Berharap Keramahan di Terminal ??
(Mungkinkah?)
Sudah
lama saya tak "menengok" terminal bus antar kota yang
terkenal dengan kesan ganas dan kasarnya. Walau untuk sekedar
menghantar kerabat atau teman. Atau saya sendiri mungkin yang akan
mudik menggunakan jasa bus yang ada di terminal. Kalau cuma sekedar
numpang lewat doang, sih, sering. Tapi tak sampai harus duduk atau
berjibaku mengangkut barang bawaan diantara kerumunan orang-orang
yang sedang menanti bus atau jadwal keberangkatan untuk menghantar
mereka ketempat tujuan.
Namun, siang tadi,
saya harus merasakan kembali keganasan dan aura kasarnya terminal,
karena mengantar teman satu kos saya, untuk pulang kampung ke Kediri
dengan menggunakan Bus antar kota yang berada di salah satu terminal
di Jakarta. Gak begitu jauh sih terminal ini
dari rumah kos kami. Cuma sekitar 15 menit perjalanan, udah sampai
kok.
Suasana Terminal Rawamangun |
Nah,
setelah memasuki terminal, baru saja taxi putih yang kami tumpangi
berhenti didepan area tunggu penumpang/ loket, eehh. 3 orang
laki-laki tanpa tedeng aling-aling membuka bagasi taxi dan tanpa
permisi langsung menyambar barang-barang bawaan teman saya.
Wuiih,
Saya langsung ngotot melihat cara mereka yang tanpa basi -basi,
boro-boro izin, eh langsung main sikat aja. Padahal, kami belum turun
dari taxi lo, bahkan membayar sopirnyapun belum sempat. Tapi mereka
sudah "menguasai" barang bawaan teman saya. Melihat adegan
itu, tentu tanpa komando, saya langsung keluar dari dalam taxi dan
langsung pasang bahasa tubuh kesal sambil menegur mereka "
Hei, pak saya belum nyuruh kalian lo untuk ngangkut barang-barang
kami. Kok main serobot aja, sih..!" Permisi dulu dong!",
ujar saya sewot.
Tapi,
tiga orang laki-laki paruh baya yang berumur sekitar 30-45-an itu tak
menggubris perkataan saya. Mereka tetap saja menggangkut
barang-barang teman saya dengan cueknya, seolah tak mau meninggalkan
mangsanya. Dan omongan saya hanya dianggap angin mamiri, eh, angin
lalu . Hah!
Yach,
walau sebenarnya memang kami butuh bantuan mereka, tapi paling tidak,
mbok ya ada sopan santun dikit toh sama si empunya barang. Kulo nuwon
kek atau ditanyain dulu, si penumpang taxi butuh jasa mereka atau
tidak misalnya. Tapi, ah...mengharap tata krama seperti itu di area
terminal, rasanya sia-sia dan tak akan pernah ada yang namanya
basa-basi, demi sekedar mengharap sejumput rupiah.
Suasana di belakang terminal |
Setelah
semua barang berhasil diangkut 3 orang laki-laki yang sungguh "sangat
sopan" tadi, dan di letakkan didekat loket bus, teman saya
langsung memberi uang sepuluh ribu rupiah kepada. kepada salah satu
diantara mereka. Ya, sepuluh ribu untuk bertiga ! Saya rasa cukup,
untuk ukuran "mindahin" barang dari bagasi taxi ke area
tunggu terminal, yang berjarak tak sampai 20 langkah itu.
Setelah
Mendapat tempat duduk, saya menyuruh teman saya untuk ngecek ke
loket yang dituju atau paling tidak konfirmasilah, kalau si calon
penumpang udah hadir gitu, dan siap meluncur ke rumah asal.
Sembari
menunggu bus untuk menghantar teman saya kekampungnya, yang kata
petugas loketnya belum datang, saya duduk dikursi tunggu penumpang
yang disediakan dalam terminal yang tak bersih itu. Sekalian
menurunkan darah saya yang sempat naik tensinya.
