Biar kecil, jangan diabaikan dong!




Sering banget kita meremehkan barang atau benda yang bentuknya kecil, tak terlalu menaruh perhatian jika benda itu jatuh atau tercecer di lantai atau di mana gitu. Kadang malah tersapu. Trus tetep diucekin aja. Eh, pas lagi butuh, blingsatan nyarinya! Apalagi kalau mau buru-buru, wah bisa berabe tuh. Intinya, jangan meremehkan sesuatu, walau dia kecil sekalipun.

Di bawah ini, beberapa benda yang berdasarkan pengalaman saya dan apa yang pernah saya lihat, sering diabaikan, saat sedang tidak butuh.

  • Peniti
    Kecil banget bentuknya. Tipis pula. Sering diletakkan sembarangan. Tapi, kalau lagi perlu,....huaaaaa....nyarinya mpe muter-muter, bikin pusing tujuh keliling. Andai gak ada peniti, gimana mau merekatkan atau mengaitkan jilbab yang dipakai? Baju yang kancingnya copot? Atau tali bra yang putus darurat ketika lagi di luar rumah #ups..  Sandal jepit yang putus talinya? Semuanya butuh peniti! So, simpanlah lebih hati-hati. Bila perlu ditaruh ditempat yang mudah terlihat. Di atas meja televisi, misalnya. 

     
  • Jarum pentul
    Sama seperti peniti, jarum pentul ini juga sangat penting untuk merekatkan atau mengaitkan antara sesama kain. Untuk anda yang berjilbab, saya yakin, butuh nih sama benda kecil ini. Apalagi untuk yang suka berhijab dengan banyak kreasinya, pasti butuh banyak jarum ini. Ini juga kudu harus “pelan-pelan” menyimpannya.

  • Lidi Korek api.
    Tahu sih, sekarang jamannya kompor gas, sudah jarang yang pake kompor sumbu berbahan bakar minyak tanah yang memang membutuhkan lidi berpentol tuk menyalakan api. Tapi, di beberapa daerah perkampungan, batang lidi yang panjangnya seukuran kelingking anak kecil dengan diameter yang tipis ini, sangat berfungsi tuk penerangan. Menyalakan lilin, misalnya. Walaupun sekarang fungsi korek api bisa digantikan dengan pemantik api, tapi, kalau pemantik apinya lagi kehabisan minyak, gak bisa diandalkan, toh? Nah, kalau sudah begitu........korek api tetap yang jadi incaran.

  • Karet
    Ya, karet biasa yang bentuknya kayak gelang itu, lo. Yang bisa kita dapatkan ketika membeli sesuatu dipasar. Entah itu didapat ketika beli cabe seperempat, atau bumbu dapur yang dibungkus kertas, biasanya diikat pake karet, kan? Nah, setelah nyampe dirumah, biasanya kita lepas begitu saja karetnya dan langsung dibuang. Tapi, coba deh, kala tiba-tiba anda mau ada acara arisan, trus mau mengocok gulungan kertas kecil yang dimasukkan dalam gelas, pasti akan membutuhkan karet, tuk dilingkarkan pada gelas, agar kertas penutupnya tak lepas. 
     
    Dilain waktu, anda ingin membungkus sesuatu dari koran, biasanya perlu karet juga tuh, tuk memantapkan lilitan koran. Atau, ketika kran air dirumah anda lagi bocor tiba-tiba, biasanya cara cepat tuk hentikan air yang mengucur sia-sia itu adalah dengan menambal atau disumpal pake plastik. Cukupkah itu saja? Tentu tidak! Kalau tak ada karet untuk melilitkan si plastik agar lebih kuat dan tak lepas, pastilah tambalan plastik itu akan sia-sia. Ia akan muncrat bersamaan dengan air yang mengucur karena kran yang bocor tadi. Nah, jadi, pentingkan fungsi si karet gelang yang sering dilepehkan atau dianggap sampah itu? Kalau saya, meletakkan benda ini di tempat yang terlihat, atau digantung dipaku, karena sifatnya yang enteng dan mudah jatuh, jadi kadang tak terlihat, makanya menaruhnya juga kudu- hati-hati.

  • Baut dan Mur
    Ini dua benda yang serangkai, ya. Di situ ada baut, ya harusnya ada mur juga dong ya, hehehe...
     
    Nah, benda kecil ini juga fatal kalau sudah hilang atau nyelip di mana gitu, bikin satu rumah kelimpungan. Biasanya, kalau sedang mendandani sesuatu, entah itu kipas angin, bongkar radio dan benda-benda elektronik lainnya, suka naruh mur dan baut sembarangan. 

