Puasa, mudik dan lebaran ala anak rantau


Yuk, mudiikk..

Beli makanan buat buka puasa diwarteg atau warung padang, sekalian langsung beli lauk yang berbeda, atau lauk yang sama tapi dengan porsi yang banyak. Lantas, setengahnya ditunda dulu buat nanti, dan dipanasin di rice cooker yang sudah berisi nasi, untuk dimakan saat sahur. Supaya, ketika saat sahur nanti, gak perlu capek-capek lagi mendatangi warteg buat beli penganan pengganjal perut. Cukup dengan membuka rice cooker, taraaa....sudah tersedia nasi dan lauk yang dipanasi sejak tadi malam, hehehe.. Itulah taktik sahur anak kost ala saya, yang gak ada kompor dikosan dan malas buat masak, karena cuma buat diri seorang, hihihi..

Rendang dan krupuk, cukup buat lauk sahur.
Ya, beda dong kalau kita masak buat keluarga satu rumah, pasti porsinya banyak, otomatis kita akan semangat masaknya, karena 'berjihat' untuk orang banyak juga. Tapi, kalau sorangan wae, dan dikamarpun hanya tersedia benda elekronik buat masak nasi, yo wes, itulah yang dimanfaatkan untuk segala hal. Bahkan, memasak airpun, benda ini juga yang digunakan, sekaligus sebagai alat pemanas masakan atau lauk, yang setiap bulan ramadhan gak pernah absen dimanfaatkan. Oh, ya satu lagi benda yang beneran harus wajib dijaga dan dirawat ketika bulan ramadhan, jam weker ! Yup, tanpa teriakan brisik dari  barang ini, saya bisa kebablasan tidur, karena gak ada yang membangunkan untuk sahur. Sesama anak kos, kadang saling cuek bebek, sendiri-sendiri. Atau ada juga yang niat mau bangunin penghuni kamar sebelah, tapi takut dianggap mengganggu, jadi serba salah deh.

Ehm, itu tadi  taktik sahur saya ketika ramadhan. Ada juga taktik lainnya ketika berburu oleh-oleh. Biasanya sebulan sebelum memasuki hingga sampai dibulan ramadhan, saya rajin banget lo pergi ke mall atau ke pasar. Bukan tuk senang-senang atau ngeceng gak jelas, tapi melipir ke toko baju buat mantau kira-kira mana ya baju yang cocok buat emak, kakak, ponakan, buat kakak ipar atau buat teman lama yang akan dijadikan oleh-oleh buat pulang kampung. Berhubung yang akan dibeli jumlahnya lumayan banyak, jadi itu baju harus dicicil dari sebelum ramadhan, dan biasanya harganya juga lebih murah, dibanding kalau beli baju mendekati hari H. "Kalau belinya langsung sekaligus banyak, waduh, kerasa banget bangkrutnya", begitulah ungkapan senada teman saya yang juga berburu oleh-oleh buat keluarganya dikampung. Maklumlah, yang namanya merantau, orang dikampung taunya kita sukses dan banyak duit ya, padahal mereka kagak tau kalau kita di pulau seberang empot-empotan, hahaha. Nah, pantau-pantau baju buat lebaran cantik jauh-jauh hari, juga ritual rutin yang saya lakukan jelang lebaran.

Ada juga hal lain yang harus saya pantau. Seminggu melalui ramadhan, saya mulai rajin membuka harga tiket pesawat secara online. Dipantau-pantau mana harga maskapai  yang paling murah dan sesuai ukuran dompet.. Kalau hari ini harga tiket maskapai yang diinginkan masih bercokol mahal, maka besok akan dicari lagi, sampai hari selanjutnya, hingga mendapatkan harga yang diinginkan, meski resikonya harus rela kehabisan tiket, andai tak juga dipesan secepatnya,, hehehe.