Asyik makan di warteg yang ada di area teminal |
Siang
itu...
Kebetulan suasana terminal tak begitu ramai, walau hari sabtu. Jadi, bisa lebih lega mengamati gerak gerik orang-orang.
Ada yang sedang ngobrol, yang
asyik makan di warteg, yang hanya mondar mandir saja juga banyak, dan
ada yang dengan setia menunggu busnya yang belum datang-datang,
seperti saya dan teman saya, Dewi.
Si bapak yang cuek merokok. |
Disebelah saya, duduk bapak-bapak yang dengan cueknya merokok ditempat
umum, tanpa menghiraukan orang disekitarnya terganggu. Asap rokok yang dikeluarkannyapun tentu singgah di hidung saya... Terhirup....
Apa saya mau tegur itu si bapak..? Ah, saya gak mau ambil resiko...Itu terminal, bro.. Bisa-bisa dia tersinggung kalau saya tegur dan jadi berantem...Takut, ah. Jadi ...yah, ngambil amannya, ya, diam saja. Itu lebih baik, walau hati dongkol..
Sepuluh menit saya duduk di kursi yang ada didalam terminal, mata saya bergerilya
mengamati gerakgerik orang yang hilir mudik. Namun, saya tetap waspada tuk terus menjaga barang-barang bawaan
teman saya yang lumayan banyak, untuk ukuran dia yang berangkat
sendirian.
Coba
lihat yang dia bawa....
Ada
karpet (pemberian dari sang kekasih, prikitiew!), TV 20 inc, plastik
besaaaar yang isinya baju-baju, travel bag, dan dua tas mudik. Dududu...,
Ah,
saya gak kebayang deh kalau seandainya dia sendirian tadi yang
berangkat keterminal alias gak ada pengantar, tentu akan rempong dan
panik sendiri. Takutnya tambah "dipalak" tuh sama si
penawar jasa . Untung tak terjadi ya,. Untung juga suasana terminal
tak begitu padat.
Tapi
coba, kalau menjelang lebaran, beuh....jangan dibayangkan deh...
ampun-ampun ramainya. Bukan hanya ramai oleh penumpang, tapi juga
ramai oleh copet yang juga ingin berlebaran dengan hasil rampokannya.
Yah, itulah tradisi suasana terminal dari masa ke masa, dari satu
tempat ke tempat lain.
Penumpang yang sedang menunggu kedatangan Bus. |
Ehm,
agak gak deg-degan lo memang setiap kali "bertamu" ke
tempat ini. Karena tau sendirikan, selain suasananya yang
menyeramkan, lengah dikit, bisa hilang tuh barang. Minimal
kecopetan, ditipudaya atau dihipnotis. Paling parah dibikin tak sadar
diri dengan minuman yang udah dicampur obat bius, hingga hilanglah
semuanya, seperti yang sering kita lihat beritanya di media tv atau
di koran.
Ih, seramnya..
Tapi, itulah hal-hal yang sering terjadi di terminal Indonesia. Tak cuma di Jakarta, terminal didaerah lainpun tak kalah menakutkan kondisinya. Bahkan sepertinya memang begitulah budaya yang sulit tuk dihapus atau di perbaiki. Meski ada kantor polisi di dalam area terminal itu sendiri. Namun, tak menjamin kalau tak akan terjadi kejahatan.
Wajar
saja, kalau keluarga saya selalu wanti-wanti kalau mau berangkat
mudik melalui terminal. "Awas, jangan mau kalau dikasih orang
makanan/minuman, nanti makanan itu udah dicampur yang macam-macam".
Atau,
"Hati-hati kalau ngobrol sama orang yang baru dikenal,
jangan terperdaya dengan bujuk rayu atau kebaikannya."
Dan
masih banyak lagi nasehat-nasehat orang tua, agar kita selalu waspada
dan jaga diri, jika berada di terminal.
Salah satu bus antar kota di Terminal Rawamangun |
By
the way, sekitar 15 menit "asyik" menikmati suasana
terminal, eh,..teman saya mengabarkan kalau busnya sudah datang dan
siap tuk berangkat.