     

    Eh, pake ditinggal pergi kepasar dulu kadang, atau diselingi dengan ngerumpi sama tetangga sebelah. Duh! Alhasil, dua benda ini ngegelinding entah kemana. Nah, kalau gak ketemu lagi sama si dua benda imut ini, wah, bisa-bisa gak sempurna lagi dong koncian si barang elektronik yang sudah dibongkar tadi. Jadi 'cacat”deh barangnya, hehee. Lebih fatal lagi, kalau barang ini ditemui sama dedek bayi yang lagi merangkak, wah bisa aja tuh, nih benda dikira permen, trus langsung dimasukin ke mulut, hidiiih. Tapi, semoga ini tidak terjadi, kalau kita telaten menaruh si mbak mur dan mas baut ini di dalam wadah khusus ketika sedang melakukan aksi bongkar-bongkar tadi, supaya tidak mencar kemana-mana.

  • Isi stapler
    Nah, ini juga benda yang mudah berceceran. Kalau masih berada dalam kotak sih, mungkin aman ya, tapi, kalau sudah keluar dari kotak, nih benda sering tersikut kesana kesini, yang membuatnya jatuh ke lantai, dan tercerai berai dari kawan-kawannya, dan akhirnya sekumpulan isi stapler tadi jadi memendek dan susah terlihat.

    Padahal, barang ini penting banget untuk menyatukan satu kertas dengan kertas lain. Kalau gak ada isi stapler, bisa berantakan dokumen-dokumen kita. 

Nah, itu beberapa benda kecil, yang menurut saya fungsinya sangat besar, tapi sering diabaikan!

Ehm, anda punya refrensi benda-benda lain mungkin, yang selama ini sering diremehkan, tapi, begitu kita butuh.... entahlah dia ada dimana.....??

Kalau itu benda bisa teriak, mungkin dia akan bilang “tolong jangan abaikan saya.”!


Guru Yang Tak Pernah Puas



Mengajar murid SD, sudah dilakukannya sejak menamatkan pendidikan sekolah guru, ketika usianya masih belia. Memang itulah hal yang ia inginkan. Walau harus bergelut dengan keringat dan perjuangan. Ya, ketika sekolah dulu, ia mencari uang sendiri, ditengah kondisi ekonomi keluarganya yang tak mumpuni, demi menamatkan pendididikan yang ia inginkan. Perjuangannya tak sia-sia, ia berhasil menjadi tenaga pengajar di salah satu sekolah dasar, di kabupaten tempat ia tinggal.

Dari sekolah ke sekolah ia berpindah tempat mengajar, namun jiwanya tak pernah selingkuh dari bakatnya. Ia tetap menjadi guru. Beragam mata pelajaran, pernah ia ajarkan kepada muridnya-muridnya.

Santai dengan seragam gurunya
Karena ketekunan dan keseriusannya, maka tahun '86 lalu, ia dipercaya tuk  menjadi kepala sekolah di sebuah sekolah dasar di daerah perkotaan. Meski, tak ditengah kota amat sih, agak kepinggiran dikit, hehehe.. Sayapun menuntut ilmu disekolah yang sama tempat ia mengajar, tempat ia menjadi pemimpin bagi guru-guru yang ada di SD tersebut. Sesekali, ia masuk kekelas saya tuk menggantikan guru yang sedang berhalangan hadir. Agak canggung rasanya ketika saya harus menjadi muridnya. Karena, saya sangat mengenal sosoknya lebih dalam, dibanding dengan murid-murid yang lain. 

Namun, ya harus saya hadapi. Tak mungkin saya menolak ketika beliau memberikan ilmunya dikelas tempat saya duduk belajar.

Hingga saya menamatkan pendidikan di sekolah tersebut selama enam tahun, ia masih mengajar disana. Ia masih menjadi guru bagi adik adik kelas saya. Ya, wanita hebat ini, masih setia dengan profesinya. Bahkan, ia pun melebarkan sayapnya menjadi guru honorer di salah satu SMP yang tak jauh dari rumahnya, kala sore hari. Duh, sudah menjadi kepala sekolah dengan gaji yang lumayan, eh, masih pula mengajar disekolah lain, meski hanya honorer. Seolah ia tak pernah puas dengan apa yang telah dilalui dan dicapainya.  Semua itu, ia lakukan demi kecintaannya pada dunia pendidikan. 

Meski sudah banyak makan asam garam, namun wanita tegas ini masih terus ingin belajar agar  menjadi seorang guru yang baik. Undangan diklat atau training tentang keguruanpun, tetap ia ikuti. Keinginannya tuk merengkuh ilmu lebih banyak lagi,  memang tak pernah padam.  