Kalau soal cuti kantor, wuih, udah jauh- jauh hari sudah ngajuin, karena mesti berebutan  dengan sesama teman kantor lain yang ingin mendapatkan restu juga dari atasan, meski tiket mudik belum ditangan, hehehe. "Yang penting izin cutinya udah beres! Soal tiket, bisa diatur nantilah.", begitu jawaban saya kepada teman sekantor yang menanyakan apakah saya sudah mendapat tiket  pesawat atau belum. Ya, kadang saya dapet tiket pas dua atau tiga hari sebelum hari H. Bahkan, pernah lo, saya dapatnya satu hari sebelum lebaran, dan itu dapet murah banget. Ah, rasanya girang banget, gak sia-sia hasil pantauan harga tiket yang tepat sasaran dan pas  waktu saat resmi membookingnya.

Pernah juga, tuh, disuatu lebaran, saya harus pulang naik bus, karena harga tiket pesawat tak kunjung menurun. Akhirnya daripada gak kebagian tiket, saya memutuskan naik bus antar kota., Lumayan murah pastinya. Tapi, capeknya ampun-ampunan deh, selain kaki kita yang terus menekuk sepanjang perjalalanan sehari semalam itu, tidurpun tak bisa nyenyak, meski ngantuk berat! Belum lagi bahaya keselamatan kalau-kalau ada perampok, penjahat, penghipnotis dan sejenisnya ikut juga  bergabung didallam bus, dan duduk disebelah saya pula, iiihh,..ngeri, ah. So, setiap membeli tiket bis, saya langsung berdoa dan berharap , "Ya, Alloh semoga yang nantinya duduk disebelah saya adalah wanita, anak kecil atau ABG, biar aman! Kalaupun ternyata seorang pria, saya berharap dia lelaki tampan setampan Pangeran William, heheheh" itulah doa saya. Meski kadang tak dikabulkan oleh Tuhan, hahahha..


Ilustrasi: Kapal Laut. Sbr foto: disini.
Ada satu hal lagi nih yang saya takuti kalau naik bus. Karena saya berangkatnya dari Jakarta dengan tujuan ke Palembang, otomatis, kalau perjalanannya ditempuh dengan angkutan darat, maka bus yang saya tumpangi harus menyebrangi lautan dengan menggunakan kapal feri. 

Ini juga moment-moment yang bikin saya deg-degan.  Karena, ketika sedang diatas kapal, biasanya hari sudah malam.  Kebayangkan, dua jam berada ditengah laut dan diatas kapal yang gelap pula, aduh mak..  takut kenapa-kenapa euy. Kenapa gelap?  karena posisi saya tetap berada didalam bus  yang parkir berderet dengan mobil-mobil lainnya dalam ruangan parkir yang gelap. Saya takut kalau harus keluar mobil. "Takut ada orang jahat, takut ntar barang yang ada dimobil dicuri orang, dan lebih parah lagi nih, nyasar, lupa dimana keberadaan bus kita, wah, berabe dobel tuh", itulah pikiran yang ada dalam benak saya. 

Ada juga sih beberapa penumpang yang keluar bus dan duduk di kursi yang disediakan di ruangan atas kapal. Ya, mungkin mereka rombongan atau sekeluarga berangkat naik  busnya, jadi ketika ingin menikmati suasana diatas kapal, mereka juga berbarengan. Lah, kalau saya sorangan wae, gak berani ambil resiko, ah! Tapi, Alhamdullilah, setiap saya mudik naik bus, tak pernah terjadi sesuatu yang membahayakan, aman dan lancar.

Tak sampai disitu kisah-kisah yang terjadi kalau mudik menggunakan bus. Jam 5.30 pagi, saya sampai diterminal bus antar kota, tempat saya tinggal. Tanpa jemputan! Saya memang tak mengabarkan keluarga kalau saya tlah sampai di kampung halaman, karena tak mau merepotkan, karena hari begitu masih pagi. Takutnya, merek masih sibuk dengan urusan rumah. Biarlah saya bawa sendiri tentengan yang lumayan banyak dan berat-berat pula. Maklum, kalau saya pulang kampung lumayan lama, sekitar sepuluh hari. Jadi, 'bekal' yang saya bawapun lumayan banyak. Namun, tak masalah saya membawa kerepotan itu sendirian, yang penting saya selamat sampai tujuan. 

