Kalau istilah istri simpanan atau pacar simpanan, pasti anda pernah mendengarnya. Tapi, kalau high heels simpanan? Ehm, mungkin ini istilah baru.
Ya, sesuai dengan istilahnya, high heels simpanan adalah sandal atau sepatu yang benar-benar disimpan dan tak dipakai-pakai. Atau, pernah dipakai tapi cuma sekali doang, habis itu masuk lagi kedalam kotak, disimpan. Sesekali pernah juga sih dikeluarkan dari dalam kotak, tapi hanya untuk dicek saja, apakah masih bagus atau tidak. Karena, biasanya sandal yang terlalu lama disimpan akan mengelupas dan rusak, terutama kalau bahannya sensitif.
Nah,
bedanya dengan istri/pacar simpanan. Kalau istri simpanan, pasti
"dipakai' tapi tak pernah dikeluarkan justru disembunyikan, agar
tak ketahuan orang. Bisa berabe ya kalau tercium orang, apalagi kalau
si empunya istri simpanan adalah pejabat publik atau orang terkenal. Ha..ha..ha...
Ilustrasi |
Ya,
sandal dan sepatu simpanan jenis high heels, wedges, dan flat yang
bermerk maupun tak bermerk, sudah hampir dua tahun ini bersemayam
di dalam kamar mungil saya. Tak, disentuh, dilihat, apalagi dipakai.
Tak pula saya hibahkan tuk orang lain.
Kalau dia manusia, mungkin sudah berontak, dan ngomel panjang-pendek seperti ini :
Kalau dia manusia, mungkin sudah berontak, dan ngomel panjang-pendek seperti ini :
"Hei,
aku kok dicuekin sih, dianggap gak ada dan dibiarkan begitu saja.
Padahal, waktu dulu kau mengingkan aku, kau begitu memuja-mujiku,
hingga kau rela mengeluarkan uang begitu banyak demi tuk mendapatkan
aku. Tapi, setelah aku sudah menjadi milikmu? Apa yang aku bayangkan,
ternyata tak sesuai harapan. Aku hanya dibiarkan teronggok begitu
saja. Trus, apa gunanya kau ambil dan dan memilih aku dulu?"
Nah,
ini dia nih. Apa jawaban yang harus kita berikan kepada si high heels
simpanan? Mau menjawab:
"Aduh
maafkan, aku terlalu sibuk hingga tak memperhatikanmu, dan terlalu
banyak pesaingmu dikamarku, hingga aku harus memutuskan salah satu
mana yang kuanggap baik.
Nah, yang lebih parah lagi,...kalau alasannya adalah.. "Aku membelimu hanya demi kesenangan semata, karena ketika memilihmu dulu, aku sedang stres dan banyak pikiran. Jadi untuk menutupi rasa itu, maka pelampisanku ya belanja. Maka, tanpa sengaja, aku telah memasukkanmu kedalam daftar pelampiasanku."
Atau,
"Eh, maaf..aku membelimu hanya untuk pamer kepada teman-temanku bahwa
aku punya banyak uang, sehingga bisa membeli beraneka ragam high
heels."Nah, yang lebih parah lagi,...kalau alasannya adalah.. "Aku membelimu hanya demi kesenangan semata, karena ketika memilihmu dulu, aku sedang stres dan banyak pikiran. Jadi untuk menutupi rasa itu, maka pelampisanku ya belanja. Maka, tanpa sengaja, aku telah memasukkanmu kedalam daftar pelampiasanku."
Lucunya model high heels |
Discount yang menggoda |
Lihatlah kaki para pemulung dan pengemis yang biasa melintas didepan kita. Banyak dari mereka yang tak memakai alas kaki ketika bergerilya dijalan raya demi mengais rezeki. Lah, kita yang punya sandal banyak, kok, gak dimanfaatin, toh.
(Gambar
diatas, adalah salah satu high heels cantik yang saya punya. Pertama
kali memakainya setelah sepatu ini satu tahun bersemayam dalam
kamar. Dan kini, udah dua tahun jadi penunggu kamar, tapi baru
dipake 3 kali doang (untung masih sempet dipake) ..Hikss.)