Ya, di usianya yang hampir menginjak 50 tahunan, ia masih mengabdi kepada dunia yang menjadikannya besar dan istimewa. Karena keistimewaannya itulah, beliau akhirnya mendapat penghargaan tanda jasa, berupa medali emas, dari Presiden RI (Pak Harto) bersama dengan teman-temannya seprofesinya yang lain, yang juga sudah mengabdi sebagai guru selama lebih dari 20 tahun. 

Bersama teman-teman guru dan muridnya

Beberapa keponakannyapun, kini mengikuti jejaknya menjadi seorang pengajar. Dan sayapun, ketika SMU, sebenarnya ada keinginan tuk menjadi guru. Tapi karena beberapa alasan, sepertinya saya membatalkan cita-cita tersebut, hehehe.... maklum kala itu masih Ababil alias ABG labil..#eh...

Tapi, eits.... seiring berjalannya waktu, justru saat ini muncul keinginan saya tuk menjadi dosen, lo. Kayaknya smart banget ya kalau kita bisa mengajar para orang-orang dewasa. Terlihat lebih prestise dan okeh, hehehe..#lebay.

Ya, walaupun saya tinggal satu atap dengannya, dengan seorang guru, namun belum tentu seratus persen bakatnya bisa menurun ke saya. Tapi, kalau cuma 50 persen, kayaknya ada deh nyangkut disaya, hihihi... makanya muncul keinginan dihati kecil saya tuk menjadi pengajar di perguruan tinggi.

Ditengah sibuk mengajar,  menyempatkan diri tuk ikut Pramuka

Saya salut dengan perjuangan wanita ini. Sampai akhir hayatnyapun, ia masih menyandang status sebagai guru di sebuah sekolah dasar negeri, tempat ia menyumbang ilmu dan menyambung hidup.

Wahai guruku, semoga... jasamu tetap dikenang oleh murid-muridmu, dan abdimu akan terukir indah dibenak setiap orang yang pernah menerima transferan ilmu pengetahuanmu.

Sayapun, akan selalu mengenang bagaimana caramu menjadi guru. Caramu mendidik aku, caramu berinteraksi, caramu belajar dengan segala kelebihan dan kekuranganmu.

Saat Family Gathering 
Wahai guruku, Engkau tak salah memilih profesimu. Karena dengan itulah, engkau menjadikanku mengambil banyak hikmah dan pelajaran dari berbagai hal yang terjadi. Layaknya seorang guru yang selalu berbagi kisah tentang pengetahuan atau kejadian yang pernah ia alami, kepada murid-muridnya, sebagai bagian dari ilmu.

Karena aku belajar darimu, kini kau berhasil membawa aku menjadi orang yang bisa tampil didepan umum (meski bukan sebagai kapasitas sebagai guru), layaknya seorang guru yang selalu berhadapan setiap hari dengan murid-muridnya didepan kelas. 

 
Dan di hari ini, 25 November, yang bertepatan dengan hari guru, ku ucapkan “Selamat Hari Guru”, untukmu..., wahai guruku. 

Engkau adalah guru sekolahku, sekaligus guru sejak aku masih dalam kandungan, yang dengan penuh perjuangan  luar biasa telah melahirkanku ke dunia. Terima kasih atas jasa-jasamu selama ini. Bangga padamu. 

Karena engkau dan para guru yang pernah mengajariku, membuat aku bisa menuliskan hal ini untukmu, juga untuk pembaca tulisan ini.

Diam-diam, aku belajar dari caramu tuk menggapai cita, meski cita-cita kita berbeda.

 Sekali lagi,......


 Selamat hari guru, tuk semua guru, 
Terkhusus tuk Ibu tersayang...


Mom & Me

Menikmati Malam di Taman Ayodia




Sudah lama tak menikmati sejenak kesejukan taman kota di Jakarta. Kangen dengan kolamnya, suara percikan air mancur, lampu-lampu hias taman dan kangen juga melihat warga duduk lesehan yang santai sambil bercengkrama di dekat danau. Meski, ada juga yang sibuk memadu kasih, gak peduli dilihat banyak orang. Itu juga yang saya lihat kemarin malam, ketika saya diajak oleh teman-teman kos tuk jalan-jalan malam ke Taman Barito atau Ayodia, di wilayah Jakarta Selatan. 

Kami memilih duduk disalah satu bangku semen tanpa sandaran, yang posisinya ada disamping taman. Pengennya sih, duduk dibangku ala tribune gitu, tapi berhubung sudah PW alias posisi wenak, jadi, tak mengapalah menikmati taman dari arah menyamping, hehehe..


Yaay, menikmati malam ditaman Ayodia


Baru saja lima belas menit menikmati taman, lalu lalang pengemis dan pengamen menghampiri kami, sekedar beryanyi setengah lagu. Setelah recehan diberikan, udah deh, orang sama gitarnya langsung kabur. Padahal, saya masih kepengen dengerin lagunya sampe tuntas..tas..tas...