Bahkan, kadang saya tak mengabarkan kepada keluarga, kalau hari itu saya akan pulang, biar surprise, hehehe! Beda kalau saya pulangnya naik pesawat, barulah  saya akan minta dijemput, karena saya selalu tiba disore hari biasanya kalau naik burung terbang itu. Jadi, saya  prediksi keluarga saya pasti ada waktu tuk menjemput. Meski begitu, ada kalanya ketika sampai di kampung atau bandara  terkadang saya diam-diam nyampenya, tak memberitahu keluarga, walau memakai pesawat. Sok ngasih surprise gitu deh ceritanya, hahahaha...Tapi, untuk lebaran yang baru saja berlalu kemarin, saya kasih tau kok kapan kedatangan saya, dan kakak iparpun menjemput tepat waktu, hehehe.. Sila intip disini tuk tahu cerita pulkam saya di lebaran 2013 .

Di Lobi bandara, menunggu keberangkatan


Setelah sampai dirumah, bagi-bagi oleh-oleh pun dilancarkan. Karena saya juga gak mau tas saya penuh sama barang-barang yang harus segera diberikan pada keluarga.

Dan...besoknya sudah lebaran aja tuh, hihihi.. lancar dan aman ketika berkumpul sama keluarga, tanpa mereka tau bagaimana  perjuangan saya selama ramadhan, mencari tiket yang rempong,  hingga deg-degan selama dalam perjalanan, hehehe.

Nah, ketika bersafari ria bertandang kerumah dan bertemu keluarga besar lainnya, seperti biasa, pertanyaan rutinpun  muncul: "Bagaimana kabar kamu selama di Jakarta. Siapa teman akrab kamu? Bagaimana kondisi kos-kosan kamu? Didaerah mana kamu tinggal, Kapan menikah?" Dan bla-bla bla...banyak lagi pertanyan lainnya yang harus dijawab, mesti bosan juga saya mendengarnya, karena pertanyaan-pertanyaan itu adalah pertanyaan yang sama dari tahun ketahun yang mereka lontarkan pada saya, hihihih.. Dan saya juga harus menjawab yang itu-itu juga pada mereka, hahaha... Yah, namanya juga setahun sekali ketemunya, jadi mereka sudah lupa mungkin ya kalau pertanyaan mereka sudah pernah saya jawab ditahun-tahun sebelumnya. Seperti, saya di Jakarta tinggal didaerah mana dan sebagainya.


Ini kos-kosan saya di Jakarta


Eh, pas balik lagi ke Jakarta, ritual bawa barang yang berat-berat kembali terjadi. Ya,  tas ransel  saya tetap penuh dan berat juga karena berisi oleh-oleh buat teman-teman di Jakarta. Empek-empek dan kemplang, menu wajib ciri khas Palembang yang harus saya bawa dan bagikan kepada teman kantor dan teman kos. Kalau gak, saya bakal diomelin, hehehe. Namun, ketika tentengan yang berat tadi telah mendarat sukses di kosan, alamak leganya bukan main, serasa telah melewati pertarungan berat, terutama perjuangan ketika mau berangkat mudik ke kampung halaman.

Ah, sepertinya, apa yang saya lalui akan terulang kembali ditahun-tahun selanjutnya, selama saya masih berstatus anak rantau. Tapi tak mengapa, ritual 'repot' ketika bertemu dengan bulan ramadhan adalah keindahan luar biasa, melebihi segalanya. Karena akan terbayar dengan kebahagian luar biasa  ketika bisa kembali bertemu dengan keluarga tercinta.


 * Ehem, meski sudah lebih dua minggu berlalu lebarannya, mudah-mudahn tak telat tuk mempublish cerita ini, hihihihi.. 
Ya, mumpung masih dalam nuansa bulan syawal.  
Selamat menunaikan ibadah puasa syawal, bagi yang menjalakannya *.

 

No comments

Hai,

Silahkan tinggalkan komentar yang baik dan membangun ya....Karena yang baik itu, enak dibaca dan meresap di hati. Okeh..