Cerita soal high heels simpanan ini, yang awalnya begitu menggebu-gebu ingin didapatkan, tapi setelah dapat lantas dilepehkan begitu saja, mungkin beririsan juga dengan cerita kehidupan yang hadir disekitar kita.
Ya,
tak jarang kita temui ada orang yang, misalnya, ketika belum
mendapatkan suami, selalu berdoa pada Tuhan dengan tersedu-sedu agar
secepatnya dihadirkan calon pendamping hidup, supaya punya tempat tuk
berbagi agar tak lagi kesepian. Tapi, setelah mendapatkannya, tak
sedikit yang menyia-nyiakan pria pendamping titipan Tuhan tersebut.
Ada yang kurang memperhatikan suami, ingin menang sendiri dan tak
menganggap suami adalah kepala keluarga. Atau, yang lebih parah lagi,
banyak wanita yang merasa lebih hebat karena jabatan dikantornya
lebih oke dari suami. Ada lagi yang melecehkan suami hanya karena
pendapatan sang istri yang jauh lebih besar dari suami.
Lantas, kehadiran suami yang begitu ditunggu-tunggu sekian lama itu, hanya dilepehkan begitu saja, cuma karena tak sesuai dengan harapan sang istri. Trus, apa dong pertimbangannya waktu dulu memilih atau menetapkan pria yang sekarang "dibiarkan" itu untuk jadi pendamping kita? Ataukah, ketika menikah dulu hanya terburu nafsu saja, karena melihat ketampanan wajah dan kemapanan ekonominya? Lantas dikejar umur yang semakin bertambah? Atau karena ingin melepas status lajang saja? Adakah terlintas ingin mengilas baliknya?
Lantas, kehadiran suami yang begitu ditunggu-tunggu sekian lama itu, hanya dilepehkan begitu saja, cuma karena tak sesuai dengan harapan sang istri. Trus, apa dong pertimbangannya waktu dulu memilih atau menetapkan pria yang sekarang "dibiarkan" itu untuk jadi pendamping kita? Ataukah, ketika menikah dulu hanya terburu nafsu saja, karena melihat ketampanan wajah dan kemapanan ekonominya? Lantas dikejar umur yang semakin bertambah? Atau karena ingin melepas status lajang saja? Adakah terlintas ingin mengilas baliknya?
Pun,
dalam hal dunia pekerjaan. Ketika masih menganggur, banyak yang
melemparkan puluhan kertas lamaran kepada beberapa perusahaan agar
bisa diterima bekerja. Ada juga yang menyingkirkan urat malunya
dengan mengemis kepada sanak keluarga agar bisa dicarikan pekerjaan,
dan dibumbui dengan ucapan: "Gak apa-apa gajinya kecil, yang penting
aku dapat pekerjaan dulu, daripada nganggur begini". Iyakan?
Tapi, setelah dapat pekerjaan, lantas mengeluh karena banyaknya limpahan tugas yang diberikan oleh atasan. Atau, ada sedikit kerecokan dengan management, lantas mengumpat perusahaan dan langsung ingin keluar, karena gak tahan dengan preasure yang dihadapi. Lah, dulu gak ingat ya, betapa berharapnya mendapatkan pekerjaan itu.
Tapi, setelah dapat pekerjaan, lantas mengeluh karena banyaknya limpahan tugas yang diberikan oleh atasan. Atau, ada sedikit kerecokan dengan management, lantas mengumpat perusahaan dan langsung ingin keluar, karena gak tahan dengan preasure yang dihadapi. Lah, dulu gak ingat ya, betapa berharapnya mendapatkan pekerjaan itu.
Setelah pindah kantor, eh, ujung-ujungnya menyesal, karena rupanya dikantor yang baru ternyata tak "seenak" ketika di kantor lama yang dianggap tak lagi nyaman itu. Hmm, dimanapun kita bekerja, pasti akan menemui kekurangan dan masalah.
Ah, manusia memang tak pernah puas. Termasuk keinginan tuk memiliki puluhan pasang sepatu yang akhirnya cuma jadi simpanan saja.