Selain pengamen, pedagangpun ramai disana. Mereka ikut meramaikan taman kota, menemani pengunjung yang siapa tau ada yang kelaparan atau kehausan.  Ada penjual nasi goreng, kacang-kacangan, gorengan, pecel, tahu gejrot dan sebagainya. Ada yang menggelar dagangannya ditanah, beralaskan tikar,  ada pula yang memakai bakul dan gerobak.

Pedagang tahu gejrot di pinggiran taman

Berhubung kemarin adalah malam minggu, jadi lumayan ramailah tempat itu. Jejeran motor yang terparkirpun sesak. Hampir mengelilingi taman yang luasnya sekitar 7.500 meter persegi itu. Kebanyakan sih muda-mudi yang berkunjung. Ada yang berombongan sambil bercanda,  seperti saya dan 3 orang teman kos saya, ada juga yang hanya berdua sama sang kekasih.

Emang enak, lo, nongkrong ditaman. Saya juga suka. Makanya senang sekali diri ini ketika diajak dadakan semalam tuk menikmati Taman Ayodia,  yang letaknya  ada di antara Jalan Barito, Mahakam, dan Melawai, sekitar 1 kilometer sebelum kawasan terminal dan pusat perbelanjaan Blok M. Nah, karena letaknya di antara jalan barito itulah, maka taman ini sering disebut juga Taman Barito.

Sayang, meski pembuatan taman ini mengucurkan dana Rp 2,1 miliar, namun sepertinya sudah mulai terlihat lusuh. Danaunya terlihat kotor dan berwarna coklat. Air mancurnya tak mengucur lagi. Pun, dengan lampu tamannya, malam itu terlihat tak berfungsi. Tak ada cahaya yang dipancarkannya, padahal bentuknya begitu gagah, layaknya balon ulang tahun ukuran jumbo, yuhuuu...

Soal sampah.. aeh...harusnya taman itu bersih ya, tapi sampah makanan terlihat berceceran dimana-dimana. Pemulungpun wara-wari melintas disana, bukan untuk minikmati keindahan taman, tapi untuk memungut sampah plastik bekas air mineral atau yang lainnya. Tak segan para pemulung mengelilingi danau yang luasnya sekitar 1.500 meter persegi, demi mengais sampah.

Air  mancurnya sembunyi dimana ya..?


Nah, dulunya....taman ini adalah pasar, lo, tempat kios-kios pedagang bunga, ikan hias maupun burung.

Ehm.....Lima tahun yang lalu, saya masih ngekos didaerah tersebut, tepatnya dikawasan jalan Fatmawati, dekat komplek Wijaya. Tentu, saya sering melalui jalan itu. Namun, ketika itu, taman yang memiliki berbagai macam fasilitas, seperti panggung teater, bangku tribune, lintasan lari, toilet, dan berbagai ornamen taman ini, masih dalam tahap pembangunan.

Makanya saya kaget, ketika tadi malam saya diajak main ketaman ini, wah.. sama saja dengan mengingatkan saya pada masa-masa empat-lima tahun lalu. Saya sering lho nunggu bus kopaja di depan taman ini kalau mau ke arah Cipulir atau Ciledug. Eh, mau ngapain saya  ke  daerah sono, ya?..hihihi..


Yuk, kapan kita nongkrong lagi, sob..?

Ah, senang rasanya, tadi malam saya bisa berada di taman kota yang luas, dan ada danaunya lagi, bikin betah euy, meski danaunya gak cantik, hiksss. Gimana kalau danaunya indah dan terawat, wah, saya rela deh nongkrong berjam-jam disana, hehehe... 

Bagi saya, kalau taman gak ada danaunya, males ah, gak ada yang dilihat dan dinikmati. Masak cuma menikmati orang pacaran doang, hahahha... 

Ehm, mudah-mudahan taman ini tak akan pernah kalah dalam meningkatkan keindahan, keademan dan kebersihannya. Seperti arti kata "Ayodia', yang dalam bahasa Sansekerta, "ayodhyaa" berarti ”yang tidak akan kalah dalam peperangan”.

Ya, mudah-mudahan taman ini jangan seperti kebanyakan taman-taman kota lain, yang semakin tua, semakin tak terawat dan gersang. Pohonnya udah pada hilang kemana. Duh, apa enaknya kalau taman kota tak ada pohon. Wong tujuan orang tuk pergi ke taman itu, ya,  selain untuk berinteraksi, juga karena kesejukan yang dihadirkan oleh pepohonan yang tumbuh disana.

Ah, pengen lagi,  nongkrong di taman kota.....
Hmmm, taman mana lagi kira kira yang layak untuk di tongkrongi, ya ?  


Sbr tulisan :
http://megapolitan.kompas.com