang kredit? hihihi..)


Ada lho, yang dalam sehari bisa 5 sampe 8 kali update status di facebook. Gak yang ABG, gak yang udah matang. Di antara status yang dia update itu, ada yang bermanfaat menurut saya, ada juga yang nyinyirin orang. Ya, saya ambil positifnya saja. Yang memberikan informasi atau pendapat terkait sesuatu hal yang bernada positif, akan saya iyakan dalam hati. Tapi statusnya yang nyinyir, senyumin aja.

Adapula yang doyan sekali mempublish foto-foto makanan. Pokoknya, setiap kali dia mau makan, itu foto akan di upload, buat pamer keteman-teman FB. Awalnya sih, saya asyik-asik saja melihatnya, karena saya juga pernah upload foto masakan atau makanan di FB. Tapi, hanya sesekali, lho. Gak setiap saya mau makan, mesti difotoin semua itu hidangan, trus diupload. Nah, berhubung teman laki-laki saya itu kelewatan mempublish makanan mulu, hingga bikin sebel mata ngelihatnya, so, dengan ringan hati saya hidden.

Ada juga yang setiap publish status menceritakan tentang kegiatannya sehari-hari. Jika setiap menit atau setiam jam dia berganti kegiatan, maka akan terus up date itu statusnya, hingga halaman beranda FB penuh dengan status orang yang sama. Nah, kalau yang begindang, eh, begini maksudnya,  mungkin lebih baik update statusnya di twitter atau ngetweet gitu istilahnya.



Kalo di twitter mah, mau seratus kali ngetweet dalam seharipun gak masalah, karena agak berbeda penampakan timelinenya dibanding FB. Orang mah maklum-maklum aja kalau tiap menit selalu ngetweet, karena jejaring sosial twitter ini, emang mengkhususkan untuk orang yang doyan update tentang diri sendiri. Eksis gitu ceritanya, hehehe....

Tapi, kalau di FB..haduuh, kalau kita rajin update status dalam sehari, maka laman beranda atau time line teman-teman kita, akan penuh dengan status kita semua. Cian dong mereka, karena status temen-temennya yang lain akan "terhalangi' oleh menjamurnya status kita.

Tak jarang pula ada yang mempublish link bacaan tentang hal yang sensitif, atau membuat status tentang hal yang berhubungan dengan keagamaan. Walau, si pemilik status tau, bahwa teman-temannya di jejaring sosial tersebut, tidak semuanya memeluk agama sama dengan dia. Namun, tetap saja mengupdate status tentang agamanya sendiri, yang mungkin bagi yang beragama lain merasa “terganggu”.

Ada juga teman-temen FB yang memberikan keterangan lokasi dimana saat ia berada, yang biasanya diikuti dengan penampakan gambar peta kecil dibawah statusnya. Tak hanya itu, jam sekarang ia ada disuatu tempat, trus beberapa jam kemudian dia sudah nongkrong dimana, kita pun tau. Terkait hal ini, ada teman saya yang menulis status dengan tujuan menyindir orang-orang yang suka pamer lokasi tentang keberadaannya. Bagi teman saya yang berprofesi sebagai polisi itu, hal tersebut adalah norak.

“Alangkah bijaknya kalau ketika anda sedang di dalam toilet umum, disebutkan juga toiletnya berada di bagian mana, biar kita thu dimana keberadaan Anda. NORAK ! ” 

Begitulah kurang lebih potongan status teman saya yang menyindir itu.

Tapiiiii,.......

Bagi saya, balik lagi sob, kalau dipikir-pikir (daripada tegang-tegangan urat) semua itu adalah pilihan orang. Mau dia bikin status tentang kesedihan, curcol, marah-marah, doyan pamer foto makanan atau foto pribadi, sampai memamerkan lokasi keberadaannya dimana, ya...itu adalah pilihan dan cara orang. Masing-masing kepala, tentu tak sama bagaimana cara berinteraksi, bagaimana cara meredam gejolak rasa dihati, bagaimana harus memutuskan mana yang layak atau tidak untuk diketahui orang dan sebagainya.

So, karena berbeda-beda itulah, sampai sekarang saya belajar memaklumi pilihan dan cara orang. Saya belajar memaklumi "tulisan" orang yang mereka publish melalui statusnya di Facebook atau  tweetnya di twitter.

Status atau tweet yang pernah saya tulispun, bisa saja mungkin dianggap orang lain tak penting atau lebay. Sebaliknya, status orang yang kita anggap gak penting, mungkin bagi orang yang bersangkutan itu adalah penting.

Lagipula,  kalau kita benar-benar merasa enek dan terganggu dengan status atau kebiasaan seseorang di jejaring sosial, tak kenal dekat pula misalnya, ya, kenapa gak diunfriend aja. Bagi yang gak dikenal, ya di-hidden saja statusnya, jadi gak nongol di beranda kita. Seperti yang sudah saya lakukan kepada teman saya yang keseringan upload foto makanan tadi. Atau, kalau dirasa sudah kelewatan dan meresahkan, ya di blokir saja. Gampangkan..?

Saya berusaha meredam untuk tidak terburu-buru menyinyir atau mengkritik tulisan status dan kebiasaan orang, karena, sama seperti kita, mereka juga punya cara masing-masing untuk menyalurkan “gejolak” diri.

Yang penting, orang itu tak mengganggu kita. Syukur-syukur, dari berbagai status yang dinggap tak pantas itu, yang wari-wiri mejeng di jejaring sosial, bisa menginspirasi dan diolah jadi tulisan.

So, ambil hikmahnya saja. Karena, kita tak bisa menyetir orang. Kita semua punya tujuan dan gaya masing-masing, toh..?

Selamat menulis status...hehehe... 



No comments

Hai,

Silahkan tinggalkan komentar yang baik dan membangun ya....Karena yang baik itu, enak dibaca dan meresap di hati. Okeh..