Dan..
eh,.... lagi-lagi muncul tuh 2 dari 3 orang yang tadi main
angkut barang teman saya secara paksa pas turun dari taxi. Mereka
bilang, bahwa bus yang ditunggu sudah datang. Pintarnya, mereka tau
juga bahwa teman saya akan naik mobil tersebut. Dengan sok pedenya, mereka
sudah menyiapkan kereta dorong tuk mengangkut barang-barang ke dalam
bus.
Namun,
saya tak langsung percaya, dan, lagi-lagi..., saya mulai mengeluarkan
ekpresi sewot dan ngotot. Saya melarang mereka tuk memindahkan barang
teman saya kekereta dorong milik mereka, sebelum teman saya
memastikan terlebih dulu mobil yang akan siap membawa dia tuk pulang
kampung, apakah sudah ada atau tidak.
Sembari
si Dewi ngecek busnya, ehh.... si potter ini malah balik ngedumelin
saya, dan bilang bahwa mereka gak mungkin bohonglah kalau busnya
bener-benar sudah ada. Dan banyak lagilah omelan mereka, menangggapi
ekpresi saya yang tak percaya sama mereka. Sayapun hampir perang
mulut dengan satu diantaranya. Hadeehhh.!!!! Anak muda ngalah aja
dah!
Hmmmm,
dalam hati saya." Hei...Ini bukan masalah kalian bohong atau
tidak, ini masalah keamanan barang milik orang, dan masalah sopan
santun yang harusnya mereka tunjukkan sedari awal, agar kita tak
berfikir negatif! "
Tapi, lagi-lagi..,
Mengharap
sopan santun dengan mereka... oh.... sungguh.....meski negara ini
udah berubah warna benderanya sekalipun, sepertinya tetap sulit tuk
menemukan keramahan di tempat yang tak pernah sepi ini.
Akhirnya....
Setelah beres semua urusan dengan si pengangkut barang secara
paksa itu selesai, barulah lega tuk hantar teman saya memasuki bus yang sudah terpampang nyata, cetar membahana,
ulalala.... Eh, pas masuk kedalam bus, ternyata semua penumpang sudah
standby di kursi masing-masing. Saya yang ikut masuk mobil, jadi
salah tingkah sendiri. Karena, teman saya ini justru
penumpang paling telat yang masuk mobil. Mesin bus besar itupun sudah dihidupkan, sepertinya sudah siap tuk beranjak meninggalkan terminal. Duh, untunglah teman saya gak ditinggal
sama busnya, hihihi..
Ehmm, setelah
teman saya menempati kursinya dijejeran bangku urutan ketiga dari depan, saya langsung
cipika-cipiki, dan berpesan hati-hati dijalan semoga selamat sampai
tujuan. Saya tak bisa lagi basa basi dan berdiam lama di dalam bus
besar itu, karena mesinnya sudah meraung-raung dan siap meluncur.
Olalala, tunggu dulu pak sopir, saya cuma pengantar lo, bukan
penumpang...sabar ya..emang salah kita sih yang telat datang, disaat
semua penumpang sudah duduk manis ditempatnya, hahaha..
Ah, lega melihat teman saya udah aman berada
ditempatnya. Dan "urusan" dengan terminalpun
berakhir.
Ehm.....
Cerita
diatas, mengingatkan saya ke masa lalu.
Saya
jadi ingat waktu masih kecil dulu, ketika diajak orang tua tuk mudik
ke kampung nenek. Baru saja turun dari dalam mobil yang mengantar
kami masuk terminal, e..e..e..barang bawaan orang tua saya langsung
saja disamber sama para ”pembawa barang" yang ada dikawasan
itu, tanpa pake permisi. Haduuh, rupanya kejadian jadul yang saya
alami, sampe sekarang masih berlaku, toh..
Duh,...
imagemu... oh terminal, belum berubah rupanya, ya.....??